Wikileaks untuk Keterbukaan dan Kebebasan Informasi

Rabu 27/10/2010 – Sebagai pekerja media, tentunya Anda sudah mengenal Wikileaks – sebuah organisasi Swedia yang mempublikasikan berbagai dokumen sensitif dari pemerintah dan organisasi lain, yang sumbernya anonim. Wikileaks saat ini berkembang menjadi sangat besar dan databasenya mencapai 1,2 juta dokumen. Selain itu, Wikileaks juga sudah memenangkan berbagai penghargaan new media, antara lain dari majalah Economist di tahun 2008 dan dari Amnesty International Media Award 2009. Di bulan Mei 2010, Wikileaks berada di nomor 1 situs web inovatif yang dapat mengubah berita.

Yang membuat Wikileaks menjadi signifikan dalam “mengubah” berita adalah prinsip kebebasan informasi yang dijunjung tinggi. Wikileaks menerima kiriman dokumen sensitif dari berbagai pihak – yang biasanya tidak dapat dipublikasikan, melakukan verifikasi kebenarannya, lantas menerbitkannya di situs Wikileaks. Anonimitas narasumber dijaga dengan sangat baik, dan keamanan situsnya pun sangat baik.

Keterbukaan dan kebebasan informasi inilah yang menjadikan Wikileaks penting. Dokumen yang diterbitkannya seringkali adalah dokumen yang menguak berbagai kasus di banyak negara, yang terkadang bertentangan dengan apa yang diberitakan oleh media. Hal ini tentunya sangat menarik bagi para pelaku media, dan masyarakat umum.

Terinspirasi oleh keberadaan Wikileaks, di Indonesia pun para jurnalis mulai berpikir untuk mengembangkan situs seperti Wikileaks versi Indonesia, di mana mereka dapat memberitakan informasi yang selama ini tidak dapat diberitakan di media mereka mengingat kenyataan bahwa media di Indonesia sebagian besar masih dimiliki oleh jaringan atau korporasi yang memiliki rambu-rambu yang membatasi gerak jurnalis mereka.

Wahyu Dhyatmika, Ketua Aliansi Jurnalis Independen Jakarta, menyatakan bahwa ia berharap situs tersebut dapat menjadi outlet alternatif bagi para jurnalis untuk menerbitkan dokumen atau bukti sensitif yang dianggap terlalu “berbahaya” untuk diterbitkan di media tempat mereka bekerja. Ia juga mengharapkan agar para jurnalis dapat ikut berpartisipasi dalam situs ini dan mengambil manfaatnya untuk menguatkan jurnalisme independen di Indonesia.

Walaupun ide ini cukup menarik, namun tentunya ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, antara lain apakah masyarakat umum dan jurnalis di Indonesia sudah siap dengan kebebasan informasi yang nantinya ditawarkan oleh situs ini? Dan, apakah situasi sosial-politik di Indonesia cukup kondusif untuk dikembangkannya situs “Wikileaks Indonesia” ini? Bagaimana pendapat rekan-rekan?

*) Tulisan diambil dari blog Anugerah Adiwarta Sampoerna

http://ow.ly/1TpIz

http://wikileaks.org/

Mengenal lebih dekat Siapa Wikileaks?

Rabu 27/10/2010 – Pekan silam jaringan internet heboh ketika WikiLeaks melansir video penembakan warga sipil oleh tentara Amerika Serikat. Video ini kemudian diketahui terjadi di Baghdad, Irak pada tahun 2007.

Ketika itu, Helikopter Apache milik tentara Amerika sedang dalam perjalanan untuk membantu rekannya yang terlibat dalam baku tembak. Helikopter ini mengidentifikasi warga sipil yang kemudian diketahui wartawan Reuters sebagai salah satu militan.

Sontak awak helicopter langsung meluncurkan serangan membabi buta terhadap warga sipil tersebut. Serangan ini mengakibatkan tujuh warga sipil tewas.

Dua puluh empat jam setelah video berdurasi 17.47 menit ini masuk di YouTube, sebanyak 1,3 juta orang telah melihatnya.

Sebelum merilis video penembakan warga sipil oleh tentara Amerika Serikat, tidak banyak yang tahu tentang WikiLeaks. Masih banyak msiteri tentang situs ini, termasuk siapa orang yang mengelolanya. Siapa dibalik WikiLeaks adalah pertanyaan besar?

WikiLeaks adalah sebuah situs yang khusus memposting dokumen-dokumen rahasia. Situs ini tidak menerima kontribusi dana dari pemerintah manapun, guna manjaga integritasnya.

“wikiLeaks adalah organisasi nirlaba yang didanai juru kampanye hak asasi manusia, wartawan investigasi, teknologi dan masyarakat umum,” kata wikiLeaks.

Tetapi siapa yang mengelolanya?

Wajah yang paling umum terlihat adalah seorang pria yang dikenal dengan nama Julian Assange. Pria berambut putih ini adalah warga Australia yang kini menetap di Afrika Timur.

“Orang tuanya mengelola sebuah perusahaan tur theater. Assange mengaku pernah bersekolah di 37 sekolah dan 6 universitas di Australia,” lapor koran Sydney Morning Herald, mengutip wawancara e-mail dengan Assange.

Lebih lanjut Assange tetap merahasiakan detail dirinya kepada publik, termasuk usianya. tetapi dari penelusuran, Assange pernah dinyatakan bersalah atas serangan hacker terhadap intelejen AS dan penerbitan majalah yang menginpirasikan orang untuk melawan Persemakmuran.

Siapapun Assange atau orang lain dibalik WikiLeaks Satu hal yang pasti, situs ini telah memberikan informasi rahasia yang selama ini ditutupi. Tanpa memandang benar atau salah cara WikiLeaks mendapatkan informasi ini, tetapi terbukti informasi yang disebarkan dengan cepat menjadi perbincangan dan mampu membuat negara adidaya seperi AS kebakaran jengot. (Aolnews)

Teknologi Dibalik wikileaks

Baru-baru ini dunia digemparkan oleh bocoran dokumen tentang perang Amerika Serikat (AS) di Afganistan. Berkas-berkas rahasia itu dipublikasi oleh situs yang bertujuan menampung dokumen bocoran, Wikileaks.Sejak didirikan pada tahun 2006, ini mungkin salah satu bocoran yang terbesar yang pernah ditangani oleh Wikileaks. Tidak hanya karena sangat sensitif, tetapi juga dokumen-dokumen yang hendak dipublikasikan berjumlah besar, terdiri dari 92.000 laporan sejak Januari 2004 sampai Desember 2009.

Sebelum dibuka kepada orang banyak dua surat kabar ternama, New York Times dan The Guardian, serta majalah Jerman Der Spiegel mendapat akses terlebih dahulu. Ketiga media tersebut kemudian menuliskan laporan berdasarkan dokumen yang dibocorkan tersebut. Wikileaks juga telah mempublikasikan video tentang perang di Irak sebelum membuka dokumen tentang Perang Afganistan.

Meskipun banyak perhatian yang diberikanterhadap dokumen bocoran yang menyangkut tentara AS, sebenarnya Wikileaks tidak hanya memberikan perhatian kepada negara Paman Sam itu saja. Dokumen tentang negara-negara lain juga dapat ditemukan di situsnya, termasuk tentang Indonesia. Dokumen Wikileaks tentang Indonesia berkisar dari analisis intelijen US Marines, analisis tentang masalah Lumpur Sidoarjo/Lumpur Lapindo, analisis Congressional Research Services tentang berbagai topik Indonesia, antara lain tentang gerakan separatis dan terorisme di Indonesia.

Apa yang digunakan?

Meskipun nama dan tampilannya mirip dengan situs Wikipedia, Wikileaks sebenarnya sangat berbeda dengan situs ensiklopedi bebas tersebut. Misalnya dalam masalah kebijakan publikasi, Wikileaks jauh lebih ketat dibandingkan Wikipedia yang membebaskan siapa saja untuk mengirim dan menulis artikel.

Wikileaks bertindak sebagai wartawan, dan GoMBANc Nan Cengka Kontributor Bisnis Indonesiakontributor dokumen diperlakukan sebagai sumber. Hukum Swedia, negara tempat situs Wikileaks berada, melarang investigasi terhadap sumber jurnalis. Selain itu di Swedia bila wartawan membocorkan identitas sumber, dia dapat dituntut karena telah melakukan tindak kriminal.

Selain perlindungan hukum Wikileaks juga mendayagunakan teknologi untuk melindungi sumber dan personelnya. Ini cukup menarik pula untuk dilihat. Pada intinya, Wikileaks memanfaatkan proses dan teknologi informasi untuk menjamin kerahasiaan dan keanoniman. Pada saat pengiriman dokumen, sumber Wikileaks dapat memanfaatkan situ https//sunshinepress.org.

Koneksi ke situs tersebut terenkripsi, memanfaatkan teknologi SSL (secure socket layer). Teknologi SSL banyak ditemukan pada situs perbankan Internet untuk mengamankan sambungannya. SSL juga memungkinkan pengguna mengecek identitas situs. Situs ini menyediakan sidik jari (fingerprint) untuk mengkonfirmasi bahwa situs tersebut benar-benar Sunshinepress.org, bukan situs lain yang menyam.

Selain situs aman dengan koneksi terenkripsi WikiLeaks juga menyediakan situs menggunakan jaringan TOR (The Onion Router). Jaringan TOR ini memungkinkan penggunanya untuk menyembunyikan alamat IP (Internet Protocol) asalnya.

Meskipun tidak selalu dapat menunjukkan identitas penggunanya dengan pasti, alamat lP memudahkan orang lain untuk melakukan pelacakan lebih lanjut. Jaringan TOR membuat akses ke suatu situs seolah-olah berasal dari alamat IP komputer lain, yang bertindak sebagai simpul keluar (exit node), sedangkan pengakses asalnya sendiri tidak dapat terlacak. Penggunaan jaringan TOR ini memperkuat keanoniman kontributor dokumen.

Kendati menggunakan koneksi aman dan anonim, identitas kontributor dokumen masih bisa dilacak lewat informasi yang terkandung dalam dokumen itu sendiri. Katena itu Wikileaks melakukan proses untuk membersihkan metadata. Metadata suatu dokumen dapat memberikan informasi tentang pengiri mnya.

Metadata yang paling dikenal mungkin pada foto, yang memberikan informasi kapan foto diambil dan model kamera yang digunakan. Tapi ada pula metadata pada dokumen lain, seperti pada berkas Microsoft Word. WikiLeaks menunjukkan cara bagaimana membersihkan suatu berkas Microsoft Word dari metadata, menurut standar NSA (National Security Agency), sebelum dikonversi ke PDF. Petunjuk pembersihan metadata ini dapat diunduh di http//www.wikileaks.Org/w/images/7/75/NSA-redact.pdf

Bila proses pembersihan metadata ini dirasakan terlalu rumit, personel Wikileaks akan melakukannya sendiri.

Untuk berkomunikasi langsung dengan personel Wikileaks, situs ini juga menyediakan saluran chat yang juga terenkripsi untuk mencegah penyadapan. Karena tidak dapat disadap, komunikasi dapat dilakukan dengan aman. Saluran chat ini dapat dibuka lewat browser di https//chat. wikileaks.org/

Selain lewat Internet, wikileaks juga menerima kiriman lewat pos. Namun karena jauh lebih beresiko, cara ini tidak dianjurkan. Wikileaks misalnya menganjurkan agar mengirim dari tempat yang tidak terpantau oleh kamera video.

Bisa diperkirakan, tidak semua orang senang akan Wikileaks. Menurut situs Wikileaks, China misalnya sejak tahun 2007 telah memblokir situs ini sehingga tidak dapat diakses dari dalam negara itu. Namun blokir ke akses berkas-berkas Wikileaks ini dapat dengan mudah diakali dengan mirroring, atau situs cermin yang menyalin isi Wikileaks.

Situs-situs cermin ini jugalah yang tetap menyediakan akses ketika Wikileaks sempat terpaksa nonaktif karena kehabisan dana. Karena teknologi modern memungkinkan menyalin berkas digital memang memudahkan orang untuk menghindari blokir dan sensor (bataviase)

Buka Informasi Lingkungan Untuk Hindari Bencana

Rabu 27/10/2010 – UU No. 14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Mulai 30 April 2010, semua badan publik wajib membuka akses informasi kepada publik. Ini adalah amanat Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya: UU-KIP) yang mulai berlaku tanggal 30 April 2010. Pemberlakukan UU-KIP tersebut tentu menimbulkan berbagai konsekuensi hukum. Baik bagi badan-badan publik sebagai sumber informasi maupun bagi publik selaku pengguna informasi.

Dengan demikian, tak ada alasan apa pun bagi badan publik membatasi akses publik memperoleh informasi, terutama mengenai kebijakan-kebijakan yang berdampak bagi kehidupan publik, atau hajat hidup orang banyak. Pada Pasal 64 ayat (1) UU-KIP ditegaskan bahwa dua tahun setelah diundangkan, undang-undang ini dinyatakan berlaku. Dan pada ayat (2) dijelaskan bahwa penyusunan dan penetapan Peraturan Pemerintah, Petunjuk Teknis, sosialisasi, sarana dan prasarana pelaksanaan undang-undang ini harus rampung paling lambat 2(dua) tahun sejak undang-undang ini diundangkan.
Informasi publik memang merupakan hak publik, dan karenanya mesti dibuka kepada publik. Artinya, masyarakat diberi kemudahan untuk mendapatkan informasi yang lengkap, utuh dan akurat terutama berkaitan dengan kebijakan yang berdampak bagi kehidupan masyarakat luas. Dengan akses informasi yang lengkap, utuh dan akurat, diharapkan dapat mendorong partisipasi publik dalam pengambilan kebijakan kenegaraan, sehingga kualitas demokrasi di negeri ini kian meningkat.

Di sisi lain, dengan adanya UU-KIP, pengelolaan informasi publik memiliki rambu-rambu yang pasti, sekaligus menegaskan tanggung jawab dari semua pihak yang terlibat di dalamnya.

UU-KIP memang hal baru dalam kehidupan bernegara. Karena itu, semua pihak mesti berbenah diri. Jika selama ini banyak Badan Publik tidak terbuka, atau membatasi akses publik terhadap informasi yang seharusnya diketahui publik atau masyarakat maka dengan berlakunya UU tersebut, badan-badan tersebut bakal berhadapan dengan hukum. Sebab, informasi hak dasar masyarakat dilindungi hukum.

Sebaliknya, bagi Badan Publik yang memberikan informasi tentu juga memiliki hak mendapatkan perlindungan hukum. Selama ini, badan-badan publik, atau instansi pemerintahan pada level tengah memang kerap menghadapi dilema, dan serbah salah. Terlalu terbuka kepada publik, bisa dipersalahkan oleh atasan. Di pihak lain, menutup-nutupi informasi yang memiliki implikasi bagi kehidupan publik, bisa diprotes masyarakat, bahkan bisa memancing unjuk rasa.

Informasi Lingkungan Hidup
Salah satu informasi publik yang patut diketahui khalayak jelas adalah informasi tentang lingkungan hidup. Hal ini tidak hanya penting untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), akuntabel dan transparan, sebagai prasyarat terciptanya partisipasi publik dalam pengambilan kebijakan, tapi lebih penting dari itu adalah untuk menyelamatkan manusia dari ancaman bencana.

Pada skala internasional, sebenarnya keterbukaan informasi telah diakui sebagai salah satu prinsip yang bersifat mutlak dalam pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang berbasis tata kelola lingkungan yang baik (Good Sustainable Development Governance GSDG).

Terjadinya degradasi lingkungan yang luar biasa di Indonesia adalah akibat pola salah urus pembangunan selama ini. Dan itu diperparaha oleh terbatasnya akes publik terhadap informasi lingkungan. Bencana ekologi yang terjadi selama ini, hendaknya tidak lagi dilihat sebagai akibat aktivitas alam, tetapi akibat ulah manusia yang bisa saja terjadi karena tidak memperoleh informasi lingkungan hidup yang benar, akurat dan lengkap.

Karena itu, jika selama ini konsep pembangunan berkelanjutan diyakini sebagai suatu prinsip yang memperhatikan daya dukung lingkungan, dan menjamin masa depan kehidupan manusia, maka penerapan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi, dan akuntabilitas menjadi sangat penting. Selama ini aktualisasi dari prinsip-prinsip tersebut secara efektif memang belum mampu menjawab permasalahan tingginya laju degradasi lingkungan. Karenanya negara selaku pelaku mesti bertanggungjawab atas terjadinya bencana ekologi yang kian massif.

Sesungguhnya, Kementerian Lingkungan Hidup telah berulangkali mengingatkan akan pentingnya keterbukaan informasi bagi publik, terkait dengan meningkatnya bencana lingkungan di tanah air. Karena itu, beberapa tahun silam, Kementerian Lingkungan Hidup bersama Indonesia Center for Enviromental Law (ICEL) menerbikan buku berjudul “Menutup Akses, Menuai Bencana, Potret Pemenuhan Akses Informasi, Partisipasi dan Keadilan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam di Indonesia,” untuk menjelaskan kepada seluruh masyarakat bahwa keterbukaan merupakan hal yang amat mendasar dalam mengatasi permasalahan lingkungan dewasa ini.

Pada peluncuran buku tersebut, 28 Pebruari 2008 di Jakarta Rino Subagyo SH, Direktur Eksekutif Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL), menjelaskan ada 3(tiga) akses merupakan prasyarat penting yang harus diberikan oleh negara dalam pengambilan kebijakan pembangunan, khususnya yang berdampak kepada lingkungan dan masyarakat rentan. Tiga akses itu adalah:
a. Akses informasi (access to information) adalah hak setiap orang untuk memperoleh informasi yang utuh (full) akurat (accurate) dan mutakhir (up to date).
b. Akses partisipasi dalam pengambilan keputusan (access to participation in decision making) adalah pilar demokrasi yang menekankan pada jaminan hak untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan.
c. Akses keadilan (access to justice) adalah akses untuk memperkuat kedua akses tadi.

Menurut Rino Subayo tiga akses itu telah diakui dalam Prinsip 10 Deklarasi Rio hasil KTT Bumi (Earth Summit) 1992 di Rio de Janeiro. Sayangnya, temuan di lapangan menunjukkan indikasi belum terpenuhinya akses-akses yang dibutuhkan masyarakat tersebut. Padahal terlihat jelas adanya keterkaitan antara persoalan lingkungan dan bencana ekologi selama ini dengan tidak terpenuhinya akses masyarakat terhadap informasi, partisipasi dan tidak terpenuhinya akses keadilan masyarakat atas lingkungan, hidup yang sehat.

Masalahnya, meski konstitusi sudah menjamin hak masyarakat untuk mendapatkan informasi, untuk menyediakan peluang berpartisipasi dan mendapatkan keadilan, namun peraturan perundang-undangan dibawahnya belum jelas dan tegas mengatur ketiga hal tersebut. Selain itu juga masih terdapat kendala bagi masyarakat dalam mengakses informasi lingkungan dari pemerintah, yang terkait perizinan, AMDAL dan informasi yang terkait kondisi pentaan dan penegakan hukum lingkungan suatu perusahaan.

Tidak adanya informasi lingkungan yang memadai seperti inilah yang mengakibatkan masyarakat tidak dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang menyangkut perlindungan lingkungan dan keselamatan dirinya.

Demikian pula belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tegas tentang mekanisme penyelesaian sengketa dan penjatuhan sanksi bagi pejabat publik yang tidak memberikan akses informasi dan partisipasi pada masyarakat dalam hal ini jelas ditunjukan dengan tidak adanya satupun klaim atas gugatan masyarakat akibat adanya penolakan informasi dan partisipasi.

Jika menyimak materi UU-KIP, terlihat besarnya semangat untuk membuka ketiga akses tersebut, melalui keterbukaan informasi publik. Karena itu, UU tersebut memberikan perspektif baru yang positif dalam pengelolaan masalah lingkungan hidup. Sebagai sesuatu yang baru implementasi UU-KIP tentu masih perlu penyempurnaan agar kian efektif berfungsi.

Keterkait dengan itu, maka ada baiknya jika dalam penyempurnaan tersebut perlu memperhatikan kembali beberapa rekomendasi yang disampaikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan ICEL yakni antara lain, mempertegas dan memperjelas aturan hukum terkait pemenuhan hak akses informasi, hak untuk berpartisipasi dan hak untuk mendapatkan keadilan, melakukan pembaruan kebijakan yang fokus pada upaya yang menjembatani kesenjangan antara jaminan hukum dengan praktek pelaksanaannya dilapangan.

Selain itu Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah perlu melakukan penilaian dan pengawasan terhadap kinerjanya sendiri dengan menggunakan indikator yang obyektif dan terukur sementara kelompok-kelompok kepentingan masyarakat, khususnya media masa dan Ornop memiliki peran yang penting dalam mendorong dan memfasilitasi pemenuhan tiga akses tersebut. Paulus Londo.

Sumber:
Suara Akar Rumput Edisi 105
Tanggal 24-29 Maret 2010