FITRA Ungkap ‘Borok’ 11 Peserta Tender Gedung Baru DPR

FITRA Ungkap ‘Borok’ 11 Peserta Tender Gedung Baru DPR

JAKARTA, RIMANEWS- LSM Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menolak tegas sebelas perusahaan yang telah didaftarkan ikut tender proyek pembangunan gedung baru DPR. Fitra melihat dari sebelas perusahaan yang dikutkan, sebetulnya tidak ada yang layak membangun gedung berbiaya sekitar Rp1,138 triliun itu.

Oleh karena itu, FITRA menggugat 11 peserta tender pembangunan gedung baru DPR. Dari jumlah itu, lima BUMN ditengarai pernah bermasalah dalam pembangunan sejumlah proyek sebelumnya, termasuk proyek renovasi permuahan anggota DPR di Kalibata, Jakarta Selatan. Selanjutnya empat perusahaan dinilai tidak berpengalaman.

Menurut siaran pers Kordinator Investigasi dan Advokasi FITRA, Uchok Sky Khadafi, Minggu (27/3/2011), ketujuh perusahaan yang digugat itu pernah bermasalah dalam sejumlah tender pembangunan di seluruh Indonesia.

“Sebelas perusahaan ini sebetulnya tidak ada yang layak untuk melakukan pembangunan gedung DPR. Apalagi setiap ruang anggota DPR dihargai Rp800 juta. Sebelas perusahaan itu pernah kerja sama alias pemenang tender pemerintah, tapi banyak pemerintah pusat dan daerah yang kecewa dengan perusahaan itu. Jadi secara organisasi, kejujuran, integritas, dan transparansi, perusahaan-oerusahanan itu sebetulnya meragukan publik,” papar Uchok.

Catatan FITRA menunjukkan, bahwa belasan perusahan yang akan ikut tender ini pernah melakukan kerjasama dengan pemerintah. Tapi, banyak juga pemerintah pusat atau daerah yang merasa sangat kecewa dengan kinerja perusahan-perusahaan ini. Secara khusus, kesebelas perusahaan ini sebetulnya sangat diragukan oleh publik baik organisasi, kejujuran, integritas, dan transparansi.

Berikut catatan hitam Fitra terhadap sekian perusahaan tersebut:

1. PT. Pembangunan Perumahan pernah melakukan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat selanjutnya disebut UU 5/1999 dalam Tender Pembangunan Rumah Sakit Pendidikan (Teaching Hospital) Tahap II Universitas Hasanuddin Makassar Tahun Anggaran 2009.

2. Kerjasama Operasi (KSO) antara PT Wijaya Karya (Wika) dan PT Adhi Karya. Dimana, PT. Wijaya Karya pernah merugikan negara sebesar Rp. 10.45 miliar karena melakukan penundaan pelaksanaan pekerjaan pembangunan jalan layang dan jembatan Pasteur-Cikapayang-Surapati (Pasupati). Sedangkan, Perkembangan pembangunan Stadion Utama Sepak Bola (SUS) Gedebage di Kelurahan Rancanumpang, Kecamatan Gedebage melenceng dari target awal. padahal seharusnya sudah mencapai 2-3%. Tetapi pihak PT. Adhi Karya berdalil bahwa Kondisi cuaca nenyebabkan pengerjaan proyek sampai bulan April baru 1,5 persen.

3. PT Hutama Karya pernah mengalami kontral diputus oleh BRR NAD-Nias. Dengan Surat BRR NAD-Nias Nomor S-45/B.BRR.04.4.PPK-7/III/2009 tanggal 16 Maret 2009 menyebutkan PT HK diputus kontrak karena tak mampu menyelesaikan pekerjaan pembangunan jalan Tapaktuan-Batas Sumut seksi 2. Akibatnya jaminan HK berupa uang muka untuk pengembalian sisa uang muka dicairkan oleh BRR.

4. PT Waskita Karya, dimana dalam proses rencana restrukturisasi, ditemukan adanya rekayasa keuangan yaitu kelebihan pencatatan pada pos laba usaha Rp500 miliar pada tahun buku 2004-2008 kemudian, PT Jasa Marga Tbk membenarkan jalan ambles dan retak sepanjang 200 meter di proyek Jalan Tol Semarang-Ungaran Seksi I yang proyeknya dikerjakan oleh BUMN, PT Waskita Karya.Dimana, Seksi I sepanjang 11 kilometer, terdiri dari tiga paket. Ambles di paket II yang dikerjakan oleh Waskita Karya.

5. PT Nindya Karya. Dimana dalam pembangunan jalan sepanjang 33,5 km yang dimulai 27 Februari 2009 dan dikerjakan selama 365 hari kalender sesuai dengan kontrak no.KU.08/RRJP DAN K/GWT/30/2009 menelan biaya Rp 59.872.500.000 baru dikerjakan sekitar sembilan persen saja. Pembangunan ini mengalami keterlambatan.

6. Pihak pelaksana dari PT Duta Graha Indah, tidak mempunyai izin penimbunan lahan dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) untuk membangun jalan untuk jembatan menuju pusat pemerintahan Kepri di Pulau Dompak sehingga penyempitan alur sungai akibat tanah timbunan diatas lahan yang dipenuhi bakau itu tidak dipasangi batu pondasi terlebih dahulu.

7. PT Krakatau Engineering, dimana hanya pengerjaan proyek pembangunan terminal pelayanan BBM oleh PT Krakatau Engineering Cilegon-Jakarta pada lahan seluas 22 hektar itu kini telah mencapai 60 persen, di antaranya pengerjaan water PAM dan delapan buah tangki penyimpanan BBM masing-masing berkapasitas 10 sampai 15 ribu kilo liter untuk jenis solar, premium dan minyak tanah.

8. PT Tetra Konstruksindo, PR Abdi Mulia Berkah, T Jaya Konstruksi MP, dan PT Tiga Mutiara. Dimana keempat perusahaan hanya kegenitan untuk mengikuti tender pembangunan Gedung DPR. Dimana, kegenitan ke 4 perusahaan ini terlihat lantaran belum punya pengalaman memadai. Dan dalam tender pembangunan Gedung DPR ini hanya ikutan-ikutan alias meramaikan pasar tender saja.

“Dari persoalan diatas, kami dari Seknas Fitra meminta kepada DPR, dan Sekretariat Jenderal DPR untuk menunda pemenang tender pembangunan gedung DPR,” tukas Kordinator Investigasi dan Advokasi FITRA, Uchok Sky Khadafi melalui rilisnya, Minggu (27/3/2011).(ach/JP)

Akhirnya, Dibangun Juga

Akhirnya, Dibangun Juga

JAKARTA | SURYA Online – Sekretariat Jenderal DPR pasti atau positif akan membangun gedung baru di komplek parlemen dengan pagu anggaran Rp1,164 triliun mulai tahun anggaran 2011.

Sekretaris Jenderal DPR , Nining Indra Saleh mengatakan, pembangunan gedung baru DPR ini akan dilaksanakan dengan pola pembiayaan “multi years” selama tiga tahun hingga 2013.

“Proses pelaksanaan pembangunan gedung baru di DPR akan dimulai dengan pengumuman prakualifikasi secara terbuka di media massa, pada Senin, 14 Maret 2011,” kata Nining Indra Saleh kepada pers di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (11/3/2011).

Menurut dia, pengumuman secara terbuka di media massa baik cetak maupun elektronik ini merupakan wujud komitmen transparansi dari Sekretariat Jenderal DPR.

Setelah pengumuman di media massa, maka para kontraktor yang berminat sudah bisa memulai melakukan pendaftaran dan pengambilan dokumen kualifikasi.

Selanjutnya, kata dia, akan dilakukan pembukaan dokumen penawaran sampul pertama pada 5 Mei 2011 dan dilanjutkan dengan penetapan peserta lelang yang lulus evaluasi sampul pertama.

FITRA; DPR Pembohong dalam Soal Pembangunan Gedung Baru

FITRA; DPR Pembohong dalam Soal Pembangunan Gedung Baru

Jakarta, Pelita. Kordinator Investigasi dan Advokasi Seknas FITRA Uchok Sky Khadafi menyatakan DPR telah melakukan pembohongan publik terkait pembangunan gedung baru DPR. Hal ini berdasarkan pelelangan Gedung Baru DPR yang digelar kemarin (Senin, 7/3).

DPR membohongi publik karena mendasarkan alasan pembangunan gedung baru atas rekomendasi dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang menyatakan Gedung DPR miring 7 derajat. Kedua, pembohongan publik dilakukan DPR dengan mengumumkan anggaran pembangunan gedung tak lebih dari Rp1 triliun.
Demikian dinyatakan Uchok dalam rilisnya yang diterima Pelita, di Jakarta, Senin (7/3). Pertama, Kementerian PU tidak menyatakan gedung DPR miring 7 derajat. Kedua, dilihat dari perencanaan dan realisasi anggaran yang dikeluarkan DPR, anggaran pembangunan Gedung Baru DPR lebih dari Rp1 triliun atau tetap pada angka kisaran Rp1.8 triliun, jelas Uchok.

Dikatakan dia, kementerian PU juga hanya merekomendasi perbaikan teknik biasa, seperti mengusulkan pemasangan angkur untuk perbaikan hubungan antara dinding dengan balok supaya kolom yang retak agar tidak roboh.

Juga merekomndasikan marmer-marmer pada dinding perlu dipasang ulang dengan pengikat yang baik. Sementara untuk balok yang retak, diperbaiki dengan menyuntik epoxy resin, lalu dilanjutkan dengan perkuatan agar lebih tahan gempa, papar dia.

Seniali rumah mewah
Adapun soal anggaran, berdasar data dari BURT DPR, alat kelengkapan dewan, dan Sekjen DPR, pada 2010 Realiasasi Anggaran pembangunan gedung Baru DPR menyentuh angka Rp383.231.827.000.

Sedang pagu anggaran pembangunan gedung baru di 2011 sebanyak Rp800.000.000.000, dan di 2012 sebanyak Rp616.768.173.000. total realisasi dan pagu anggaran tetap Rp1,8 triliun, ungkap Uchok.

Berdasar semua hal itu, tegas Uchok, Seknas FITRA menilai, pembangunan gedung baru DPR tidak bisa dihentikan oleh DPR sendiri. Pasalnya, Seknas Fitra menduga sebagian anggota DPR telah menerima hadiah atau Fee dari pengusaha yang sanggup mengeluarkan biaya lebih dulu untuk pembangunan gedung baru DPR.

Alokasi anggaran pembangunan gedung sebesar Rp1,8 triliun, menurut Seknas Fitra jika dibagi dengan 560 anggota DPR, berarti ruang kerja setiap anggota DPR di gedung baru itu setara Rp3,2 miliar.

3,2 milyar itu setara harga rumah mewah di Jakarta. Lalau DPR masih ngotot betul-betul anggota DPR telah kehilangan hati nuraninya untuk membela pada rakyat miskin, papar Uchok.

Menurut dia, kalau alokasi anggaran itu direkolasi untuk program-program keluarga rakyat miskin, maka sebanyak 1,2 juta keluarga rakyat miskin akan memperoleh Rp1.500.000 setiap satu keluarga untuk membangun perekonomian mereka sendiri.

Karena itu kami dari Seknas FITRA meminta kepada DPR, kalau masih punya hati nurani, untuk menghentikan pembangunan gedung baru tersebut, sekarang juga! pungkas dia.(cr-14)

Setengah Terbuka, Setengah Tertutup

Setengah Terbuka, Setengah Tertutup

Rencana pembangunan gedung baru DPR kembali menyeruak di tengah hiruk-pikuk kerja parlemen. Lagi-lagi alasannya tenaga ahli. Tapi apapun latar belakangya, semestinya rencana ini didahului pemetaan dan kajian terhadap tata ruangan di gedung Nusantara I, II, dan III, apakah ia memungkinkan atau tidak untuk ditempati jika ada tambahan tenaga ahli. Anehnya, DPR justru berencana menyerahkan gedung Nusantara III kepada DPD tanpa alasan jelas. Jika pun diperlukan gedung baru, perlukah dengan desain semewah yang ditawarkan DPR.

Tapi, betulkah alasannya memang karena tenaga ahli? Bercermin dari pengalaman, setidaknya ada empat hal yang perlu dibenahi. Pertama, identifikasi kebutuhan DPR, Kedua, penetapan standar kompetensi. Ketiga, mekanisme seleksi/rekrutmen. Keempat, peran. Keempat, jumlah. Tiga hal pertama, harus dirumuskan dahulu, sehingga bisa diketahui jumlah ideal tenaga ahli yang dibutuhkan anggota DPR. Bisa jadi penguatan yang dibutuhkan bukan yang melekat pada anggota tetapi pada fraksi atau komisi. Kita belum mengetahui secara pasti. Pertanyaannya, dari mana DPR tiba-tiba mengetahui jumlah penambahan tenaga ahli, sehingga konsekwensinya memerlukan gedung baru?

Ini yang belum dilakukan DPR periode ini. Pengadaan tenaga ahli yang menjadi alasan akan dibangunnya gedung baru, tidak memberi pengaruh kinerja yang bisa dipertanggungjawabkan, selama hal-hal di atas tidak dibehani. Kita bisa melihat pencapaian legislasi yang sedang berjalan, tidak menunjukkan adanya indikasi membaik dari periode sebelumnya. Membenahi sistem, semestinya menjadi fokus DPR, jika memang berniat meningkatkan kinerja. Konsekwensinya, memang dipastikan akan ada penambahan tenaga ahli/staf ahli.

Sebenarnya, desain gedung baru yang beredar sekarang sudah ditolak DPR periode lalu. Desain gedung baru yang muncul saat ini merupakan produk yang dibuat PT Yodia Karya. Desain itu merupakan inisiatif dari Setjen DPR, bukan dari Tim Pengarah Penyusunan Grand Desain Komplek Parlemen. Tim Grand Design DPR periode 2004-2009, pada waktu itu menolak desain gedung baru ini  karena belum sampai pada spesifikasi pembuatan desain gedung baru, tetapi masih menyusun desain komplek parlemen secara keseluruhan dengan membuat ToR penyelenggaran sayembara nasional komplek parlemen.

Jadi alasan untuk pengadaan tenaga ahli jelas dibuat-buat kemudian, setelah alasan gedung miring dibantah habis-habisan oleh publik. Ada apa sebenarnya? Mempublikasikan rencana pembangunan saja tidaklah cukup. Alasan pembangunan, adalah  setengah ketertutupan lainnya yang perlu diungkap.