Saat ini, DPR dan Pemerintah sedang membahas Rancangan Undang-Undang tentang Organisasi Masyarakat (RUU Ormas) yang berpotensi membatasi hak semua orang untuk berkumpul dan berorganisasi. Siapapun anda, baik warga negara Indonesia maupun bukan warga negara Indonesia, ketika berkumpul bersama dua orang lain, memiliki kesamaan tujuan dan minat, maka anda wajib mendaftarkan komunitas, kelompok maupun organisasi anda ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), atau Gubernur, atau Bupati/Walikota dan harus membuat akta notaris. Tidak hanya itu, apapun komunitas atau kelompok anda harus memenuhi banyak syarat, seperti membuat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), surat pernyataan tidak berafiliasi dengan partai politik, untuk mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Setiap komunitas atau kelompok yang ada di Indonesia harus memiliki SKT menurut RUU ini. Jika tidak, maka komunitas, kelompok atau organisasi anda tidak dapat beraktifitas.

Ketentuan tadi hanya salah satu dari banyak ketentuan lain dalam RUU Ormas yang membatasi hak untuk berorganisasi. Berorganisasi atau berkumpul merupakan hak setiap orang tanpa terkecuali, jika ini merupakan hak, maka selayaknya negara/pemerintah memfasilitasi dan memberikan perlindungan, bukan memberikan batasan dan kewajiban yang memberatkan.

Tidak hanya wajib daftar, semua organisasi, kelompok, atau komunitas di Indonesia juga bisa dibekukan bahkan dibubarkan dengan ukuran yang bisa di tarik-ulur oleh pemerintah atau aparat penegak hukum. Jika RUU ini disahkan, mungkin saja kelompok anda menjadi kelompok yang Illegal (karena tidak memiliki SKT), kelompok terlarang (karena kritis), atau bahkan kelompok yang terancam dibekukan dan/atau dibubarkan.

Jika alasan awal pembuatan RUU ini untuk membubarkan organisasi pelaku kekerasan, tentu ini tidaklah tepat. Indonesia mempunya Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) yang bisa menjerat pelaku, yang turut serta, yang memerintahkan suatu tindak kejahatan, ataupun yang menyatakan permusuhan ataupun kebencian terhadap suatu golongan secara terbuka di muka umum. Jika ketentuan ini diterapkan, sebenarnya organisasi yang selama ini aktif melakukan tindak kekerasan, seluruh anggota dan pimpinannya bisa ditangkap dan dijerat sanksi pidana sesuai ketentuan yang berlaku. Namun faktanya aparat penegak hukum kita tidak menjalankannya bukan? Jika organisasi yang selama ini aktif melakukan kekerasan akan dibubarkan dengan RUU ini, apakah ada jaminan organisasi tersebut tidak lagi melakukan kekerasan? Jika berganti nama baru, karena pelaku dan pembuat rencananya tidak ditangkap, bukankah masih bisa melakukan kekerasan lagi?

Perlu anda ketahui, organisasi masyarakat (ormas) sesungguhnya hanyalah istilah praktek, yang tidak dikenal secara hukum. Bentuk organisasi atau kelompok yang dikenal secara hukum hanyalah yayasan (untuk kumpulan harta/benda/kekayaan) dan perkumpulan (untuk kumpulan orang). Perkumpulan bisa berbadan hukum (jika organisasi membutuhkannya), bisa juga tidak. Yang berbadan hukum mendaftarkan diri di Kementerian Hukum dan HAM, sedangkan yang tidak berbadan hukum tidak usah mendaftar tapi tetap dilindungi oleh UUD 1945.

Makhluk ormas sesungguhnya dihadirkan di Indonesia pada zaman Orde Baru. Ormas dijadikan alat oleh pemerintah untuk menghimpun organisasi-organisasi dan mengawasinya. Saat itu, tidak boleh ada organisasi yang mengawasi atau bahkan mengkritisi kinerja atau program pemerintah. Jika mengawasi atau mengkritisi akan dibubarkan dan dilarang. Pemerintah paling benar dan pemerintah paling berkuasa. Jika RUU Ormas disahkan apakah di era reformasi ini akan dihidupkan lagi makhluk Ormas?

Saat ini, pembahasan RUU Ormas sudah sampai ke tingkat Panitia Kerja (Panja). Tinggal menghitung bulan, bahkan menghitung hari, RUU ini akan disahkan. Namun sebelum terlambat, anda tetap bisa berpartisipasi menyuarakan:

1. Meminta negara untuk memberikan perlindungan dan menghormati hak kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta berekspresi secara damai (peaceful association) sabagai hak asasi dari setiap warga negara.
2. Meminta kepada DPR dan Pemerintah mencabut UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan karena tidak sesuai dengan semangat demokrasi dan bertentangan dengan konstitusi negara Republik Indonesia.
3. Meminta DPR dan Pemerintah untuk menghentikan pembahasan RUU Ormas yang secara substansi tidak sesuai dengan kerangka hukum pengaturan organisasi masyarakat sipil.
4. Mendorong percepatan penyusunan dan pembahasan RUU Perkumpulan yang memberikan kepastian hukum dan menjamin kebebasan berserikat, berkumpul dan berekspresi bagi seluruh warga negara sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan nilai-nilai hak asasi manusia.

http://www.change.org/id/petisi/panitia-kerja-ruu-ormas-membatalkan-pengesahan-ruu-ormas