Rencana pengesahan RUU Ormas, akhirnya ditunda. Sejumlah fraksi partai politik di DPR belum sepakat terkait dengan isi di sejumlah pasal. Anggota DPR RI, dari FPKS, yang juga anggota Baleg, Indra, mengatakan, Setelah reses dibahas ulang karena beberapa item yang tidak bisa dipakai. Berkaitan dengan redaksional. Menurutnya, ada beberapa hal yang juga krusial yaitu penetapan syarat azas pembentukan ormas juga masih diperdebatkan. Apakah azas tunggal, dalam hal ini merujuk Pancasila, atau multi azas.

Sebelumnya, Koalisi Kebebasan Berserikat, Ronald Rofiandri, mengajak seluruh masyarakat Indonesia menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Organisasi Masyarakat (Ormas) yang tengah dibahas DPR. Ajakan penolakan tersebut digulirkan Ronald melalui petisi online yang dapat diakses siapapun untuk memberikan tanda tangan sebagai sikap penolakan. “Mohon dukungan dan penyebarluasan petisis online penolakan RUU Ormas melalui http://www.change.org/id/petisi/panitia-kerja-ruu-ormas-membatalkan-pengesahan-ruu-ormas.

Menurutnya, RUU Ormas harus ditolak karena sejak awal, konsep “Ormas” sendiri sudah salah kaprah dan salah arah, yankni Ormas adalah makhluk politik karya Orde Baru. Ormas diciptakan bersamaan dengan paket UU Politik dan hasil desain Orde Baru guna membatasi hak sosial dan hak politik saat itu. “Kalau secara sejarah saja sudah cacat, kenapa kemudian harus direproduksi dan dipertahankan melalui RUU Ormas?” cetus Ronald.

Namun demikian, Ronal menegaskan, penolakan tersebut bukan berarti karena kehidupan berserikat dan berorganisasi tidak bisa diatur. Tapi, perlu kerangka hukum yang tepat dan relevan, yaitu UU Yayasan dan UU Perkumpulan.

Selain itu, RUU Ormas juga harus ditolak karena berpotensi membatasi hak semua orang untuk berkumpul dan berorganisasi. Siapapun anda, baik warga negara Indonesia maupun bukan warga negara Indonesia, ketika berkumpul bersama dua orang lain, memiliki kesamaan tujuan dan minat, maka anda wajib mendaftarkan komunitas, kelompok maupun organisasi anda ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), atau Gubernur, atau Bupati/Walikota dan harus membuat akta notaris.

Tidak hanya itu, apapun komunitas atau kelompok Anda harus memenuhi banyak syarat, seperti membuat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), surat pernyataan tidak berafiliasi dengan partai politik, untuk mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Setiap komunitas atau kelompok yang ada di Indonesia, harus memiliki SKT menurut RUU ini. Jika tidak, maka komunitas, kelompok atau organisasi anda tidak dapat beraktivitas.

Menurutnya, ketentuan tadi hanya salah satu dari banyak ketentuan lain dalam RUU Ormas yang membatasi hak untuk berorganisasi. Berorganisasi atau berkumpul merupakan hak setiap orang tanpa terkecuali, jika ini merupakan hak, maka selayaknya negara atau pemerintah memfasilitasi dan memberikan perlindungan, bukan memberikan batasan dan kewajiban yang memberatkan.

Berdasarkan keterangan alasan dalam petisi tersebut, tidak hanya wajib mendaftar, semua organisasi, kelompok atau komunitas di Indonesia juga bisa dibekukan, bahkan dibubarkan dengan ukuran yang bisa di tarik-ulur oleh pemerintah atau aparat penegak hukum. Jika RUU ini disahkan, mungkin saja kelompok Anda menjadi kelompok yang Illegal (karena tidak memiliki SKT), kelompok terlarang (karena kritis), atau bahkan kelompok yang terancam dibekukan, dan atau dibubarkan.

Jika alasan awal pembuatan RUU ini untuk membubarkan organisasi pelaku kekerasan, tentu ini tidaklah tepat. Indonesia mempunya Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) yang bisa menjerat pelaku, yang turut serta, yang memerintahkan suatu tindak kejahatan, ataupun yang menyatakan permusuhan ataupun kebencian terhadap suatu golongan secara terbuka di muka umum.

Jika ketentuan ini diterapkan, sebenarnya organisasi yang selama ini aktif melakukan tindak kekerasan, seluruh anggota dan pimpinannya bisa ditangkap dan dijerat sanksi pidana sesuai ketentuan yang berlaku.

Sebelum terlambat, anda tetap bisa berpartisipasi menyuarakan:

1. Meminta negara untuk memberikan perlindungan dan menghormati hak kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta berekspresi secara damai (peaceful association) sabagai hak asasi dari setiap warga negara.

2. Meminta kepada DPR dan Pemerintah mencabut UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan karena tidak sesuai dengan semangat demokrasi dan bertentangan dengan konstitusi negara Republik Indonesia.

3. Meminta DPR dan Pemerintah untuk menghentikan pembahasan RUU Ormas yang secara substansi tidak sesuai dengan kerangka hukum pengaturan organisasi masyarakat sipil.

4. Mendorong percepatan penyusunan dan pembahasan RUU Perkumpulan yang memberikan kepastian hukum dan menjamin kebebasan berserikat, berkumpul dan berekspresi bagi seluruh warga negara sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan nilai-nilai hak asasi manusia. (IS)