FAQ

Pertanyaan 1

Siapakah Pengelola Website kebebasaninformasi.org?

Sejak tahun 2010, Website ini dikelola oleh Indonesian Parliamentary Center (IPC). IPC merupakan bagian dari Freedom of Information Network Indonesia (FoINI).

Website ini telah ada sejak tahun 2005, dikelola oleh Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP). Saat itu, LSPP merupakan koordinator  jaringan Koalisi Untuk Kebebasan Memperoleh Informasi (KMI).

Sebelum membuat website, Koalisi KMI membuat blog yang bernama kebebasan-informasi.blogspot.com, sebagai media informasi aktivitas koalisi.

Pertanyaan 2

Bagaimana cara berpartisipasi di web ini?

Anda dapat berpartisipasi dengan cara:

1. Memberikan komentar pada berita, melalui website ini, facebook: kebebasan informasi, atau akun twitter @foiindonesia,

2. Mengirimkan opini atau artikel ke atau info@kebebasaninformasi.org

Selain itu, Anda dapat mengundang kami untuk menjadi narasumber atau fasilitator tentang Keterbukaan Informasi Publik. Kami bersama jaringan yang ada di beberapa daerah di Indonesia, akan siap membantu.

Pertanyaan 3

Apakah penulis artikel atau opini, akan mendapatkan honor?

Tidak. Partisipasi publik ke web ini dilakukan secara sukarela

Pertanyaan 4

Bentuk informasi yang dapat diterima, apa saja?

Berita atau opini secara tertulis baik secara singkat maupun mendalam dan foto yang terkait dengan keterbukaan informasi

Pertanyaan 5

Siapa saja yang saat ini menjadi tim redaksi?

Arbain, Erik Kurniawan, Mukhlisin, dan Dessy Eko Prayitno. Tim Redaksi

 

Tentang Kami

Tentang Kami

Tentang Website

Website www.kebebasaninformasi.org merupakan media yang kami dedikasikan untuk mendorong keterbukaan informasi publik sebagaimana dimandatkan oleh UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

Keterbukaan informasi sebagaimana dikehendaki oleh UU KIP adalah aktifnya Badan-badan Publik membuka berbagai informasi yang dikuasainya, sekaligus responsif terhadap partisipasi masyarakat. Di sisi lain, UU KIP juga memberikan jaminan hak yang kuat bagi warga untuk mendorong keterbukaan dari Badan-badan Publik melalui mekanisme permintaan.

Media ini menyediakan ruang bagi semua pihak, baik Badan Publik maupun masyarakat, untuk berbagi cerita dan pengalaman tentang praktik-praktik keterbukaan yang pernah dilakukan. Dengan demikian akan terjadi proses pembelajaran secara terus menerus, sehingga keterbukaan informasi dapat berlangsung secara massif, serta dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Tentang FoI-NI

Freedom of Information Network Indonesia (FOINI) merupakan jaringan organisasi masyarakat sipil dan individu yang intensif mendorong keterbukaan informasi di Indonesia. Saat ini FOINI terdapat di 11 simpul provinsi dengan koordinator tingkat nasional berkedudukan di Jakarta. Selengkapnya

Tentang Redaksi

Coordinator

Arbain

“Meriam penjajah ini perlu dirawat, tapi tidak untuk mental inlander. Rakyat seharusnya memandang aparatur negara sebagai abdi negara, pelayan rakyat. Jadi, jangan takut jika hanya meminta informasi publik. Itu hak kita.”

Manajement Content

 Mukhlisin

“Teknologi informasi merambah begitu pesatnya, hingga ke pelosok desa. Tantangannya, bagaimana mensinergiskannya dengan upaya membangun kesadaran publik terhadap hak-haknya.”

Newswriter

Erik

“Pemilu yang transparan, akan menentukan kualitas pejabat publik terpilih. Karena itu, lembaga penyelenggaranya perlu didorong agar terbuka. Sebagai badan publik, KPU wajib tunduk pada UU KIP.”

Newswriter

Eko

“Seperti para supporters the Gunners! Bisa gak ya, dukungan rakyat pada UU KIP, seperti itu. Jawabnya, bisa. Kita perlu penyadaran yang massif dan momentum. Tapi momentum, bukan untuk ditunggu. Kitalah yang menciptakannya. Tidak bisa berharap dari sosialisasi yang bussiness as usual ala pemerintah.”

Minta Informasi Dikasih Kartu Jamkesda

Minta Informasi Dikasih Kartu Jamkesda

Kepala Puskesmas Desa Kuripan Induk Kabupaten Lombok Barat tampak terkejut sesaat setelah menerima surat permohonan informasi dari Kelompok Perempuan Maju Dusun Dua Pelet. Selama menjabat sebagai kepala Puskesmas, baru saat itu dia menerima surat semacam itu. Keterkejutan itu mungkin wajar, mengingat dia belum paham dan akrab dengan keberadaan Undang-Undang Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

Kelompok Perempuan Maju mengajukan permohonan informasi pada 29 Februari 2013 tentang data penerima Jaminan Kesehatan Dearah (Jamkesmasda) di desa tersebut. Dalam surat permohonan informasi yang disampaikannya, kelompok ini juga menanyakan kejelasan warga yang pada bulan Februari kartu Jamkesda-nya masuk masa kadaluarsa.

Meskipun pada awalnya terkejut, namun selanjutnya respon kepala Puskesmas sangat positif. Keesokan harinya, dia menelepon ketua kelompok agar mengambil 300 kartu Jamkesda untuk dibagikan kepada warga yang berhak mendapatkannya. Pada hari itu juga ke-300 kartu tersebut dibagikan.

Berkaitan dengan kartu Jamkesda yang telah habis masa kadaluarsanya, kepada ketua kelompok, kepala Puskesmas menjanjikan secara lisan akan tetap memberlakukannya dan akan tetap melayani jika ada warga yang berobat, hingga diterbitkannya kartu yang baru.

Bukannya tidak percaya dengan janji lisan tersebut, namun demi kepastian kebijakan, ketua kelompok meminta kepada kepala Puskesmas untuk menyatakannya secara tertulis. Selain itu, kepala Puskesmas diharapkan dapat mengeluarkan kebijakan yang memperbolehkan warga yang belum memiliki kartu Jamkesda cukup menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) untuk mendapatkan jaminan kesehatan. Prosedur pengurusan SKTM tidak memerlukan birokrasi yang berbelit, namun cukup sampai tingkat desa saja.

Sumber: pattirocati.wordpress.com