Hanya 5 dari 10 partai politik di DPR yang kooperatif terhadap informasi yang wajib dilaporkan kepada pemerintah. Partai Demokrat dan Partai Golongan Karya tidak mematuhi aturan itu.

“Hanya lima partai yang bersedia memberikan laporan pendanaannya. Partai Demokrat dan Partai Golkar tidak bersedia,” kata peneliti Transparansi Internasional Indonesia Putut Aryo Saputro dalam peluncuran Indeks Transparansi Pendanaan Partai Politik, Selasa (16/4).

Lima partai yang bersedia disurvei TII dan Komisi Informasi Pusat adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Hati Nurani Rakyat. Sedangkan Partai Keadilan Sejahtera hanya melakukan proses komunikasi tetapi tidak bersedia membuka diri untuk proses assessment dan audiensi.

Berdasarkan survei, PDIP, Partai Gerindra, dan PAN paling transparan dengan nilai 4,00. PKB dan Partai Hanura masuk kategori belum transparan dengan skor di bawah 3,00. “Yang mendongkrak nilai tiga partai itu dalam indeks transparansi pendanaan partai politik adalah mempublikasikan informasi yang wajib tersedia melalui website partai masing-masing,” kata Putut.

Peneliti Indonesia Corruption Watch Lucky Djati mengatakan, harus ada sanksi bagi partai politik yang tidak memberikan laporan pendanaan. Sayang ketentuan ini belum tercantum dalam UU Pemilu dan UU Partai Politik. “Ketiadaan sanksi membuat parpol tidak mau melaporkan pendanaannya. Padahal ini rawan kecurangan.”

TII mendesak partai politik yang belum diketahui tingkat transparansinya membuka diri dan bekerja sama dengan Komisi Informasi. Diharapkan parpol-parpol tersebut bergabung dalam pelaksanaan survei berikutnya.

“Parpol harus mematuhi UU Partai Politik dan UU Keterbukaan Informasi Publik. Jika tidak patuh, maka jangan salahkan jika masyarakat beranggapan parpol melakukan kecurangan dalam memperoleh dana,” kata Lucky Djati. (E4)

http://www.vhrmedia.com