Sebanyak 11 mahasiswa dari Universitas Putra Batam, diwakilkan oleh Nampat Silangit, yang merasa bahwa nilai mata kuliah mereka telah direkayasa oleh pihak Universitas meminta pihak Universitas untuk memberi penjelasan atas nilai mata kuliah tersebut.

Setelah proses perdebatan dan permintaan yang cukup panjang mengenai status informasi yang diminta oleh para mahasiswa ini, Komisi Informasi Kepulauan Riau memutuskan bahwa informasi tersebut merupakan informasi publik dan mewajibkan pihak universitas untuk segera memberikan informasi yang diminta kepada pemohonberupa salinan lembar jawaban ujian tengah semester 5 untuk 8 mata kuliah dan salinan lembar soal ujian tengah semester 5 untuk 8 mata kuliah(Putusan KI Nomor 003/VII/KI-Kepri-PS/2013 Pasal 2.2).

Pihak Universitas yang tidak terima atas putusan KI tersebut kemudian melakukan banding ke Pengadilan Negeri Setempat yang kemudian mengadakan mediasi selama 3 kali namun tidak ditemukan kesepahaman antara dua belah pihak. Sementara usaha atas permintaan informasi ini dilaksanakan, pihak universitas di sisi lain telah mengeluarkan surat yang menyatakan bahwa dari 11 mahasiswa yang mengajukan informasi terdapat 2 mahasiswa yang dikeluarkan (Drop Out) dan 5 mahasiswa yang diskors dengan tuduhan yang sama “melanggar tata tertib UPB bab IV pasal 5 butir 16: bersikap dan bertindak yang dapat merongrong dan menjatuhkan nama baik almameter UPB” (berdasarkan Peraturan Universitas Putra Batam bab IV pasal 5 butir 16)”.

Alasan kenapa terdapat perbedaan hasil skorsing dan DO di antara mahasiswa tersebut pun tidak jelas dan tidak ada penjelasan tambahan dari pihak universitas mengenai hal tersebut. Usaha para mahasiswa yang dikenakan hukuman, baik DO maupun skorsing, untuk menyanggah tuduhan tersebut pun tidak ditanggapi oleh pihak universitas. Proses pengambilan keputusan di tingkat universitas melalui Rapat Senat yang sepihak dan tidak melibatkan pihak berwenang merupakan pelanggaran atas Hak Asasi Manusia.

Perguruan tinggi harus berada di garis terdepan dalam mengimplementasikan dan mendorong keterbukaan. Ya, karena perguruan tinggi merupakan badan publik yang tunduk pada UU No. 14 Tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik. Lebih dari itu, kampus semestinya bagian utama dari sistem kaderisasi sumber daya manusia sebuah bangsa, menjadi tempat dimana karakter baik dibentuk, seperti keterebukaan kejujuran, dan nilai-nilai spritualitas dan kemanusiaan. Kampus semestinya wadah dimana panggilan hidup mahasiswa ditemukan dan semangat perubahan menyeruak. Begitulah, kampus semestinya.

Sayangnya, kesemestian itu hari ini kosong melompong, di banyak institusi pendidikan. Betapa tidak, hanya untuk tahu nilai ujian, mahasiswa justru dihadiahi pemberhentian. Lembaga pendidikan di ambang batas keberadaban! Ironis.