Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik

Peraturan KI No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik

Penjelasan Peraturan KI No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik

 

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(Silakan Klik Nama Lampiran Untuk Membuka Secara Lengkap)

Lampiran 1: Daftar Badan Publik

Lampiran II: Daftar Informasi Publik

Lampiran III: Formulir Permohonan Informasi Publik

Lampiran IV: Format Registrasi Permohonan Informasi

Lampiran V: Pemberitahuan Tertulis

Lampiran VI: Formulir Penolakan Permohonan Informasi

Lampiran VII: Formulir Keberatan

Lampiran VIII: Format Register Keberatan

 

Susahnya Mencari Informasi Buruh Migran di Cirebon

Susahnya Mencari Informasi Buruh Migran di Cirebon

Sosialisasi UU Keterbukan Informasi Publik (KIP) dibeberapa daerah terkesan mewah dan glamor. Namun apakah sosialisasi yang menghabiskan anggaran pemerintah yang tidak sedikit tersebut dibarengi dengan implementasinya? Ternyata tidak.

Hal tersebut dibuktikan oleh Ahmad Rovahan, Aktifis Jingga Media Cirebon. Menggunakan UU KIP Rovahan mencari buruh migran yang berada di wilayah III Cirebon (Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan).

Pada proses pencarian informasi awal, ternyata pemerintah daerah masih belum siap melaksanakan keterbukaan informasi publik. Hal tersebut dibuktikan dengan belum adanya website lembaga daerah. Dari 4 daerah (Cirebon, Indramayu, Kuningan, dan Majalengka) ternyata baru dua daerah yang memilik website. Dan yang mengecewakan, beberapa daerah yang memilik website ternyata hanya menggunakan website gratisan atau blog.

Tidak hanya itu, ternyata Disnakertrans Wilayah III Cirebon tidak memiliki Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Rovahan yang sempat meminta informasi di  Disnakertrans Kabupaten Cirebon, petugas dinas bahkan tidak mengerti tentang PPID. Begitu juga dengan tanggapan atas permintaan informasi, jawaban yang diberikan tidak memuaskan dengan proses yang berbelit-belit.

“Hambatan lain ketika saya akan meminta informasi pada lembaga yang berada di luar daerah adalah ketidakjelasan alamat kantor lembaga tersebut” pungkas Rovahan.

Fathulloh: KJRI Hongkong Abaikan UU KIP

Fathulloh: KJRI Hongkong Abaikan UU KIP

Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) bersama Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) di Malang, Wonosobo, dan Indramayu, LAKPESDAM NU Cilacap, Infest Yogyakarta, Paguyuban Buruh Migran dan Perempuan Seruni Banyumas, Serikat Paguyuban Petani Qoryah Thoyyibah (SPPQT) Salatiga, LBH Yogyakarta, dan Jingga Media Cirebon, sejak 26 Januari 2013 telah merancang gerakan permintaan informasi publik. Bagaimana proses dan hasilnya, berikut Wawancara kami dengan Fathulloh, Pegiat Pusat Sumber Daya Buruh Migran.

Gerakan permintaan informasi oleh buruh migran ini berlangsung massif. Selain di Indonesia, di luar negeri juga?

Ya, di luar negeri juga. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Hong Kong yang tergabung dalam Tim 11 juga meminta hak informasi dengan cara mendatangi dan mengirim surat kepada badan-badan publik.

Organisasi-organisasi tenaga kerja Indonesia di Hongkong yang melakukan permintaan informasi ini, apa saja?

Ada Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI), Indonesian Migrant Workers Union (IMWU), Persatuan BMI Tolak Overcharging (PILAR), dan Liga Pekerja Migran Indonesia (LIPMI). Selain itu juga jejaring organisasi TKI di Hong Kong .

Informasi apa yang diminta?

Ada 150 lebih jenis permintaan informasi telah dikirim ke badan-badan publik seperti Kemeterian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) dan unit kerja turunannya di daerah, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dan unit kerja turunannya di daerah, Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Dirjen Imigrasi, dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hong Kong. Intinya terkait tata kelola penempatan dan perlindungan TKI. Sejak Terhitung hingga Mei 2013 lalu.

Apakah badan publik tersebut memberikan tanggapan yang cukup baik?

Ya, beragamlah. Mayoritas memang belum memberikan tanggapan. Sebagian ada yang memberikan respon. Misalnya, BNP2TKI, PPID-nya berupaya memberikan beberapa dokumen yang diminta. Kemenkumham juga meneruskan surat permintaan informasi tentang pencekalan TKI kepada Dirjen Imigrasi dan beberapa hari kemudian Dirjen Imigrasi membalas.

Yang tidak memberikan tanggapan, lembaga mana?

Kemenakertrans dan KJRI Hong Kong.

Kemenakertrans lama baru ngasih respon. Kami masukkan surat dari Februari, tapi Mei 2013 baru ada jawaban dari Kemenakertrans.Nah, yang parah. KJRI Hong Kong. Mereka mengabaikan. Tak ada balasan sama sekali. Bahkan surat keberatan yang sudah dikirim sejak 7 April 2013 pun diabaikan.

Sikap ini, mencerminkan mutu pelayanan KJRI Hongkong?

KJRI Hong Kong

Kantor KJRI Hong Kong

Ya, jika informasi yang diminta aja diabaikan, apalagi terhadap informasi yang wajib disediakan?

Apa langkah selanjutnya?

Pertama, kami sudah mengajukan gugatan. Akan ada sidang gugatan jarak jauh, antara kami dan KJRI Hongkong, itu janji KI Pusat. Kedua, kami akan terus mensosialisasikan UU KIP kepada buruh migran. Banyak dari mereka yang terabaikan haknya karena minimnya informasi. Gerakan minta informasi ini, perlu dimassifkan.

Laporan Uji Akses Informasi Publik Sektor Ketenagakerjaan

Laporan Uji Akses Informasi Publik Sektor Ketenagakerjaan

IMG_2780
Laporan ini berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh Jaringan Kerja Buruh Migran untuk Keterbukaan Informasi Publik yang terdiri dari Infest Yogyakarta, Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM), Lakpesdam-NU Cilcacap, Paguyuban Peduli Buruh Migran dan Perempuan Seruni Banyumas, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Jingga Media Cirebon, Medialink Jakarta, Indonesian Migran Workers Union (IMWU) Hong Kong, Asosiasi Buruh Migran Indonesia (ATKI) Hong Kong, dan Persatuan BMI Tolak Overcharging (PILLAR) Hong Kong.
.
Proses pemantauan impelementasi UU KIP dilakukan dengan mengajukan permintaan informasi kepada badan-badan publik, dengan cara tertulis, telepon, media sosial, dan tatap muka. Selain itu, dengan mendatangi langsung badan publik terkait untuk mengetahui sejauhmana kesiapan PPID di lembaga tersebut.

Ruang Lingkup Pemantauan Proses pemantauan ini mencakup beberapa aspek, yaitu: (1) penelusuran kesiapan kelembagaan PPID; (2) pelacakan kelengkapan informasi melalui media website lembaga publik, dan; (3) tanggapan lembaga publik atas permintaan informasi. Kesemua aspek diharapkan memberi gambaran terperinci tentang kesiapan dan implementasi keterbukaan informasi. Pemeriksaan juga diharapkan menemukan rincian pola penerapan pada masing-masing lembaga.

Proses pemantauan ini dilakukan di Indonesia dan di luar negeri (Hong Kong). Di Indonesia uji informasi menyasar lembaga-lembaga di tingkat nasional dan daerah. Sementara di luar negeri, uji informasi menyasar secara spesifik Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hong Kong.

Berikut daftar badan publik yang disasar uji akses informasi publik

Nasional

Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Jawa Barat

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Cirebon, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indramayu, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Majalengka Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kuningan.

Jawa Tengah

BP3TKI Jawa Tengah; Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Banyumas; Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Cilacap.

Jawa Timur

Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (UPTP3TKI) Surabaya, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Malang.

Yogyakarta

Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Yogyakarta, Kantor Imigrasi Kelas II Yogyakarta, Hong Kong Konsulat Jenderal Republik Indonesia.

Selengkapnya, lihat laporan berikut:

Buka Informasi Publik Untuk Buruh Migran!

Buka Informasi Publik Untuk Buruh Migran!

Hak atas informasi atau hak untuk memperoleh informasi merupakan bagian dari hak asasi manusia yang diatur dalam pasal 28 F Undang-undang Dasar 1945. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan mendapatkan infromasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Informasi di dalam negara demokrasi memegang peranan penting dalam membangun partisipasi warga dan mendorong pemerintahan yang demokratis,  transparan, efektif, efisien dan bertanggungjawab.

Sayangnya hingga kini, lembaga publik di Indonesia masih identik dengan ketertutupan. Tidak terkecuali lembaga publik yang menangani sektor migrasi ketanagakerjaan. Buruh Migran Indonesia (BMI) yang sering disebut sebagai “pahlawan devisa” hingga saat ini masih mengalami persoalan pelik seputar ketersediaan informasi. Akibatnya, banyak BMI yang dirugikan atas ketidaktransparanan ini. Demikian yang terungkap dalam Laporan Pemantauan Keterbukaan Informasi Publik Di Sektor Migrasi Ketenagakerjaan 2013.

Laporan yang disusun atas kerjasama Infest, Pusat Sumber Daya Buruh Migran, MediaLink, dan Yayasan TiFA tersebut mengungkapkan beberapa kasus yang terjadi akibat minimnya informasi ketenagakerjaan adalah daftar pengguna jasa bermasalah. Padahal UU Nomor 39 tahun 2004 mewajibkan pihak KJRI secara berkala menginformasikan daftar pengguna jasa bermasalah dalam daftar hitam. Kasus lain adalah persoalan Kartu Tanda Kerja Luar Negeri (KTKLN). Beberapa serikat buruh Migran seperti Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Pusat Sumber Daya Buruh Migran serta jaringan kerja BMI menyatakan adanaya kesimpangsiuran informasi sehingga menimbulkan pelanggaran pada bidang ini.

Informasi terkait pengawasan pihak swasta yang terkait dengan penempatan BMI, seperti PPTKIS dan konsorsium asuransi juga sangat sulit ditemukan dalam berbagai saluran informasi. Hal ini tentu akan memperbesar kemungkinan BMI menjadi objek pelanggaran hukum. Janji BNP2TKI yang menerapkan sistem daftar hitam (black list) PPTKIS hingga saat ini pun tak kunjung membuahkan hasil.

Persoalan lain adalah informasi yang dikeluarkan oleh masing-masing badan publik yang kontradiktif antara satu dan yang lain. Secara umum, Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) dan BNP2TKI adalah dua lembaga yang secara spesfik mengurusi bidang tersebut. Di daerah, kedua lembaga tersebut memiliki turunan serupa yang mengurusi bidang ini, seperti Badan Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI)di Provinsi dan Dinas Tenaga Kerja. Kementrian Luar Negeri (Kemlu), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementrian Sosial (Kemsos) dan kepolisian adalah deret lembaga publik yang turut mengurusi isu ini. Ditingkat daerah dari 18 BP3TKI hanya 3 yang mempunyai website.

Oleh sebab itu, paling tidak ada dua persoalan besar dalam persoalan buruh migran. Pertama, adalah ketersediaan informasi oleh lembaga publik yang bertanggung jawab. BNP2TKI, Kemenakertrans, dan Kemenlu harus memperkuat koordinasi untuk memperkuat informasi yang dibutuhkan oleh BMI. Kedua, Akurasi Informasi yang disampaikan harus benar-benar valid supaya tidak terjadi kontradiksi informasi.

Dengan mengupayakan implementasi UU KIP di sektor buruh migran, diharapkan dapat mendorong transparansi dan akuntabilitas lembaga publik terkait. Serta meningkatkan kontrol publik terhadap kinerja lembaga publik  dalam bidang buruh migran.