Koalisi FoINI Dorong Kemandirian Komisi Informasi

Koalisi FoINI Dorong Kemandirian Komisi Informasi

Jakarta – Koalisi Freedom of Information Network Indonesia (FoINI) menilai Komisi Informasi (KI) belum mandiri karena sekretariat dan anggaran masih di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Akibatnya lembaga tersebut tak bisa meningkatkan kualitas pegawainya.

Hal tersebut mengemuka pada diskusi terbatas di Hotel Harris, Tebet, Jakarta, Jumat (4/4). Diskusi yang digelar IPC tersebut, merumuskan strategi dan argumentasi untuk mendukung kemandirian komisi itu.

Menurut peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Dessy Eko Prayitno, diskusi tersebut memberi bekal FoINI untuk mengadvokasi kemandirian KI. Ada empat hal yang disasar untuk advokasi KI, yaitu

  1. Kemandirian dalam rekrutmen anggota dan pegawai
  2. Kemandirian KI di antara lembaga negara lain
  3. Kemandirian secara hukum administrasi negara dalam penganggaran dan kepegawaian
  4. Proyeksi KI untuk melaksanakan fungsi pelindung data pribadi

Sementara mantan Anggota Komisi Informasi, Ahmad Alamsyah Saragih  berpendapat, kemandirian KI diukur sesuai amanat  undang-undang yang menyatakan KI harus mandiri dalam memutus sengketa. Jika hal tersebut dilaksanakan, menurut Alamsyah, KI sudah independen.

Diskusi tersebut diikuti sejumlah lembaga yang tergabung dalam FoINI antara lain Sekretariat Nasional Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran  (Seknas FITRA), Indonesia Corruption Watch (ICW), Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO), Transparency International Indonesia (TII), Media Link, Yappika, dan mantan anggota Komisi Informasi. [AA]

IBC Riset Kinerja KPU

IBC Riset Kinerja KPU

Jakarta,
Indonesia Budget Center (IBC) menggelar focus group discussion (FGD) di Sofyan Hotel, Jalan Dr Soepomo SH, No 23, Tebet, Jakarta, Kamis (3/4). FGD tersebut dilakukan untuk menyusun panduan studi anggaran dan logistik Pemilu 2014.

Menurut peneliti di IBC Roy Salam, melalui FGD ini diharapkan memberikan input atau masukan pada draf atau panduan yang sudah disusun. Draf tersebut akan menjadi pegangan mitra lokal atau peneliti lokal untuk melakukan studi atau riset.

Roy berharap, FGD ini juga bisa mengupdate informasi-infoemasi penting tentang perkembangan logistik dana pemilu. Juga mendapat metode-metode baru yang menarik dan bagaimana membangun koordinasi tim dalam sebuah penelitian.

“Seperti tadi mendapat masukan membuat jurnal, menurut saya juga didapatkan dalam FGD ini. Dan ini sangat memberikan masukan dalam pencapaian out put dalam riset,” katanya.

Kata Roy, riset ini untuk melihat kinerja KPU sebagai penyelenggara Pemilu, “Bagaimana kita melihat KPU dalam menerapakan proses pengelolaan anggaran, dan pengadaan logistik yang  transparan dan akuntabel.”

Jadi, tambah dia, kita berangkat pada satu situasai dimana KPU belum transparan dan belum terbuka terkait dengan hak masyarakat terhadap informasi anggaran dan pengadaan logistik di KPU.

FGD yang difasilitatori Ibeth Koesrini ini menghadirkan 10 orang yang terdiri Bwaslu, TII, IPC, MTI, UIN Jakarta, mitra lokal IBC yang terdiri KIPP Jawa Timur, Yasmib Sulawesi Selatan, Mata Aceh. (Abdullah Alawi)