Kesepahaman Partai Pengusung Capres-Cawapres Bisa Diakses Publik

Kesepahaman Partai Pengusung Capres-Cawapres Bisa Diakses Publik

Jakarta,-Dua pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia sudah mendaftarkan di Komisi Pemilihan Umum. Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla mendaftakan diri pada Senin (19/5). Hari berikutnya, Selasa (20/2) Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Kemudian, setelah diperiksa kesehatan oleh tim dokter Ikatan Dokter Indonesia, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan dua pasang kandidat itu dinilai dapat menjalankan tugasnya sebagai presiden dan wakil presiden.

Kedua pasangan itu, Joko Widodo-Jusuf Kalla diusung PDIP, Nasdem, PKB dan Hanura. Sementara Prabowo Subianto-Hatta Rajasa diusung Partai Gerindra, PAN, PPP, PKS, dan Partai Golkar. Partai-partai pengusung merasa ada kesepahaman satu sama lain.

Sesuai dengan UU No. 42/2008, utamanya Pasal 11 ayat ayat (2), bahwa kesepakatan antar-partai politik maupun antara partai politik atau Gabungan Partai Politik dan Pasangan Calon dinyatakan secara tertulis dengan bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pimpinan Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dan Pasangan Calon.

Menurut Komisioner Komisi Informasi Pusat, Rumadi, kesepahaman partai politik pengusung Capres dan Cawapres termasuk konsumsi publik. “Masuk kategori informasi publik yang harus tersedia setiap saat,” katanya kepada kebebasaninformasi.org, Kamis (22/5).

Menurut Rumadi hal itu sesuai dengan Pasal 11 UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Nomor 14 Tahun 2008. Berdasarkan UU itu, Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat.

Dengan demikian, jika merujuk UU tersebut Pasal 4, setiap orang berhak memperoleh informasi tentang kesepahaman partai politik pengusung. Pada poin tiga pasl tersebut menyebutkan, setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan permintaan Informasi Publik disertai alasan permintaan tersebut.

Pada poin 4 menyebutkan, setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan gugatan ke pengadilan apabila dalam memperoleh Informasi Publik mendapat hambatan atau kegagalan sesuai dengan ketentuan UndangUndang ini. (AA)

Kasus Menag, KI Pusat: ini Momentum Pembenahan Penyelenggaraan Haji

Kasus Menag, KI Pusat: ini Momentum Pembenahan Penyelenggaraan Haji

Jakarta,- Komisi Pemberantasann Korupsi menetapkan Menteri Agama Suryadarma Ali pada sebagai tersangka korupsi penyelenggaraan haji pada Kamis (22/5/2014). Penetapan status tersangka disampaikan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas.

Komisioner Komisi Informasi Pusat Rumadi menaggapi korupsi dana haji 2012-2013 tersebut. Menurut dia, kasus ini menjadi momentum pembenahan pengelolaan dan penyelenggaraan dana ibadah rukun kelima umat Islam tersebut.

Menurut Rumadi, penyelenggaraan haji memang rentan dengan korupsi. Terlalu banyak lubang-lubang yang bisa dimainkan penyelenggara, hampir dalam semua aspek penyelenggaraan haji, yang bisa digunakan tindakan koruptif.

“Praktik seperti ini sudah berlangsung sejak lama dan belum ada pembenahan yg memuaskan. Sudah sejak lama masyarakat mencium bau kurang sedap dalam penyelenggaraan haji,” katanya kepada kebebasaninformasi, Sabtu (24/5) melalui surat elektronik.

Suryadarma Ali, kata dia, bisa saja menjadi korban dari praktik yang sudah berurat akar tersebut. Dia tidak bisa mengontrol, bahkan bisa jadi mengambil keuntungan, dari praktik yang dianggap sudah lumrah dalam penyelenggaraan haji.

“Tindakan koruptif itu terkadang bukan semata karena pihak Kemenag, tapi juga karena pihak-pihak lain di luar Kemenag, seperti DPR, yang turut mendorong terciptanya iklim koruptif terus berlangsung,” terangnya.

Ia meminta dengan tegas kepada pemerintah, perlu pembenahan penyelenggaraan haji secara lebih radikal. Jika dipandang perlu bisa saja dipikirkan kemungkinan adanya sebuah Badan Penyelenggara haji yang berada di luar struktur Kemanag.

Ia juga meminta kepada DPR RI supaya perlu mempercepat pembahasan RUU Pengelolaan Keuangan Haji agar dikelola secara lebih transparan dan akuntabel. Mengingat Uang Dana haji yg tersimpan sudah mencapai Rp 64, 5 T dan belum ada sistem pengelolaan keuangan yang transparan, “Maka RUU ini tidak bisa ditunda lagi!” tegasnya.

Lebih lanjut Rumadi mengatakan, sejauh ini RUU Pengelolaan Keuangan Haji oleh pemerintah sudah diserahkan ke DPR, tapi tampaknya belum ada komitmen kuat dari DPR untuk menyelesaikannya karena adanya sejumlah perbedaan dengan pemerintah. (AA)

ICEL Survey Publikasi Informasi Pengelolaan Sumber Daya Alam

ICEL Survey Publikasi Informasi Pengelolaan Sumber Daya Alam

Jakarta,- Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) mendorong Pemerintah untuk melakukan publikasi informasi terkait perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup secara proaktif.

Menurut aktivis ICEL, Margaretha Quina, hal itu merupakan bagian dari perwujudan Prinsip 10 Deklarasi Rio (akses informasi, partisipasi, dan keadilan dalam hal lingkungan hidup) di Indonesia.

Publikasi proaktif ini dimulai dari informasi yang dirasakan paling penting dalam mendukung pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi masyarakat.

Oleh karena itu, ICEL memohon partisipasi pembaca untuk mengisi Survey Kebutuhan Informasi SDA & Lingkungan di alamat ini.

Melalui hasil survey tersebut dapat menjadi acuan ICEL untuk mendorong kebijakan yang dapat menjawab kebutuhan penerima manfaat.

“ICEL menjamin kerahasiaan informasi pribadi yang diberikan. Partisipasi Anda dalam survey ini sangat berarti,” pungkas Margaretha. (AA)

KI Pusat Nilai Tak Ada Capres yang Komitmen Keterbukaan Informasi Publik

KI Pusat Nilai Tak Ada Capres yang Komitmen Keterbukaan Informasi Publik

Jakarta,- Sebentar lagi Indonesia akan memiliki presiden baru. Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) sudah mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum. Namun dalam visi dan misi mereka, tak ada yang komitmen dalm keterbukaan informasi publik.

Komisioner Komisi Informasi Pusat, Rumadi, mengatakan, setelah membaca visi dan misi dua pasangan calon presiden: Jokowi-Jusuf Kalla dan Prabowo-Hatta Rajasa, belum ada visi dan misi yang kuat terkait dengan persoalan keterbukaan informasi.

“Bahkan, kata “transparansi” dan “akuntabilitas” yang bisa dikatakan sebagai kata kunci dari keterbukaan informasi juga tidak ada dalam dokumen visi misi kedua pasangan capres,” katanya kepada kebebasaninformasi.org Rabu (21/5).

Menurut Rumadi, kenyataan ini menunjukkan, persoalan keterbukaan informasi yang dituangkan dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik masih menjadi isu pinggiran, belum menjadi perhatian serius bangsa ini. Hal ini sungguh memprihatinkan.

Rumadi meminta kepada dua pasangan capres dan tim sukses-nya sebaiknya memberi perhatian dengan persoalan keterbukaan informasi, karena hal ini akan menjadi kata kunci untuk pengelolaan pemerintahan yang baik. (AA)