Jumlah TPS Susut, JPPR Minta KPU Beri Informasi Jauh Hari

Jumlah TPS Susut, JPPR Minta KPU Beri Informasi Jauh Hari

Jakarta,-Jumlah tempat pemungutan suara pada Pemilu Presiden 2014 akan menyusut sekitar 67.464 dari jumlah TPS pada Pemilu Legislatif. Pada pemilu legislatif jumlah TPS sekitar 545.803, sedangkan pada Pemilu Presiden menjadi 478.339. Penyusutan dilakukan karena ada penggabungan beberapa TPS.

Menurut Komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, sebagaimana dikutip harian Kompas Rabu (11/6) penyusutan itu karena jumlah maksimal pemilih di TPS menurut Undang-Undang Pilpres mencapai 800 orang, sedangkan pada Pileg maksimal 500 orang.

Menurut dia, dengan pengelompokan ulang yang menggabungkan beberapa TPS kecil, kerja penyelenggara juga akan lebih efisien dan hemat anggaran.

Sementara Masykuruddin Hafidz dari Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) tidak mempersoalkan penyusutan TPS tersebut. Tapi ia mengingatkan supaya KPU memberikan informasi kepada para pemilih letak TPS itu jauh-jauh hari.

Masykur menyebutkan, berdasarkan pengalaman surat pemberitahuan pemilih biasanya diketahui satu hari sebelum pencbolosan. “Agar pemilih tahu sejak awal dimana ia memilih, surat pemberitahuan itu dikirim sejak awal,” katanya kepada kebebasaninformasi.org Kamis (12/6).

Jika waktu pencoblosan Pilpres itu tanggal 9 Juli, Masykur berharap pemilih sudah tahu tempat pencoblosan pada tanggal 3 Juli atau maksimal tanggal 6,7, dan 8. (AA)

SBY Sesalkan Surat Pemberhentian Prabowo Tersebar

SBY Sesalkan Surat Pemberhentian Prabowo Tersebar

Jakarta,-Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyesalkan tersebarnya surat pemberhentian Letnan Jenderal Prabowo Subianto di media sosial, meski Keputusan Preseiden itu bukan rahasia. Serta peredaran surat rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira untuk pemberhentian. Peredaran surat itu secara luas di masyarakat dinilai Presiden bukan pada tempatnya.

“Ini patut disesalkan dan menjadi perhatian di dalam institusi, khususnya TNI,” kata Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha sebagaimana ditulis harian Kompas Rabu (11/6).

Julian sempat menyinggung surat rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira tersebut seharusnya tidak boleh beredar di masyarakat di ruang publik. Persoalan ini kata dia, sudah disikapi dengan investigasi di bawah koordinasi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanna Djoko Suyanto.

Sementara Mantan Wakil Panglima ABRI Letnan Jenderal (Purn) Fachrul Razi, yang saat itu juga menjadi salah seorang anggota Dewan Kehormatan Perwira memastikan, subtansi surat yang beredar itu benar adanya. “Tapi apakah keseluruhan teksnya benar atau tidak, saya tidak ingat lagi,” katanya kepada Kompas TV yang ditukil harian Kompas.

Terhadap penyebaran surat itu Komisioner Komisi Informasi (KI) Pusat, Rumadi, KI Pusat tidak bisa mengatakan di awal, dalam UU Keterbukaan Informasi status apakah dokumen itu terbuka atau tertutup, karena hal itu harus diuji dalam sidang ajudikasi. “Tidak etis kalau belum disidang ajudikasi saya memberi opini,” katanya kepada kebebasaninformasi.org Rabu (11/6).

Rumadi menyarankan bagi yang menginginkan dokumen DKP, mengajukan permohonan informasi ke Mabes TNI, sesuai dengan prosedur yang diatur dalam UU No. 14 tahun 2008. Kalau permohonan informasi tidak dipenuhi, bisa diajukan sengketa ke Komisi Informasi. Lalu Komisi informasi akan memberi penilaian status dokumen itu, tertutup atau dikecualikan.

KI Pusat: Keterbukaan Informasi sebagai Pencegah Korupsi

KI Pusat: Keterbukaan Informasi sebagai Pencegah Korupsi

Jakarta,-Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Abdulhamid Dipopramono berbicara mengenai Pencegahan Korupsi melalui Keterbukaan Informasi dalam Pengelolaan Anggaran Publik di Indonesia, saat menjadi pembicara dalam Forum Anti-Korupsi Indonesia ke-4 di Hotel Double Tree, Jakarta, Kamis (12/6).

Pertemuan ini dilaksanakan sebagai salah satu upaya untuk mendorong keterlibatan seluruh komponen bangsa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Forum Anti-Korupsi kembali dilaksanakan oleh UNODC, Bappenas, Kemitraan, KPK, ICW, dan Transparency International (TI), merupakan acara tahunan sejak 2010 dengan rangkaian seminar/workshop dan pleno yang diselenggarakan pada Senin-Kamis (9-12/6).

Abdulhamid memaparkan, pemerintahan yang tertutup, tidak transparan, dan tidak terbuka informasinya, adalah pemerintahan yang korup. Di kementerian yang lamban dalam keterbukaan informasi terbukti banyak kasus korupsi. Juga yang terjadi di Pemprov dan Pemkot/Pemkab yang tertutup. “Anggaran Badan Publik adalah dari uang rakyat/publik yang harus dipertanggung-jawabkan setiap saat,” tegasnya.

Selanjutnya ia menandaskan, keterbukaan informasi merupakan upaya pencegahan korupsi karena jika pemerintahan/Badan Publik sudah terbuka, maka pejabat publik akan sulit melakukan manipulasi anggaran dan berbagai bentuk korupsi lainnya karena akan selalu dipantau/diawasi oleh publik dalam mekanisme keterbukaan.

Acara Forum Anti-korupsi digelar mengingat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih berjalan stagnan dalam dua tahun terakhir. Sehingga, Indonesia masih perlu meningkatkan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di masa mendatang dengan langkah yang lebih terintegrasi dan sistemis.

Komitmen Pemerintah Indonesia untuk memberantas korupsi bersama-sama negara-negara di dunia dibuktikan dengan meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menentang Korupsi (United Nations Convention Againts Corruption, UNCAC 2003) melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 2006.

Pertemuan Forum Anti-Korupsi Indonesia ke-4 bertujuan untuk memfasilitasi keterlibatan multistakeholder dalam penguatan dan pemantauan implementasi UNCAC, memfasilitasi keterlibatan multistakeholder dalam memberikan fokus perhatian pada sektor-sektor yang teridentifikasi rawan korupsi. Serta menggalang dukungan publik luas dalam upaya bersama masyarakat Indonesia melakukan kegiatan pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Forum ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat dan pemerintah di antaranya kementrian dan kembaga pemerintah level nasional maupun daerah, perwakilan masyarakat madani dan CSO, pakar dan akademisi, lembaga studi dan pusat kajian korupsi di perguruan tinggi atau masyarakat, jurnalis dan perwakilan media masa nasional maupun internasional, serta kalangan perusahaan swasta dan organisasinya.

Pembukaan resmi acara tersebut dilakukan oleh Presiden SBY di Istana Negara pada Selasa (10/12), antara lain dihadiri Menteri PPN/Kepala Bappenas Armida Alisyahbana dan Ketua The Global Organization of Parliamentarians Against Corruption (GOPAC) Indonesia, Pramono Anung Wibowo. Ketua KIP juga hadir di acara tersebut. Sumber: http://www.komisiinformasi.go.id

JPPR Nilai Sosialisasi Visi Misi Capres Belum Merata

JPPR Nilai Sosialisasi Visi Misi Capres Belum Merata

Jakarta,- Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mengapresiasi kecepatan Komisi Pemilihan Umum dalam menyampaikan visi misi Calon Presiden dan Wakil Presiden yang akan dipilih 9 Juli nanti melalui website. Tapi berapa persen pemilih yang sudah mengetahuinya.

“Dari sisi kecepatan menyampaikan informasi, KPU harus kita apresiasi, tapi pertanyaannya apakah informasi itu sudah merata?” Mayskuruddin Hafidz dari JPPR yang dihubungi kebebasaninformasi.org, Kamis sore (12/6).

Pada website, menurut dia, bisa diidentifikasi berapa pengaksses data itu dan dari wilayah mana mengaksesnya. “Saya kira paling banyak diakses dari pulau Jawa. Jadi melalui website tidak bisa dikatakan merata informasi itu kepada setiap pemilih. Dari sisi pemerataan informasi belum cukup,” tambahnya.

Sampai saat ini setahu Masykur, belum ada sosialisasi di luar website yang dilakukan KPU supaya informasi itu merata mengingat jumlah
pengguna internet di Indonesia pada 2013 menurut data BPS  sekitar 71,19 juta oarang.

Masykur menambahkan, visi misi capres dan cawapres masuk dalam poster yang disertakan dengan surat suara. Kemudian dipasang di TPS. Pada hari H-lah para pemilih melihat poster dan visi misi para calon.

Supaya para pemilih bisa mengetahui visi-misi itu dari awal, Masykur mengusulkan supaya poster sudah dikirim di luar surat suara disampakan ke ke tempat-tempat terpencil, dipasang di tempat-tempat publik seperti di kantor desa dan kecamatan.

Supaya tidak besar pembiayaannya Mayskur juga mengusulkan desain dilakukan di KPU Pusat kemudian failnya dikirim ke daerah-daerah dengan biaya anggaran yang sudah ada. (AA)