Tafsir dan Logika Hukum Hubungan KI Pusat dan Provinsi

Tafsir dan Logika Hukum Hubungan KI Pusat dan Provinsi

Jakarta,- Hubungan antara Komisi Informasi (KI) Pusat dan KI Provinsi tidak diatur UU KIP sebagai lembaga yang hirarkis. Tapi menurut Komisioner KI Pusat Yhanu Setiawan keduanya memiliki hubungan seperti itu.

Menurut Yhanu, secara tekstual memang tidak ada relasi struktural bahwa Komisi Informasi Pusat lebih tinggi dari komisi-komisi informasi provinsi. Tapi harus dipahami Indonesia merupakan negara kesatuan. “Dalam negara kesatuan itu tentu ada center, pusat, dan ada yang pada wilayah-wilayah. Jelas dari sisi itu,” katanya kepada kebebesaninformasi.org ketika ditemui selepas diskusi bertajuk “Ahli HTN: Mencari Model Ideal Kelembagaan Komisi Informasi” yang difasilitasi Indonesia Parliamentary Center (IPC) di Hotel Harris, Jakarta, Rabu siang, (20/8).

Kemudian dari sisi pembiayaan, menurut Yhanu, di dalam undang-undang, Komisi Informasi Pusat dibiayai APBN sementara Komisi Informasi Provinsi dibiayai APBD. Begitu juga KI di kabupaten dan kota. “Ini bukan lantas karena pembiayaan berasal dari pintu berbeda membuat dia tidak punya relasi keorganisasian karena toh semuanya sama kan, bahwa di APBN maupun di APBD itu semuanya uang rakyat,” jelasnya.

Menurut Yhanu, harus dilihat pada posisi pengabdian Komisi Informasi yang tiada lain ke rakyat Indonesia. Tidak berarti KI Pusat yang berada di Jakarta mengabdi kepada rakyat Jakarta, tapi semua warga negara. “Jadi Komisi Informasi Pusat itu bukan komisi informasi Jakarta plus. Begitu,” tegasnya.

Relasi lain menurut Yhanu bisa dilihat ketika Komisi Informasi Provinsi tidak mampu menyelesaikan sengketa, dia bisa melimpahkan ke KI Pusat. “Kalau tidak ada hubungan organisasi bagaimana bisa melimpahkan? Melimpahkan itu kan memberikan sesuatu kepada yang dianggap lebih mampu. Nah, ini kan tidak mungkin kalau tidak ada relasi keorganisasi, relasi hirarki, itu bisa main melimpahkan,” terangnya.

Format semcam itu, menurut Yhanu bukan desentralisasi atau terpusat. “Kita tidak kenal itu, bukan kedua-duanya. Kita bukan based on teritory, tapi based on budget. Karena dia dibiayai oleh APBD, maka dia mengelola badan publik yang sumber pembiayaannya dari APBD. Tapi kalau yang badan publik yang sumber pembiayaannya lembaga dan badan publiknya dari APBN maka di area kewenangannya informasi pusat,” tambahnya.

Yhanu mengakui, pendapatnya seperti itu adalah tafsirnya dari UU karena teks tersuratnya memang tidak ketemu, tapi yang ada adalah logika hukum. “Hukum itu kan selain ada tafsir gramatikal, juga ada tafsir yang sifatnya kontektual. Konteksnya apa? Bahwa tidak mungkin ada organisasi berdiri sendiri, tidak punya relasi keorganisasian apa pun, tapi menggunakan sistem yang sama,” pungkasnya. (AA)

KI Pusat: Komisi Informasi Butuh Kemandirian Administrasi dan SDM

KI Pusat: Komisi Informasi Butuh Kemandirian Administrasi dan SDM

Jakarta,- Komisioner Komisi Informasi Pusat Yhannu Setiawan mengatakan salah satu tugas Komisi Informasi adalah menyelesaikan sengketa informasi. Tugas seperti itu membutuhkan kemandirian administrasi untuk pembiayaan serta sumber daya manusia.

“Kita tidak bisa memilih orang-orang kapabilitasnya, kapasitasnya sesuai dengan penyelesaian sengketa,” katanya kepada kebebesaninformasi.org ketika ditemui selepas diskusi bertajuk “Ahli HTN: Mencari Model Ideal Kelembagaan Komisi Informasi” yang difasilitasi Indonesian Parliamentary Center (IPC) di Hotel Harris, Jakarta, Rabu siang, (20/8).

Menurut Yhanu, hal itu terjadi karena struktur organisasi di Komisi Informasi Pusat masih diatur Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). “Ada beberapa struktur organ yang kosong dan itu sampai sekarang beberapa waktu belum terisi. Begitu. Nah, tugas-tugas ini memang harus dilakukan oleh orang yang punya kapabilitas dan potensi yang cukup sehingga akan lebih profesional,” jelasnya.

Hal-hal semacam ini, kata dia, kerap kali menjadi persoalan tersendiri buat KI Pusat. “Kita bicara soal apa namanya, komitmen pegawai. Memang dia tidak dalam otoritas Komisi Informasi secara kelembagaan komisioner, maka dia tunduk kepada sekretaris, sekretaris tunduk pada Kominfo. Ini yang jadi persoalan,” tambahnya.

Menurut dia, KI Pusat membutuhkan satu dukungan SDM yang memiliki loyalitas kepada kelembagaan Komisi Informasi karena selama ini performa mereka menunjukkan pegawai Kominfo ketimbang KI Pusat.

Persoalan  KI Pusat semacam itu, tambah Yhanu, dalam beberapa komunikasi yang sifatnya formal dan diskusi-diskusi informal disampaikan kepad Kominfo atau Sekjen Kominfo. Tapi sayangnya, semua berujung kepada ketersediaan pegawai.

“Belum lagi terkait misalnya dengan pengelolaan budeget. Posting budget, tentu kan kita punya ukuran, bahwa untuk melahirkan satu institusi yang profesional, kita membutuhkan ABCD yang ternyata tidak bisa sama ukurannya. Ukuran yang dimiliki oleh pegawai Kominfo itu terlaksananya tugas-tugas mereka, sedangkan kita selesainya sengketa. Jadi kan akhirnya berbeda,” ujarnya. (AA)

FoINI Inovation Award untuk KPU dan kawalpemilu.org

FoINI Inovation Award untuk KPU dan kawalpemilu.org

Tangerang,- Freedom of Information Network Indonesia (FoINI) atau jaringan organisasi masyarakat sipil dan individu yang intensif mendorong keterbukaan informasi di Indonesia, memberikan penghargaan kepada Komisi Pemilihan Umum dan Kawalpemilu.org. Penghargaan dalam bentuk sertifikat itu bernama FoINI Inovation Award.

Menurut Widiyarti dari PATTIRO yang tergabung di FoINI , penghargaan yang untuk pertama kali ini diberikan FoINI di Hotel Sofyan Kamis (14/8) lalu tersebut karena KPU dan kawalpemilu.org dinilai telah membantu melakukan pemenuhan informasi Pemilu presiden 2014.

Widi menjelaskan, KPU diapresiasi atas kesadaran untuk membuka dokumen C1 yang sebelumnya tidak pernah dilakukan. Sementara untuk kawalpemilu.org diapresiasi karena aplikasi mereka membantu publik mengetahui informasi saat dibutuhkan.

Khusus kawalpemilu.org, Widi menambahkan, FoINI memberikan award itu karena dilakukan masyarakat dengan suka rela yang melibatkan ratusan orang. Juga penggunaan teknologi yang kemudian memudahkan pemenuhan atas informasi.

Ketika ditanya award ini akan berlanjut atau tidak, Widi mengatakan, FoINI Inovation Award akan diberikan lagi kepada pihak-pihak yang membuat inovasi progresif di dalam mendorong keterbukaan dan pemenuhan informasi.

“Kesadaran dari sebagaian masyarakat yang paham pentingnya kita berpartisipasi sehingga itu mendorong masyarakat lainnya karena ini menjadi tindakan bareng dimana-mana,” katanya menjelaskan di Ara Hotel, Serpong, Banten, Sabtu (16/8) ketika ditanya penomena kemunculan kawalpemilu.org.

Sementara Desiana Samosir dari IPC yang juga tergabung FoINI mengatakan, kemunculan kawalpemilu.org menunjukkan orang memang sudah jengah dengan proses politik yang terkesan traksaksional yang selama ini terjadi. Kemudian karena kejengahan itu bermacam cara dilakukan orang untuk mengawal proses pemilu.

“Mereka relawan, punya kemampuan membangun aplikasi sebagai kesadaran. Pertemuan antara ide dan kemampuan itu kemudian membuka terobosan baru dengan adanya informasi utama dibukanya c1. Pengawasan itu tidak perlu dilakukan di TPS. Pengawasan itu bisa dilakukan kapan saja di mana saja dengan bantuan teknologi,” pungkasnya.