Belum Bentuk Komisi Informasi, Kepala Daerah Abaikan Undang-Undang
Jakarta,- Anggota Komisi Informasi Pusat Yhanu Setiawan mengatakan, hingga saat ini belum semua daerah setingkat provinsi membentuk Komisi Informasi. Apalagi setingkat kabupaten atau kota.
“Belum, belum semuanya, yang terkahir, saya hafal, di Sumatera Barat ya. Tapi lebih kurang 26 ya. Saya tidak hafal karena saya bagian di sengketa informasi,” di Hotel Harris ketika ditemui selepas diskusi bertajuk “Ahli HTN: Mencari Model Ideal Kelembagaan Komisi Informasi” yang difasilitasi Indonesia Parliamentary Center (IPC) di Hotel Harris, Jakarta, Rabu siang, (20/8).
Menurut Yhanu, daerah-daerah yang belum membentuk Komisi Informasi beralasan belum waktunya membentuk disamping belum mampu membiayainya. “Padahal kan ini perintah undang-undang. Berarti kan secara sengaja banyak kepala daerah mengabaikan undang-undang,” tegasnya.
Seharusnya, tambah Yhanu, semua sudah terbentuk tahun 2010 atau dua tahun setelah diundang-undangkan.
Yhanu berpendapat daerah yang seperti itu disebabkan karena komitmen, tanggung jawab kepala daerah dalam melaksanakan undang-undang masih kurang. Kedua, karena kepedulian masyarakat sipil itu mungkin kurang serius memperjuangakan kehadiran Komisi Informasi maupun pemenuhan atas hak akses informasi publik.
Ketika ditanya adakah semacam ketakutana kepala daerah karena ketika KI didirikan, masyarakat akan meminta data yang selama ini ditutup-tutupi, Yhanu menjawab mungkin. “Saya kira mungkin. Tapi itu kan hanya ada dalam pikiran kepala daerah yang menggunakan cara berpikir yang lama, yang tidak mau terbuka, yang mau hanya dia sendiri yang mengelola pemerintahannya,” terangnya.
Kepala daerah yang berpikirian seperti ini, lanjut dia, tidak akan punya kualitas yang sama dengan kepala daerah yang berpikiran maju.”Jadi ketika dia itu mau terbuka, sebetulnya dia lebih punya keberanian untuk mempertanggungjawabkan apa yang dia lakukan.”
Lebih jauh ia mengatakan, kita patut curiga dengan kepala-kepala daerah yang tidak concern dengan agenda keterbukaan informasi. “Sebetulnya apa yang terjadi di daerah itu? Kenapa dia tidak mau transparan? Persoalannya apa?” tanyanya.
Menurut dia, hal itu perlu ditelusur secara lebih dalam sebab kalau cuma persoalan anggaran, Komisi Informasi sebenarnya bisa disesuaikan. (AA)