IPC Minta Komisi Infomasi Jadi Lembaga Mandiri Sepenuhnya

IPC Minta Komisi Infomasi Jadi Lembaga Mandiri Sepenuhnya

Jakarta,– Indonesia Parliamentary Center meminta kepada pemerintah supaya Komisi Informasi dijadikan lembaga yang mandiri sepenuhnya. Selama ini kemandirian komisi tersebut dinilai paradoks. Di satu sisi menjalankan tugas dan fungsi harus mandiri, dari sisi administrasi dan anggaran menginduk ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Keminfo).

Menurut Peneliti IPC, Desiana Samosir, sebagai lembaga yang punya tanggung jawab besar untuk memastikan jaminan hak atas informasi, Komisi Informasi seharusnya menjadi lembaga mandiri sepenuhnya, baik dari sisi penggunaan anggaran, maupun dari keorganisasian dan kelembagaannya.

“Dalam teori kemandirian disebutkan tidak hanya soal dalam hal memutuskan sengketa, tetapi juga dalam sistem anggaran. Kalau dia sebuah lembaga mandiri idealnya menjadi pengguna anggaran tidak mendapat pelimpahan kewenangan anggaran dari pihak lain, tapi memang dia murni bisa mengelola anggaran sendiri. Dia punya otoritas pengelola anggaran,” katanya selepas Diskusi Ahli tentang Perencanaan Anggaran Negara yang diselenggarakan IPC di Hotel Harris, Jakarta, Jumat (29/8).

Menurut Desi, kemandirian komisi itu mengandung problem sejak penyusunan UU. Sebagai sebuah lembaga negara, dibekali kelemahan karena pasal satu dan yang lainnya bertentangan. “Problem ini sebenarnya sudah diidentifikasi oleh masyarakati sipil itu sejak lama, sejak awal dari penyusunan Undang-Undangnya karena kemudian seperti setengah kaki. Dalam UU itu Komisi Informasi didesain sebagai lembaga mandiri, tapi pelaksanaan kesekretariatannya disuport oleh kominfo. Tidak seperti KPK atau Komisi negara yang lain dia bebas merekrut, bebas punya kewenangan menggunakan anggaran,” jelasnya.

Ketika ditanya apakah desain ini untuk mengerdilkan peran Komisi Informasi, Desi menerangkan, dalam sejarah UU Keterbukaan Informasi Publik, gaya berpikir penyusun Undang-Undangnya setengah hati soal keterbukaan Informasi. “Sebagian malah berpikir sebagai ancaman. Maka tidak diberikan kemandirian sepenuhnya,” tegasnya.

Meski demikian, Desi melanjutkan, UU ini memang terobosan baru pada masanya. Soal ada kelemahan, memang harus terus didorong untuk diperbaiki. (AA)