Jakarta, Kebebasaninformasi.org – Salah satu janji Joko Widodo dalam bidang lingkungan hidup yang tertuang Nawa Cita adalah akan membuka data-data izin lingkungan. Sehingga, kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh penyelewengan izin akan dapat dihilangkan. Namun, realisasi dari Nawa Cita tersebut hingga saat ini belum kelihatan.

Hal tersebut disampaikan peneliti MediaLink, Mujtaba Hamdi, Rabu (17/12/2014). Pria yang akrab disapa Taba tersebut menegaskan, hanya sedikit perbedaan antara pemerintah SBY dan Jokowi. enurutnya, di era SBY sudah banyak regulasi yang bagus diterbitkan, namun implementasi lemah.  “SBY banyak teori. Jokowi memang lebih konkrit. Ia membuat indikator-indikator kerja yang dapat langsung dicek publik,” ujarnya.

Hal yang serupa juga ditegaskan oleh Astrid Debora, peneliti Indonesian Center Environmental Law (ICEL). Menurutnya, tantangan terbesar Jokowi adalah membuat transparansi informasi di sektor lingkungan hidup lebih konkret. Menurut Astrid, regulasi keterbukaan informasi lingkungan sudah banyak dibuat, namun implementasi dari regulasi tersebut masih sangat lamban.

Pada masa pemerintahan SBY, Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) sudah menerbitkan data-data terkait kasus lingkungan. Namun data-data tersebut, menurut Astrid, tidak update. Akibatnya, masyarakat tidak dapat melakukan pemantauan terhadap aksi-aksi perusakan lingkungan yang hingga saat ini masih terus berlanjut.

Sementara itu, Muhammad Islah, aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyatakan, selain membuka informasi, pemerintah harus cepat tanggap dalam menerima laporan dari masyarakat. Seperti kasus pencemaran sungai Ciujung Serang. Islah waktu itu yang melakukan pemantauan langsung terhadap kasus tersebut melaporkan kasus pelanggaran kepada KLH. Namun hingga saat ini tidak ada tindakan apapun dari pemerintah, tegasnya.

Islah, menegaskan pemerintah Jokowi akan sama saja dengan pemerintah sebelumnya jika tidak melakukan apa-apa terhadap para pelaku perusakan lingkungan. (diolah dari Mongabay.com)