KI Sumbar Gandeng Koalisi Perempuan Buka Informasi Publik

KI Sumbar Gandeng Koalisi Perempuan Buka Informasi Publik

KI Sumbar Kebebasan Informasi

Padang – Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Sumatera Barat (Sumbar) menyatakan, keterbukaan informasi publik (KIP) bukan saja menjadi ranah kaum laki-laki, tapi juga menjadi hak kaum perempuan. “Karena UU 14 Tahun 2008 yang mengatur keterbukaan informasi publik untuk semua,”ujar Sekretaris Koalisasi Perempuan Sumbar, Tanti, pada Sosialisasi UU 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

Demikian halnya dikatakan Ketua Komisi Informasi (KI) Sumbar Syamsu Rizal. Menurutnya, peran perempuan sangat penting dalam membuka kotak pandora ketertutupan badan publik selama ini.

“Apalagi perempuan yang tergabung dalam Koalisi Perempuan Indonesia termasuk eksis dalam memperjuangkan keadilan, maka sangat pas KI menggandeng Koalisi Perempuan untuk membumikan KIP yang praktiknya masih banyak semu, masih lips service dipahami oleh badan publik,” ujar Syamsu Rizal saat membuka Soasialisasi UU 14 Tahun 2008, Jumat 7/10 di Aula Dishubkominfo Sumbar.

Menurutnya, Koalisi Perempuan Indonesia harus menjadi kontrol publik terkait semua program dan realisasi serta anggaran yang dihabiskan badan publik. “Minta saja informasi sesuai ketentuan yang berlaku, kalau hak ibu itu tak diacuhkan badan publik, ayo kaum ibu laporkan ke KI Sumbar, jika sesuai ketentuan maka badan publik itu akan duduk di kursi termohon pada sidang penyelesaian sengketa informasi publik,” ujarnya.

Hal senada dikatakan Wakil Ketua KI Sumbar, Arfitriati. Ia menekankan, hal yang sangat ditunggu dari sosialisasi ini ialah output dalam bentuk aksi nyata. “Kaum ibu harus berani meminta informasi publik yang dikuasai semua badan publik, terutama terkait program, anggaran, dan realisasi terkait pemberdayaan perempuan. UU 14 Tahun 2008 menjamin hak perempuan untuk tahu informasi itu,” ujar Arfitriati.

Ia juga mengajak Koalisi Perempuan Indonesia menjadi pioner dalam eterbukaan informasi publik. “Jadilah publik cerdas dalam melakukan pengawasan dan menyuarakan aspirasinya, yang cerdas dengan menggunakan UU 14 Tahun 2008, yakni meminta informasi publik lewat surat dan memperlihatkan identitas diri mekanisme keberatan hingga mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi publik ke Komisi Informasi,” kata Arfitriati.

Sementara para pionir Koalisi Perempuan Indonesia mengungkapkan, ada upaya pengebirian aktualisasi kaum perempuan ketika mempertanyakan soal program dan anggaran. “Caranya kita yang kritis dan dibenarkan oleh konstitusi ke depan, oleh si badan publik kita ini dikucilkan dalam masyarakat. Mestinya KI harus mem-push badan publik yang seperti ini,” ujar Presedium Nasional KPI Fitriyanti.

Sumber: www.komisiinformasi.go.id

Ferry: Hanya Dokter dan Calon Bersangkutan yang Bisa Dapatkan Hasil Tes Kesehatan

Ferry: Hanya Dokter dan Calon Bersangkutan yang Bisa Dapatkan Hasil Tes Kesehatan

Ferry Kurnia Rizkiyansyah

Tes kesehatan menjadi salah satu syarat yang wajib dipenuhi oleh setiap bakal pasangan calon yang akan maju sebagai peserta pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2017. Namun tahapan ini menyisakan keraguan dari sejumlah pihak, yang menduga ada unsur politisasi di dalamnya. Hal itu seiring adanya 15 bakal calon kepala daerah yang dinyatakan tidak lolos dalam tahapan ini, 14 orang di antaranya adalah bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah di Provinsi Aceh.

Sebagian mereka menggugat hasil tes kesehatan itu ke Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) serta merencana membawa masalah ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Akibat kisruh itu pula, sejumlah pihak meminta rekam medis tersebut dibuka ke publik agar masyarakat tahu dengan rinci hasil tes kesehatan yang telah dilakukan. Dapatkah hal itu dilakukan? Dan, bagaimana proses tahapan tes kesehatan calon kepala daerah dalam pelaksanaan Pilkada?

Berikut petikan wawancara dengan Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah, di Kantor KPU RI, Jumat (14/10).

Seperti apa proses pelaksanaan tes kesehatan calon kepala daerah dalam tahapan Pilkada 2017 ini?

Salah satu syarat dari proses pencalon pasangan calon ialah memenuhi syarat secara jasmani rohani sehat. Tentunya proses itu dilakukan dengan komunikasi dengan IDI, BNN, Himpsi, dan mereka merekomendasikan  untuk menunjuk rumah sakit dan dokter-dokter untuk memeriksa.

Terkait dengan itu, KPU tidak punya otoritas untuk masuk pada wilayah menentukan apakah pasangan calon itu sehat atau tidak sehat. Yang punya otoritas itu adalah dokter di rumah sakit yang ditunjuk. Mengenai hasilnya, kita (KPU) akan mendapatkan hasilnya apakah layak atau tidak layak, mampu atau tidak mampu, secara jasmani dan rohani melakukan aktivitas sebagai calon kepala daerah. Itu tentunya menjadi hal yang perlu dihapami oleh semuanya.

Siapa saja yang dapat mengakses informasi detail hasil tes kesehatan tersebut?

Informasi hasil tes kesehatan itu memang boleh ditunjukan kepada publik, namun hanya sebatas yang bersangkutan itu layak atau tidak layak, mampu atau tidak mampu, secara jasmani dan rohani. Hal-hal lain di luar itu, khususnya terkait dengan hasil pemeriksaan dokter dan rekam medisnya itu adalah informasi yang dikecualikan, sesuai dengan SK yang sudah kami keluarkan.

Tentunya publik harus memahami bahwa hasil rekam medis itu adalah informasi yang dikecualikan. Informasi itu menjadi hal yang tidak dikecualikan lagi ketika ada persetujuan dari yang bersangkutan. Itu yang terkait dengan hasil tes kesehatan.

Apa alasan dari pengecualian tersebut?

Saya pikir ini data pribadi ya. Ada dua hal yang memang penting juga, misalnya form B1 KWK pada calon perseorangan. Apakah dia mendukung si A, si B, si C? Itu adalah data pribadi. Itu juga dikeculikan. Ini (hasil detail tes kesehatan) juga dikecualikan karena ini data pribadi. Data-data yang terkait dengan kesehatannya secara pribadi. Kalau pun orang per orang ingin mengetahui, maka harus dengan persetujuan orang yang bersangkutan.

Bagaimana sikap antara Bawaslu dan KPU terkait informasi yang dikecualikan, khususnya informasi detail hasil tes kesehatan calon?

Ya seharusnya komitmennya sama, sebagai lembaga publik atau sebagai lembaga penyelenggara pemilu. Karena ini komitmen bersama penyelenggara untuk hal-hal yang terkait dengan informasi yang dikecualikan. Apabila tidak sama komitmennya, maka akan menimbulkan masalah di kemudian hari.

Siapa saja pihak-pihak yang diberikan akses untuk mendapatkan informasi detail hasil tes kesehatan calon?

Saya pikir tidak ada kecuali pihak yang bersangkutan, dalam hal ini pasangan calon serta dokter.

Termasuk penyelenggara pemilu yang lain, seperti Bawaslu?

Tidak bisa.

Komisi Informasi berharap dapat duduk bersama dengan KPU untuk membicarakan terkait perlu adanya informasi yang dikecualikan?

Ya itu, sudah kami atur agenda untuk adanya kesepahaman antara KI dengan KPU. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini. Kita sedang mencari waktu yang tepat untuk itu.