Tata Kelola Arsip dan DIP

KebebasanInformasi.org – Salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelengaraan negara yang terbuka ialah terpenuhinya hak publik untuk memperoleh informasi. Hak atas informasi ini menempati posisi yang amat vital karena menyangkut kepercayaan publik terhadap penyelenggara negara. Semakin terbuka penyelenggaraan negara maka semakin dapat dipertanggungjawabkan. Hak publik atas informasi ini juga sangat relevan sebagai upaya peningkatan kualitas keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik.

Untuk memberikan pelayanan informasi publik secara optimal, badan publik memiliki kewajiban untuk menyediakan Daftar Informasi Publik (DIP), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Dengan DIP, badan publik memiliki catatan yang jelas, rinci, dan sistematis tentang informasi publik yang dapat dipertanggungjawabkan. DIP juga menjadi sarana bagi masyarakat untuk mengetahui informasi apa saja yang berada dalam penguasaan badan tersebut. Di sisi lain, DIP membantu efektifitas kerja pada badan publik terkait.

Keberadaan dan ketersediaan DIP ini sangat bergantung pada tata kelola kearsipan yang dimiliki badan publik. Namun hingga saat ini, tata kelola arsip pada lembaga atau kementerian kita secara keseluruhan belum dapat dikatakan baik. Kondisi tersebut terungkap dalam diskusi antara FoINI dengan Arsip Nasional Indonesia (ANRI), Rabu (19/10).

Kepala Bagian (Kabag) Hubungan Masyarakat (Humas) ANRI, Gurandhika, dalam kesempatan itu mengatakan, pengelolaan arsip harus dimulai dari hulunya, yakni unit-unit kerja terkecil. Dari situ akan dihasilkan produk berupa arsip aktif atau arsip yang masih sering digunakan. Arsip aktif ini kemudian dikumpulkan oleh tiap-tiap kementrian/lembaga untuk menjadi DIP. “Jadi tata kelolanya memang harus dimulai tertib sejak awal,” ujarnya.

Ketika arsip di tiap hulu sudah tertib, dapat dipastikan lembaga/kementerian memiliki DIP yang baik dan lengkap. “Yang diminta masyarakat adalah informasi akurat dan dapat dipertanggung jawabkan. Mau tidak mau sumbernya adalah arsip,” kata Gurandhika. (BOW)

Foto: tempo.co