PPID Award Kulonprogo, Hadiah bagi Badan Publik yang Terbuka

PPID Award Kulonprogo, Hadiah bagi Badan Publik yang Terbuka

penghargaan-ppid

Kulonprogo – Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kabupaten Kulonprogo menggelar PPID Award 2016. Gelaran itu untuk memotivasi badan publik di tingkat pemerintah kabupaten (Pemkab) dalam menerapkan keterbukaan informasi sesuai Undang-undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008.

Penghargaan diberikan kepada lima PPID Pembantu. PPID Pembantu Terbaik yakni Bappeda, Dinas Kesehatan, Kecamatan Girimulyo, Dinas Pendidikan dan Dinas Koperasi dan UMKM.

Penyerahan penghargaan dilakukan di Gedung Kaca, Kompleks Setda Kulonprogo (28/11). Hadir dalam acara itu, Kepala Bagian TI dan Humas Ariadi, selaku Ketua Penyelenggara PPID Award 2016. Kemudian Asisten Pembangunan Triyono, mewakili Penjabat Bupati Kulonprogo dan Komisioner Komisi Informasi (KI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Ariadi menjelaskan, penghargaan diberikan dengan kriteria penilaian yang hampir sama dengan PPID Award di pusat maupun provinsi. “Kami seleksi web-nya, pelaksanaan informasi, maupun inovasi masing-masing PPID dan respons aduan,” kata Ariadi.

Pertanyaan dan aduan masyarakat secara online juga terakses di PPID Utama, KemenPAN RB dan ke Sekretariat Kepresidenan. Diakui ada beberapa yang dinilai kurang aktif, karena ada beberapa hambatan, salah satunya karena kapasitas SDM.

Aduan melalui online sangat baik membangun komunikasi dengan masyarakat. Ajang penghargaan ini diharapkan akan dapat memacu PPID Utama dan PPID Pembantu sehingga semakin baik.

“Diharapkan, era keterbukaan informasi ini bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya, sehingga tidak ada kebuntuan informasi dari pemerintah dengan masyarakat,” ujarnya.

Sumber: radarjogja.co.id

Uji Materi Masa Jabatan MK Sarat Konflik Kepentingan

Uji Materi Masa Jabatan MK Sarat Konflik Kepentingan

Mahkamah Konstitusi Kebebasan Informasi

Jakarta – Uji materi terkait perpanjangan masa jabatan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), yang dimohonkan oleh Center for Strategic Studies University of Indonesia (CSS UI), dinilai sangat janggal. Terlebih prosesnya yang begitu cepat, jika hal itu dibandingkan dengan uji materi yang lain di MK. Saat ini proses uji materi sudah ditahap akhir, yakni Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Fadli membandingkan uji materi ini sangat kontras permohonan uji materi yang lain.

Hal itu diungkapkan Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil. Ia menduga, uji materi ini sangat sarat kepentingan.

“Ini sangat cepat. Hal itu menimbulkan kecurigaan. Permohonannya CSS UI tersebut baru diregistrasi 1 September 2016. Kemudian di awal Oktober itu sudah persidangan ketiga. Lalu di pertengahan November itu sudah selesai, enggak sampai tiga bulan sidangnya,” kata Fadli di gedung MK, Jakarta, Senin (28/11/2016).

Atas kejanggalan itu, Fadli menduga adanya kepentingan tertentu, yang bisa jadi berasal dari MK sendiri, dalam perkara ini.

“Kami menduga ada kepentingan. Enggak tahu, apa mungkin saja MK punya kepentingan ini, kami menduganya demikian,”

“Menurut kami, ini aneh. Tiba-tiba muncul gugatan ini dan ini sudah kesekian kalinya,” ujarnya.

Menurut Fadli, meskipun tidak ada aturan yang mengharuskan MK menyelesaikan sidang sesuai urutan masuknya pengajuan uji materi, namun sedianya MK bisa memilih gugatan-gugatan yang sifatnya lebih substansial.

Ia membandingkan cepatnya proses uji materi masa jabatan hakim MK ini dengan gugatan uji materi mengenai keterbukaan informasi terkait mekanisme pemilihan Komisioner Informasi (KI) di daerah dan pusat yang diajukan oleh tiga lembaga sosial masyarakat (LSM) pada awal Oktober 2016 lalu. Tiga LSM itu ialah Yayasan Penguatan Partisipasi Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika), Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro), dan Perludem.

“Sudah dua bulan lebih, tidak ada lagi kabar persidangannya setelah sidang kedua. Padahal hal itu sangat penting, 33 provinsi akan melalukan rekrutmen pada komisioner KI. Nah ini (uji materi masa jabatan hakim MK) apa kepentingan cepatnya, kenapa diputus cepat?,” Kata Fadli.

Ia menambahkan, permohonan uji materi masa jabatan hakim MK ini  menimbulkan keresahan di internal hakim MK itu sendiri. Sebab terdapat asas umum dalam dunia hukum yang menyebutkan bahwa seorang hakim tidak boleh mengadili persoalan atas dirinya sendiri sebagaimana ungkapan “nemo judex in causa sua“.

“Kondisi saat ini yang terjadi, MK memutus perkara dengan kepentingan. Bahkan bukan kepentingan institusi, tapi kepentingan personal hakim yang  sedang menjabat,” ujarnya.

Uji materi mengenai perpanjangan masa jabatan hakim MK diajukan oleh dua pihak. Pertama, Hakim Binsar Gultom dan Lilik Mulyadi dengan nomor perkara 53/PUU-XIV/2016. Kemudian, uji materi nomor perkara 73/PUU-XIV/2016 yang diajukan oleh Centre of Strategic Studies University of Indonesia (CSS UI).

Binsar dan Lilik, dalam permohonannya, meminta MK agar masa jabatan hakim MK disamakan dengan hakim MA, yaitu hingga berusia 70 tahun. Sementara CSS UI memohon jabatan hakim MK tidak dibatasi dengan periodesasi, yang dapat ditafsirkan bahwa jabatan hakim MK adalah seumur hidup. (BOW)

KontraS: Pemerintah Tidak Serius Tuntaskan Kasus Munir

KontraS: Pemerintah Tidak Serius Tuntaskan Kasus Munir

Foto: rappler.com

Foto: rappler.com

KebebasanInformasi.org – Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menilai pemerintah tidak serius dalam menuntaskan kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib. Hal ini tercermin dari langkah pemerintah mengajukan banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), atas putusan Komisi Informasi (KI) Pusat yang memerintahkan untuk mengumumkan dokumen hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan Munir.

“(Banding ke PTUN tersebut) harus dibaca sebagai upaya menunda atau tidak mau membuka hal tersebut (dokumen TPF pembunuhan Munir),” kata anggota tim pengacara kasus pembunuhan Munir, Asfinawati, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (27/11/2016).

Menurutnya, pemerintah tidak punya alasan pemerintah untuk tidak membuka hasil penyelidikan TPF Munir ke publik. Sebab, pemerintahan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menyerahkan salinan dokumen TPF itu.

“Banding ini kesannya pengabaian terhadap upayanya. Tidak ingin bongkar nama dalam dokumen TPF itu,” ujar Asfinawati.

Ia juga mengungkapkan, langkah banding ini mencederai niat pemerintah yang pernah memberi harapan untuk memenuhi kewajibannya dalam penuntasan kasus pelanggaran HAM di masa lalu.

Kasus pembunuhan Munir terjadi di akhir masa pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri. Pada era Presiden SBY, TPF pembunuhan Munir terbentuk.

Setelah masa tugasnya berakhir, TPF menyerahkan rekomendasi dalam bentuk dokumen langsung ke Presiden SBY. Tetapi hinga masa jabatannya berakhir, SBY tidak pernah mengumumkan hasil dokumen penyelidikan TPF Munir itu.

Pada era Presiden Jokowi, Kemensetneg menyatakan tidak pernah menerima maupun menguasai laporan TPF tersebut.
Akhirnya, pada Rabu (26/10/2016), mantan Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi mengirimkan salinan dokumen TPF pembunuhan Munir ke Istana Negara. (BOW)

Upaya Banding Pemerintah ke PTUN jadi Contoh Buruk dalam Keterbukaan Informasi

Upaya Banding Pemerintah ke PTUN jadi Contoh Buruk dalam Keterbukaan Informasi

foto: indoprogress.id

Foto: indoprogress.id

KebebasanInformasi.org – Sesuai Undang-Undang (UU) Keterbukaan Infomasi Publik, Komisi Informasi (KI) Pusat memutuskan bahwa pemerintah harus mengumumkan hasil rekomendasi Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan Munir Said Thalib. Namun, bukannya mematuhi perintah KI, pemerintah, yang diwakili Kementerian Sekretaris Negara (Kemensetneg), malah mendaftarkan permohonan banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Dari situs resmi PTUN Jakarta, Kemensetneg mendaftarkan gugatan kasus tersebut pada 1 November 2016. Gugatan teregistrasi dengan nomor perkara 3/G/KI/2016/PTUN-JKT.

Mantan anggota TPF, Amiruddin Al-Rahab, menyesalkan langkah pemerintah tersebut. Menurutnya, ini merupakan contoh buruk bagi lembaga-lembaga lain. Ke depannya, mereka yang bersengketa dengan KI terkait keterbukaan informasi, bisa jadi akan mengikuti sikap Kemensetneg dalam mengambil kebijakan. Ketika diminta untuk membuka informasi, mereka akan menghindar dengan cara mengajukan permohonan ke PTUN.

“Contoh yang buruk, mestinya Kemensetneg sebagai perwakilan negara, mengambil langkah untuk memberi contoh kepada lembaga-lembaga lain dalam kasus seperti ini,” kata Amiruddin kepada wartawan, di Bakkoel Coffee, Jakata Pusat, Minggu (27/11/2016).

Ia menjelaskan, banyak fakta yang masih harus diungkap terkait kasus pembunuhan Munir. Kunci pengungkapannya ada dalam laporan TPF. Di situ memuat berbagai petunjuk pengungkapan kasus tersebut untuk menyeret para pelaku yang selama ini lolos dari proses hukum. “Mengumumkan ke publik temuan TPF Munir ini bisa jadi pintu masuk untuk mengungkap,” terang Amiruddin.

Oleh sebab itu, ia mempertanyakan komitmen pemerintah di bawah pimpinan Jokowi dalam penegakan hukum Hak Asasi Manusia (HAM). “Munir adalah simbol penegakan HAM, ketika dibunuh tidak ada tanggungjawab negara untuk menuntut orang orang itu. Kita bertanya-tanya di posisi itu sesungguhnya,” kata Amiruddin Al-Rahab. (BOW)

Penggunaan Anggaran Kampanye Harus Dikawal

Penggunaan Anggaran Kampanye Harus Dikawal

 

Ketua KPU Provinsi Lampung Nanang Trenggono (kiri) bersalaman dengan Ketua Komisi Informasi Provinsi Lampung Dery Hendriyan (kanan),saat kesepatan untuk transparansi anggaran pilkada. (Foto:Dok.Lampost)

Ketua KPU Provinsi Lampung Nanang Trenggono (kiri) bersalaman dengan Ketua Komisi Informasi Provinsi Lampung Dery Hendriyan (kanan), saat kesepatan untuk transparansi anggaran pilkada. (Foto: Lampost)

Bandar Lampung – Transparansi penggunaan anggaran, baik oleh pihak penyelenggara yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu), maupun pasangan calon bupati dan calon wakil bupati, selama masa pelaksanaan Pemilih Kepala Daerah (Pilkada) harus terus dikawal penggunaannya.

Di lima kabupaten, di Provinsi Lampung, yang menggelar Pilkada serentak pada 2017 telah disepakati bersama batasan dana kampanye sebesar Rp 70,7 miliar.

Ketua Komisi Informasi (KI) Provinsi Lampung, Dery Hendryan, mengatakan besarnya jumlah anggaran penyelenggara Pilkada harus diketahui masyarakat dan terbuka karena itu termasuk informasi publik.

“Hal tersebut juga sesuai dengan Undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik junto Peraturan Komisi Informasi (Perki) nomor 1 tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik junto Perki nomor 1 tahun 2014 tentang Standar Layanan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Pemilu,” katanya kepada media massa di Bandar Lampung, Minggu (27/11/2016).

Ia juga mengatakan jajaran penyelenggara dan para calon harus memublikasikan penggunaan anggaran secara rinci. Publikasi itu bisa dilakukan melalui berbagai cara, seperti iklan, situs resmi, website, maupun media sosial. Informasi tersebut dapat memberi pencerahan bagi masyarakat untuk turut aktif membantu mengawasi proses Pilkada.

“Diminta atau tidak diminta semua harus di-upload anggarannya, mulai dari perencanaan kebijakan dan realisasinya,” kata Dery.

Hal senada diutarakan Akademisi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, Himawan Indrajat. Ia mengatakan, semangat transparansi harus diimplementasikan untuk memberikan pembelajaran politik yang baik di masyarakat.

“Dengan trasnparansi dana kampanye bisa menciptakan kampanye yang adil antar kandidat. Apalagi sebagaian dana kampanye kandidat sudah dibiayai negara,” katanya.

Sementara itu, Ketua KPU Kabupaten Pringsewu, A. Andoyo mengatakan bahwa pihaknya akan transparan dan memublikasikan segala hal terkait pendanaan Pilkada. Ia mengungkapkan, sejak penendatangan naskah perjanjian hibah daerah (NPHD), besaran dana yang digunakan sebanyak Rp 15,5 miliar.

“Presentasenya paling banyak digunakan untuk honor penyelengara dari tingkat PPK, PPS, dan KPPS,” kata Andoyo, Minggu (27/11/2016).

Ia juga menerangkan, pihaknya dalam waktu dekat akan menggelar rapat koordinasi nasional mengenai anggaran dengan KPU RI, yang rencananya akan dilaksanakan di Bali.

“Kita juga mem-publish dana kampanye yang telah disepakati antara KPU dan pasangan calon. Kita juga baru dapat data mengenai besaran harta kekayaan calon hasil analisis dari KPK yang nanti akan kita upload ke website,” tuturnya.

Senada dengan Andoyo, Ketua KPU Kabupaten Tulangbawang Barat, Ismanto juga menegaskan komitmennya untuk transparan terkait informasi mengenai anggaran Pilkada. Ia juga mengatakan, apabila ada masyarakat ingin mendapatkan informasi pihaknya akan memberikannya. Sesuai SK Nomor: 53/Kpts/KPU-Kab-008.680696/2016 tentang pembatasan dana kampanye disepakati sebesar Rp12,58 miliar.
Website kita masih dalam proses maintenance. Kita juga mengupayakan segera diperbaiki,” katanya.

Di pihak lain, liasion officer (LO) pasangan calon Khamami – Sapli, Junedi mengatakan saat ini untuk anggaran kampanye telah dibatasi jumlahnya. Ia juga menceritakan batasan dana kampanye tersebut sesuai dengan standar daerah.

“Awalnya kan ingin disepakati 9 miliar-an, kemudian karena memang melihat kondisi harga satuan barang berbeda setiap daerahnya. Oleh sebab itu maka ada kenaian batasan dana kampanye sebesar 12 miliaran,” katanya.

Sumber: Lampost.co