Arbain, peneliti IPC  menilai bahwa UU KIP merupakan UU yang khusus dibuat guna mengatur pelayanan keterbukaan informasi antara badan publik dengan warga negara. Menurutnya, permintaan informasi yang menyertakan antar badan publik tidak menggunakan UU KIP, melainkan ada kebijakan lain.

“Jadi UU KIP menggatur terutama badan publik pemerintah dengan warga negara,” ujar Arbain pada Jumat (19/05/2107) di Gedung KK3 DPR RI.

“Kalau antar badan negara, misalnya DPR dengan KPK; jika DPR meminta  informasi, itu tidak menggunakan UU KIP. Mungkin ada kebijakan lain,” tambahnya.

Selama ini menurut Arbain dirinya sering mendapatkan kasus yang agak keliru, seolah-olah antar badan publik menggunakan UU KIP.

Dirinya juga menyampaikan bahwa hal yang serupa juga berlaku dengan pers. Saat melakukan peliputan, pers tidak perlu menggunakan UU KIP.

“Pers juga bagian dari warga negara. Lalu pertanyaannya apakah pers perlu menggunakan UU KIP untuk meminta informasi publik? Jawabanya kalau dia posisinya sebagai pers yang ingin meminta untuk wawancara sebenarnya tidak menggunakan UU KIP,” tegas Arbain.

Arbain menuturkan pada tahun 2012 untuk mempertegas posisi pers, maka Komisi Informasi mengadakan Mou dengan dewan pers. Menurutnya langkah ini diambil guna memperjelas bahwa pers tidak menggunakan UU KIP saat melakukan liputan dan wawancara, melainkan menggunakan UU khusus pers.