Cagub dan Cawagub DKI Diminta Jalankan UU KIP

Cagub dan Cawagub DKI Diminta Jalankan UU KIP

c84181e7241b4012ee5353cb07ee3a5e

Jakarta – Komisi Informasi DKI Jakarta bersama Ombudsman RI menggelar acara pengukuhan komitmen bersama pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI dengan tema mewujudkan Jakarta yang lebih terbuka dan bebas dari maladministrasi di Hotel Sari Pan Pacific, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (1/11/2016).

Ketua Komisi Informasi DKI Jakarta, Gede Narayana mengatakan, acara ini digelar dengan tujuan agar calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang terpilih nanti mendukung keterbukaan informasi publik sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

“Pilkada Jakarta adalah barometer. Kami meminta siapapun gubernur dan wakil gubernur yang terpilih nantinya berkomitmen untuk selalu terbuka dalam informasi sekecil apapun,” katanya.

Sementara itu, Ketua Ombudsman RI, Amzulian Rifai berharap calon gubernur dan wakil gubernur yang terpilih dapat menjalankan roda tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, akuntabel, tertib, dan bebas mal administrasi.

“Kita meyakini siapapun yang menjadi gubernur dan wakil gubernur nanti memiliki posisi sentral dalam upaya mensejahterakan rakyat,” ujarnya.

Ia menambahkan, pengukuhan komitmen bersama pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI ini merupakan wahana untuk mengingatkan seluruh pihak agar memiliki komitmen mewujudkan pelayanan yang baik dan menjadi dambaan publik.

“Jangan dianggap remeh yang namanya pelayanan publik. Orang bisa berubah kewarganegaraanya, nasionalismenya ketika merasakan pelayanan publik di negara lain lebih baik. Maka itu kita tidak boleh mengabaikan pelayan publik,” tandasnya.[]

Sumber: beritajakarta.com

Implementasikan Keterbukaan Informasi Publik, KPU Luncurkan e-PPID

Implementasikan Keterbukaan Informasi Publik, KPU Luncurkan e-PPID

Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi meluncurkan layanan informasi publik berbasis online (e-PPID), di Ruang Sidang Utama Gedung KPU di Jakarta, pada Kamis (12/11).

Layanan yang dapat di akses di situs ppid.kpu.go.id ini semakin memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi-informasi yang ada di KPU. Layanan online e-PPID diluncurkan sebagai wujud komitmen KPU dalam mendukung keterbukaan informasi publik.

Husni Kamil Manik, Ketua KPU RI mengatakan, transparansi adalah salah satu prinsip yang selalu diterapkan oleh KPU sejak awal penyelenggaraan pemilu.

Di hadapan para undangan yang hadir, dengan bangga Husni mengatakan bahwa layanan ini adalah satu capaian prestasi baru bagi kerja keras KPU mewujudkan komitmen keterbukaan informasi.

Husni, mengajak masyarakat untuk terus berpartisipasi. Dengan semakin baiknya pelayanan kepada masyarakat, Husni berharap hal itu dapat berdampak kepada meningkatnya partisipasi masyarakat.

Husni pun mengajak masyarakat untuk turun memanfaatkan fasilitas yang disediakan KPU ini. “Jangan biarkan fasilitas ini menganggur,” kata Husni.

Senada dengan Husni, Abdul Hamid Dipopramono, Ketua Komisi Informasi Pusat mengakui keterbukaan informasi publik di KPU berjalan dengan cepat.

Hamid melihat peluncuran e-PPID oleh KPU ini sebagai langkah lanjutan KPU dalam konteks pelayanan informasi dan manajemen PPID. “Dalam hal keterbukaan, KPU berjalan cepat” kata Hamid mengapresiasi. “Dalam pemilu lalu, baik pileg maupun pilpres, dapat saya katakan suasananya terbuka” katanya.

Peluncuran yang dihadiri oleh Komisi Informasi Pusat, Indonesia Parliamantary Center (IPC), Perwakilan Partai Politik, The Asia Foundation, Departement of Foreign Affairs and Trade-Ausralian Embassy, IFES, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia dan media massa ditandai dengan dilakukannya registrasi pertama di situs ppid.kpu.go.id oleh Ketua KPU. (kpu.go.id)

KIP Gelar Anugerah Keterbukaan Informasi Publik 2014

KIP Gelar Anugerah Keterbukaan Informasi Publik 2014

Jakarta, Kebebasaninformasi.org – Komisi Informasi Pusat (KIP) menyampaikan Anugerah Keterbukaan Informasi kepada sejumlah kementrian, badan atau lembaga tertinggi, universitas partai politik, pemerintah provinsi, dan BUMN di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (12/12/2014).

Ketua KIP, Abdul Hamid Dipo Pramono menyatakan anugerah ini merupakan upaya untuk mengetahui tingkat kepatuhan badan publik dalam melaksanakan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Pemeringkatan seperti ini telah dilakukan semenjak tahun 2011 dengan menggunakan metode yang terus dikembangkan dan dievaluasi.

Tahun ini, untuk mendapatkan hasil yang presisif sesuai dengan realitas implementasi keterbukaan informasi yang dilakukan badan publik, KIP melakukan dua tahapan, yaitu penyebaran kuesioner penilaian mandiri dan visitasi berupa wawancara dan pembuktian secara langsung dokumen atau informasi.

Penyerahan piala dan piagam penghargaan dilakukan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan ketua KIP. Dalam sambutannya, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan bahwa Indonesia telah memilih jalan demokrasi, sedangkan demokrasi mensyaratkan transparansi dan dalam tarnsparansi harus ada keterbukaan informasi. Wapres mengatakan bahwa keterbukaan informasi adalah suatu keharusan sehingga evaluasi dan pemeringkatan Badan Publik oleh KIP harus dilakukan karena didasarkan pada undang-undang. “Transparansi adalah kunci dari pemerintahan bersih,” kata Wapres.

Berikut ini adalah hasil penilaian Pemeringkatan Keterbukaan Informasi pada Badan Publik 2014:

Kategori Kementerian

  1. Kementerian Keuangan: 100
  2. Kementerian Perindustrian: 98,2
  3. Kementerian Perhubungan: 95,2
  4. Kementerian Sekretariat Negara: 93,8
  5. Kementerian Pertanian: 93,8
  6. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat: 92,2
  7. Kementerian Kesehatan: 84,4
  8. Kementerian Komunikasi dan Informatika: 83,4
  9. Kementerian Agama: 82
  10. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi: 79,6

Kategori Badan/Lembaga

  1. Arsip Nasional Republik Indonesia: 94,4
  2. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional: 94
  3. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan: 92,2
  4. Mahkamah Konstitusi: 88
  5. Badan Tenaga Nuklir Nasional: 87
  6. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: 85,6
  7. Badan Koordinasi Penanaman Modal: 81,8
  8. Mahkamah Agung: 80,4
  9. Komisi Yudisial: 79,4
  10. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah: 72,4

Kategori Pemerintah Provinsi

  1. Nusa Tenggara Barat: 98
  2. Aceh: 93,2
  3. Kalimantan Timur: 91
  4. Banten: 87,6
  5. Bali: 67
  6. DKI Jakarta: 66
  7. Jawa Barat: 63
  8. Jawa Tengah: 59,4
  9. Kepulauan Riau: 59,2
  10. Jawa Timur: 58,4

Kategori BUMN

  1. PT Bio Farma: 85,8
  2. PT PLN: 78,8
  3. PT Taspen: 70
  4. PT Perusahaan Gas Negara: 67,6
  5. PT Bank Negara Indonesia: 66,2
  6. PT Kimia Farma: 64,8
  7. PT Jasa Raharja: 64,6
  8. PT Inti: 62,6
  9. PT Perkebunan Nusantara V: 60
  10. PT Rajawali Nusantara Indonesia: 58

Kategori Partai Politik

  1. Partai Gerakan Indonesia Raya: 57
  2. Partai Keadilan Sejahtera: 31
  3. Partai Kebangkitan Bangsa: 22
  4. Partai Amanat Nasional: 16

Kategori Perguruan Tinggi Negeri

  1. Universitas Indonesia: 77,8
  2. Universitas Brawijaya: 64,6
  3. Institut Pertanian Bogor: 60,7
  4. Universitas Udayana: 49,4
  5. Universitas Islam Negara Syarif Hidayatullah Jakarta: 46,8
  6. Universitas Nusa Cendana Kupang: 46,8
  7. Universitas Riau: 44,8
Dana ‘Haram’ dan Transparansi Kampanye Parpol

Dana ‘Haram’ dan Transparansi Kampanye Parpol

Sistem pelaporan dana kampanye pemilihan umum saat ini dinilai hanya formalitas dan tidak mencerminkan transparansi partai politik sehingga peluang masuknya dana-dana ‘siluman’ masih amat besar.

Padahal, transparansi dana kampanye parpol dan praktek korupsi dalam pemerintahan sangat berhubungan erat, kata sejumlah pakar.

“Beberapa kasus korupsi yang terungkap ujungnya selalu ada kepentingan politik -yaitu kepentingan parpol- di belakangnya. Misalnya kasus Nazarudin dan yang terbaru Atut,” kata Direktur Eksekutif Perkumpulkan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggaraini.

“Apa sih ujungnya? Ini kan untuk pembiayaan kemenangan yang mereka tebus ketika mereka menjabat,”

“Ketika misalnya keuangan dalam pemilu dianggap bukan isu besar tetapi sebagai isu pelengkap saja, ini [akan menjadi] awal dari korupsi besar yang terjadi dari penyelenggaraan pemerintahan kita nanti.”

Dia menilai, kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam konteks ini masih jauh dari harapan sementara partai politik hanya menyetor laporan dana dengan asal-asalan saja.

“Dalam perjalannannya Bawaslu malah terbawa arus dengan sibuk mengurusi isu dana saksi partai. Ini [pengawasan dana kampanye] kan kerja cape. Apalagi belum banyak kinerja penegakan hukum yang berarti yang dilakukan Bawaslu sampai saat ini.”

Kapan wajib laporkan dana?

  • Partai politik dan calon anggota DPD diwajibkan untuk melaporkan data penerimaan sumbangan kampanye secara periodik tiga bulan sekali, yaitu pada 27 Desember 2013 dan 2 Maret 2014.
  • Partai politik dan anggota DPD juga diwajibkan menyetor laporan dana awal kampanye pada 2 Maret 2014 dan laporan akhir pada 24 April 2014 kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk KPU.
  • Harus dibuat rekening khusus dana kampanye yang terpisah dari pembukuan dana rutin partai politik.
  • Ketentuan tentang pelaporan dana kampanye diatur dalam UU Pemilu No. 8 tahun 2012 dan PKPU No. 17 tahun 2013

Sumber: KPU, TII, ICW

Bawaslu sendiri mengakui bahwa sistem pelaporan dana kampanye kali ini hanya menitikberatkan pada faktor ketaatan saja, bukan akuntabilitas. Benar tidaknya laporan dana kampanye baru akan diaudit setelah pemilu selesai.

‘Sekedar himbauan’

Dalam penyelenggaraan pemilu kali ini, KPU sebetulnya telah menerapkan aturan baru untuk mendorong transparansi dana partai, salah satunya dengan mewajibkan pembuatan rekening khusus dana kampanye bagi partai politik dan calon anggota DPD.

Melalui PKPU No 17 tahun 2013 dijelaskan bahwa pembukaan rekening ini terpisah dari rekening partai dan wajib dibuka tiga hari setelah ditetapkan sebagai peserta pemilu. Laporan pembukuannya harus diserahkan pada KPU paling lambat 14 hari sebelum pelaksanaan kampanye pemilu.

Selain itu, parpol juga diwajibkan menyiapkan laporan dana secara periodik tiga bulan sekali, dan pada awal serta akhir kampanye.

Dibanding praktek dalam pemilu sebelumnya, aturan ini cukup diapresiasi untuk mendorong transparansi. Semua dana parpol yang dilaporkan ke KPU pun dapat diakses terbuka di situs resmi kpu.go.id, memungkinkan warga untuk menelisik lebih jauh.

Sayangnya, sejumlah terobosan ini tidak diikuti dengan pengecekan dan penegakan hukum. Direktur Program Transparency International Indonesia (TII) Ibrahim Fahmi Badoh mengatakan aturan masih “sekedar himbauan saja, bukan enforcement.

bawasluKPU dan Bawaslu bertanggung jawab jika ada pelanggaran

Ini, lanjutnya, terlihat jelas dari mekanisme pelaporan dana kampanye parpol periodik pada 27 Desember 2013 kemarin.

“Tidak ada upaya KPU misal untuk meminta parpol perbaiki laporannya, KPU terkesan menunggu laporan awal pada 2 Maret nanti. Sepertinya PKPU yang dibuat tidak mau ditegakan sendiri oleh KPU, bahkan mereka tidak peduli jika format pelaporan yang tidak sesuai standar yang ditetapkan,” ujar Ibrahim Fahmi Badoh.

“Mekanisme yang dibuat terkait akuntabilitas keuangan ini sangat mengkawatirkan.”

“Ini menjadi boomerang karena bisa jadi para kandidat itu dicukongi oleh kekuatan ekonomi tertentu sehingga mereka gampang diarahkan di kemudian hari dalam konteks kebijakan oleh para pemodal.”

“Saya kita KPU dan Bawaslu bertanggung jawab jika itu terjadi.”

Dalam pelaporan dana kampanye 27 Desember lalu, TII bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan bahwa selain tidak sesuai format, mayortitas sumbangan kampanye yang dicantumkan parpol adalah berbentuk jasa, yang dalam prakteknya sulit dilakukan audit.

Dana Kampanye Partai (Rp miliar)

*) Laporan periodik tiga bulanan per Desember 2013

Sumber: ICW, TII

Diukur oleh ketaatan

Anggota Bawaslu, Nelson Simanjuntak mengakui bahwa pihaknya memang tidak melakukan pemeriksaan terhadap laporan-laporan dana kampanye perpol yang diserahkan pada Desember lalu.

Selain mengaku sulit untuk melakukan audit, dia mengatakan hingga kini belum ada dasar hukum yang jelas jika laporan tersebut terbukti salah.

“Selama ini aturannya hanya bersifat adminis

tratif. Kalau parpol tidak menyerahkan, misalnya pada 2 Maret nanti, mereka bisa dikeluarkan dari peserta pemilu,” katanya.

Masalah laporan benar atau tidak, sambung Nelson, harus dibuktikan pada proses audit setelah laporan akhir dana kampanye disetor ke KPU.

“Di sana ada auditor independen yang akan menilai benar atau tidaknya. Jika terbukti salah, baru dikenakan sanksi. Nah, kalau dari sekarang kita sudah periksa dan terbukti salah, belum ada dasar hukumnya. Sulit.”

Hal ini sangat disayangkan oleh Titi Anggraini dari Perludem, pasalnya transparan atau tidaknya partai politik bisa menjadi bahan pertimbangan oleh masyarakat untuk memilih. Sangat terlambat menurutnya, jika audit hanya dilakukan setelah pemilu.

“Masyarakat harusnya bisa melihat mana partai yang jujur, mana yang bohong, sehingga bisa menentukan dengan tepat pada saat pemilu,” tutupnya.

Sumber: BBC

Absensi Anggota DPR adalah Informasi Publik Yang Dikelola Fraksi

Absensi Anggota DPR adalah Informasi Publik Yang Dikelola Fraksi

The absences of parliamentary members is public information that open and are in responsibility by fraction on parliament, thus said the vice chairman of PPID DPR RI, Suratno, on discussion that held by Indonesian Parliamentary  Center (IPC), at DPR RI, yesterday (January 16th).

It has submitted by Suratno associated with so many information request by Non Government Organization to PPID DPR RI on absences of Parliament members. He thinks, so far there is similarity perspective between PPID with fractions at Parliament. “Not all the fraction have deal that the absences as public information. So, PPID cannot give that, if the fraction states itself as closed information”, he asserted.

He wishes there are roles from Central Information Commission (KI Pusat) to build understanding between fraction, fittings council, and general secretariat of DPR RI about Public Information Openness Laws, so that can be built a managerial system and information services better.

Keuangan Tertutup, Sengketa Informasi Pun Tak Dihadiri

Keuangan Tertutup, Sengketa Informasi Pun Tak Dihadiri

Sengketa informasi antara LSM Kelompok Kerja (Pokja) 30 melawan sembilan partai politik (parpol), dilanjutkan melalui sidang yang digelar Komisi Informasi (KI) Kaltim (4/11), hanya dihadiri lima pengurus dari sembilan parpol yang diadukan.

Kelima pengurus parpol yang hadir yakni Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nusantara (PAN), dan Partai Damai Sejahtera (PDS). Sementara dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Demokrat, dan Gerindra, tak seorang pengurus pun yang tampak.

“Saya menduga mereka (empat partai yang tidak hadir)  menyepelekan sidang mediasi. Padahal pada pasal 52 (Undang-Undang Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik) badan publik dengan sengaja tidak memberikan informasi dapat berujung pidana,” ucap Sekretaris Pokja 30, Ramlianur.

Pasal 52 yang dimaksud berbunyi ; Badan Publik dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan informasi publik berupa informasi publik secara berkala, informasi publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, informasi publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau informasi publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan undang-undang ini dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain, dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5 juta.

Untuk diketahui, hasil uji akses Pokja 30 yang diadakan sejak 19 Agustus 2013 lalu, sembilan partai pemilik kursi di DPRD Kaltim ogah menyerahkan laporan keuangan dan memberi banyak alasan. Hal itu yang mendasari Pokja 30 melakukan permohonan sengketa publik kepada KI.

Selain itu, kata Ramlianur, ketidakhadiran empat partai pada sidang itu justru memperlihatkan kepada publik bahwa mereka tidak terbuka. Sudah barang tentu, akan merugikan citra dalam menarik simpatik masyarakat. “Kan sama aja ketidakhadiran mereka melawan amanat UU. Jika mereka serius menjalankan amanah konstitusi mereka seharusnya datang,” timpal Ramlianur.

Sementara itu, Ketua KI Kaltim, Jaidun mengatakan, sidang ditunda hingga minggu depan yaitu 10 Desember. Sebab kata dia, pada sidang perdana hanya lima partai yang menghadiri. “Minggu depan kami jadwalkan mediasi lanjutan kepada parpol yang hadir. Sementara untuk yang tidak hadir kami akan melakukan panggilan secara patut untuk menghadiri sidang,” ujar dia.

Dia menjelaskan pada pasal 15, parpol wajib menyediakan informasi tentang asas dan tujuan, program umum dan kegiatan partai politik. Selain itu, nama, alamat, susunan kepengurusan, dan perubahannya;
wajib diberikan.

Begitu pun pengelolaan dan penggunaan dana bersumber dari APBN atau APBD. “Kalau mereka tidak menghadiri hingga dua kali panggilan sidang, maka KI akan mengambil keputusan tanpa kehadiran pengurus parpol,” tegas Jaidun.

Diolah dari Kaltimpost