Supreme Court: 81 Courts have not Published the Verdict

Supreme Court: 81 Courts have not Published the Verdict

JAKARTA, – The Clerk Supreme Court, Soeroso Ono said, there are 81 courts that haven’t publicize actively the decision through verdict directory “website” of Supreme Court.

“The court is not actively published this decision instead of big cities such as Jakarta and West Java,” he said in Jakarta, on Saturday (January 25th, 2014).

He explained that the statement was also delivered during the opening of decision analysis competition in Jakarta on Thursday (23/01/2014).

He proposed that as many as 89 percent of the 819 courts already published its decision through the court verdict directory in the “website” of Supreme Court.

According Soeroso, to make all the court’s decision to use verdict directory of all, the Supreme Court will change the Circular of Supreme Court No. 14 of 2010, which states the delivery docket using directory verdict.

“So the delivery of docket in electronic form, and there are no more ‘hard copy’, so it forced the court to use the verdict directory,” he said.

Soeroso also said it will conduct a meeting with the chairman of the court at Jakarta and West Java.

“I am confused in Jakarta only have two active courts, then in the last week there will be directory training for court at Jakarta and Bandung,” he said.

Clerk of the Supreme Court in late 2013 has released 98 courts which not published yet, it came from general courts and religious courts.

While military courts and state administrative reach 100 percent participation, he said.

Source: kompas.com

Kontras: Akses Informasi Publik di 5 Komisi Belum Memuaskan

JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) melakukan penilaian terhadap akses informasi publik di 5 komisi negara, yakni Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Kejaksaan, Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Ombudsman, dan Komisi Yudisial. Hasilnya, akses informasi publik di 5 komisi itu dinilai belum memuaskan.

“Pertama, implementasinya belum terlalu bagus. Padahal mereka memiliki fungsi strategis terkait dengan pengaduan publik terhadap badan yang diawasinya,” kata Tim Peneliti Kontras Ahmad Faisal di Jakarta, Selasa (26/11/2013).

Secara umum, menurutnya penilaian implementasi UU KIP di lima komisi negara tersebut belum dijalankan sesuai mandat yang ada. Bahkan, kelima komisi tersebut cenderung mengabaikan permintaan informasi yang diajukan. Seluruh komisi negara yang diuji juga, lanjut dia, belum memiliki prosedur operasi standar uji konsekuensi publik untuk menetapkan informasi yang dikecualikan.

“Misalnya saja, informasi yang ditampilkan di dalam website mereka masih belum diupdate terus. Masih tidak sesuai dengan yang dibutuhkan publik,” ujar dia.

Padahal, keterbukaan informasi di kelima komisi ini dinilai sangat penting, mengingat mereka bekerja berdasarkan aduan yang datang dari publik. Tidak terbukanya informasi dinilai akan sangat mengganggu dan membuat kinerja kelima komisi ini menjadi tidak masksimal.

Oleh karena itu, Kontras memberikan rekomendasi terhadap kelima komisi, diantaranya penetapan aturan internal terkait layanan informasi publik, implementasi aturan internal secara penuh, adanya standar uji konsekuensi penetapan informasi dikecualikan, dan penyesuaian website. Penilaian ini dilakukan kontras melalui studi dokumen dengan implementasi UU KIP, review website, mengajukan permintaan informasi, wawancara dan Focus Group Discussion (FGD).

Kompas, 26 Februari 2013

Pengadilan Negeri Batam Abaikan Peraturan MA

Pengadilan Negeri Batam Abaikan Peraturan MA

Persidangan lanjutan gugatan Universitas Putra Batam sebagai penggugat terhadap Nampat Silangit cs sebagai tergugat, Kamis (7/11/2013), terkesan semakin aneh. Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam yang memimpin persidangan, Merrywati, dinilai melenceng dari Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 2 Tahun 2011.
.
Persidangan dibuka dengan menghadirkan bukti-bukti dari penggugat maupun tergugat. Bukti putusan Komisi Informasi (KI) yang diserahkan tergugat justru ditolak oleh majelis hakim karena dinilai bukan putusan asli. “Padahal surat putusan tersebut sudah sesuai dengan aslinya dan telah diparaf dan ditandatangani,” kata Nampat Silangit kepada BATAMTODAY.COM, Kamis (7/11/2013).
.
Selain itu, lanjutnya, dalam Perma No 2 Tahun 2011 juga tertulis bahwa Panitera Pengadilan Negeri Batam yang meminta bukti surat ke Panitera Komisi Informasi. “Karena ini sifatnya banding, seharusnya putusan dari KI yang diuji kebenarannya. Ini sudah semakin aneh saja, makin melenceng dari Perma,” ujar Silangit.
.
Pada persidangan sebelumnya juga, kata Silangit, Pengadilan Negeri Batam telah mengabaikan Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan.”Pada Peraturan MA tersebut di BAB IV tentang cara pemeriksaan pasal 7 ayat (1), menyebutkan bahwa pemeriksaan sengketa informasi publik dilakukan secara sederhana hanya terhadap putusan Komisi Informasi, berkas perkara serta permohonan keberatan dan jawaban atas keberatan tertulis dari para pihak. Pada ayat (2) dengan tegas menyebutkan bahwa pemeriksaan dilakukan tanpa proses mediasi,” tuturnya.Namun yang dilakukan oleh majelis hakim yang diketuai oleh Merrywati, telah mengabaikan Peraturan MA tersebut. Sebab, setelah persidangan dilakukan sesuai hukum acara perdata biasa, di mana para pihak diberikan waktu untuk melakukan proses mediasi.
.
“Berarti majelis hakim yang memimpin sidang telah menabrak Peraturan MA tersebut,” tegas Nampat Silangit.
.
Dia juga mengaku tidak habis pikir dengan majelis hakim yang tidak mengetahui peraturan MA yang dikeluarkan tahun 2011 itu. “Sekarang kan sudah tahun 2013, berarti sebelumnya telah ada surat edaran tentang Peraturan MA itu,” ungkapnya. (*)
.
Diolah dari Batam Today