NTB Jadi Provinsi Pertama Terapkan Desa Benderang Informasi Publik

NTB Jadi Provinsi Pertama Terapkan Desa Benderang Informasi Publik

dana-desa

Mataram – Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memproklamirkan diri sebagai provinsi pertama yang mencanangkan Desa Benderang Informasi Publik (DBIP). Ketua Komisi Informasi (KI) Pusat, Jhon Presley mengatakan, NTB provinsi pertama di Indonesia yang mencanangkan BDIP.

“Konteks keterbukaan informasi adalah adanya komitmen pemimpin, meyakini dengan keterbukaan akan membantu kita menjalankan tugas dan fungsi,” ujarnya dalam pencanangan BDIP di Hotel Lombok Raya, Kota Mataram, Provinsi NTB, Kamis (6/10).

Ia memaparkan, dengan adanya keterbukaan informasi ini diharapkan kepala desa dapat bertanggung jawab akan anggaran secara transparan sehingga warga mengetahui.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pengembangan Daerah Tertentu Kementerian Desa Suprayoga Hadi mengatakan, pencanangan DBIP ini bagian semangat baru, lantaran, pelaksanaanya dilakukan sampai ke level paling bawah yakni, kepala desa.

“Jadi, semua orang harus tahu tentang penggunaan dana desa Itu. Kami berpandangan, keterbukaan informasi jadi poin penting dalam membangun tata kelola desa yang baik oleh pemerintah desa,” kata dia.

Terlebih, lanjutnya, pemerintah pusat telah menggelontorkan dana desa mencapai Rp 46,9 triliun bagi semua desa di Indonesia pada 2016, sehingga penggunaanya diperlukan pengawasan oleh semua pihak. Ia menambahkan, sampai saat ini terdapat sekitar 10 ribu desa yang terdata di Kementrian PDT pada 2014 lalu belum sama sekali terpapar sinyal seluler.

“DBIP ini akan sangat membantu masyarakat, khususnya di daerah terpencil di Papua yang minim adanya sinyal telpon seluler,” kata dia.

Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi menyambut baik pencanangan BPID di NTB. Ia menuturkan, kesuksesan pembangunan NTB juga bergantung pada para kepala desa. Kendati begitu, ia tidak ingin penandatangan nota keselamatan pencangkokan BDIP hanya sekadar seremonial belaka. Menurutnya, dibutuhkan komitmen tinggi dalam mengawal program ini agar berjalan maksimal. ()

Sumber: republika.co.id

Greenpeace Anggap Putusan KI Pusat Kemenangan Publik

Greenpeace Anggap Putusan KI Pusat Kemenangan Publik

download-1

JAKARTA – Greenpeace Indonesia menganggap putusan Komisi Informasi (KI) Pusat yang mengabulkan gugatan mereka soal keterbukaan informasi mengenai peta dan data geospasial hutan Indonesia merupakan kemenangan publik.

Kiki Taufik, perwakilan Greenpeace Indonesia dalam keterangan tertulisnya mengatakan, putusan tersebut membuat masyarakat yang selama ini terpapar asap kebakaran hutan dan lahan bisa bernafas lega.

“Ini adalah kabar gembira bagi keterbukaan dan perlindungan hutan. Membuka informasi harus dilakukan Presiden Joko Widodo sebagai bagian untuk menjalankan pemerintahan yang bersih,” kata Kiki, Selasa (25/10/2016).

Mengutip Bank Dunia, kerugian ekonomi Indonesia akibat kebakaran hutan pada tahun lalu melampaui US$16 miliar. Jumlah itu dua kali lebih besar akibat bencana tsunami di Aceh pada 2004 atau 1,8% produk domestik brutto (PDB). Estimasi itu dihitung berdasarkan kerugian pertanian, kehutanan, transportasi, perdagangan, industri, pariwisata, dan sektor pendapatan negara lainya.

Angka di atas belum termasuk kerugian lingkungan. Mereka mencatat lebih dari 2,6 juta Ha hutan, lahan gambut dan lahan lainnya terbakar atau dibakar pada kurun waktu tersebut.  Meski belum dianalisa secara penuh, perkiraan kerugian lingkungan mencapai $295 juta.

Kiki menambahkan keterbukaan data dalam format shapefile itu juga bisa menjadi jalan untuk mencegah korupsi di sektor kehutanan.Potensi korupsi di sektor kehutan cukup besar.

“Sebagai langkah awal untuk perbaikan tata kelola kehutanan dan menyelamatkan keanekaragaman hayati serta puluhan juta warga negara, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus menjalankan putusan itu,” katanya.

Sebelumnya, Majelis Komisioner KI Pusat mengabulkan gugatan Greenpeace Indonesia yang diajukan ke KLHK terkait peta dan data geospasial hutan Indonesia.

Gugatan itu dilayangkan oleh organisasi yang fokus di isu lingkungan itu menyusul sikap dari KLHK yang enggan membuka tujuh informasi tentang pengelolaan hutan diantaranya lampiran peta dalam format shapefile.

Sumber: kabar24.bisnis.com

YARA Minta Komisi Independen Pemilihan Abdya Bentuk PPID

YARA Minta Komisi Independen Pemilihan Abdya Bentuk PPID

logo-yara

Blangpidie – Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Perwakilan Aceh Barat Daya (Abdya) meminta Komisi Independen Pemilihan setempat untuk lebih transparan dalam mengelola informasi setiap tahapan pilkada di Abdya.

Berkenaan dengan hal itu, YARA meminta Komisi Independen Pemilihan Abdya untuk membentuk Pejabat Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang senantiasa bertanggung jawab untuk mengelola informasi publik pada ranah Komisi Independen Pemilihan.

“Agar lebih transparan, maka PPID harus dibentuk, hal ini berkenaan dengan banyaknya informasi publik yang harus dikelola dalam tahapan pilkada, karena masyarakat saat ini cukup butuh informasi,” tulis Ketua YARA perwakilan Abdya, Miswar dalam siaran persnya, Rabu (26/10).

Dengan adanya PPID itu, lanjut Miswar, semua pihak mudah mengakses informasi, sehingga update informasi dari Komisi Independen Pemilihan dapat terlaksana dengan baik serta bisa dapat diakses dengan mudah cepat dan sederhana.

Komisi Independen Pemilihan adalah salah satu badan publik yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

“Kalau PPID dimaksud tidak dibentuk, kami menduga Komisi Independen Pemilihan Abdya tidak menjalankan amanah Undang Undang NO 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dimana dalam undang-undang tersebut setiap badan publik harus ada informasi yang wajib disediakan dan diumumkan,informasi yang wajib diumumkan secara serta-merta dan informasi yang wajib tersedia setiap saat,” lanjutnya.

Sejauh ini, tambah Miswar, setiap informasi publik yang ada di Komisi Independen Pemilihan Abdya belum bisa diakses dengan mudah dan terkesan masih sangat sulit. Dimana setiap informasi publik yamg diperlukan harus melalui Ketua Komisi Independen Pemilihan. Pihaknya selaku pemohon informasi publik merasa dirugikan dengan pelayanan informasi yang diperlukan tidak didapatkan dengan mudah.

Selain itu, belum ada informasi yang tersusun di website Komisi Independen Pemilihan Abdya. Sebelumnya Komisi Independen Pemilihan Provinsi Aceh pada 31 Agustus 2016 telah membuka secara resmi pembentukan PPID yang secara langsung dideklarasikan.

“Sangat aneh jika Komisi Independen Pemilihan Abdya hingga saat ini belum juga membentuk PPID, sehingga terkesan Komisi Independen Pemilihan menyembunyikan informasi publik. Jika PPID juga belum terbentuk, dalam waktu dekat kami dari YARA Perwakilan Abdya akan mengsengketakan ke Komisi Informasi (KI) Provinsi Aceh,” tegas Miswar. ()

Sumber: acehterkini.com

Keterbukaan Informasi Publik Mampu Cegah Pungutan Liar

Pekanbaru – Keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) pada prinsipnya mampu mencegah Pungutan Liar (Pungli) yang kini merajalela. Namun instansi atau lembaga seperti sengaja tidak memberikan informasi untuk melindungi terjadinya Pungli. Padahal KIP setidaknya dapat meminimalisir upaya Pungli di instansi atau lembaga pelayanan publik, karena serba terbuka dan transparan.

Hal itu ditegaskna oleh Ketua Komisi Informasi (KI) Provinsi Riau, Mahyudin Yusdar, Sabtu (29/10/2016). Ia mengatakan, keterbukaan membuat kontrol publik semakin kuat. Hal itu akan berujung pada semakin baiknya penyelenggaran tata kelola pemerintahan. Keterbukaan membuat peluang kecurangan makin kecil.

“Pungutan liar adalah uang sogokan, uang pelicin, salam tempel dan lain atau bahkan ada yang disebut sebagai uang terima kasih, menunjukan pelaku pungli telah menyalahgunakan wewenang dan mengabaikan asas-asas pelayanan yang seharusnya dilakukan secara profesional, jujur, adil, transparan dan akuntabel yang merupakan bagian dari budaya kerja aparatur pemerintah,” urainya.

Pungutan liar tidak terlepas dari budaya tertutup di instansi atau lembaga badan publik. Menurut Mahyudin, selama ini hampir tidak pernah ditemui instansi secara terbuka mengumumkan atau membuat standar pelayanan di instansinya menyangkut pelayanan yang diberikan.

“Keberadaan UU KIP bertujuan mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu transparan, efektif dan efesien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan yang selaras dengan hakikat pelayanan publik,” katanya

Sumber rri.co.id

Plt Kepala Dispenda Riau: Dispenda Riau Masih Tertutup

Plt Kepala Dispenda Riau: Dispenda Riau Masih Tertutup

untuk-keterbukaan-informasi-publik-masperi-akan-mengundang

Pekanbaru – Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Riau mengatakan saat ini sedang mencoba mengubah pola pikir para pegawai di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang sekarang dipimpinnya.

Ini dikatakan oleh Plt Kadispenda Provinsi Riau, Masperi, di kantor Gubernur Riau, Rabu (19/10/2016).

“Kita sedang mencoba mengubah pola pokir di Dispenda, yang selama ini sepertinya tertutup,” kata Masperi.

Selama ini, kata Masperi, Dispenda sepertinya masih kurang terbuka terhadap segala informasi yang ada di SKPD tersebut, seperti soal program, realisasi dan segala hal informasi publik disana.

“Selama ada ketakutan terhadap hal ini (keterbukaan informasi), saya katakan, kalau kita bekerja sesuai tugas pokok dan fungsi, apa yang perlu kita khawatirkan?,” kata Masperi.

Ini sangat penting dilakukan mengingat Dispenda fungsinya sebagian besar (hampir 90 persen) adalah pelayanan langsung kepada masyarakat. ()

Sumber: riaubook.com

Penjelasan kampus di Kaltim dugaan pungli Rp 3,9 juta per mahasiswa

Penjelasan kampus di Kaltim dugaan pungli Rp 3,9 juta per mahasiswa

penjelasan-kampus-di-kaltim-dugaan-pungli-rp-39-juta-per-mahasiswa-1

Samarinda – Dugaan pungutan liar (pungli) pada program studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda mencuat dan menjadi perbincangan masyarakat. Meski membantah dugaan pungli, pihak fakultas mengakui belum menyusun laporan pertanggungjawaban penggunaan uang yang dihimpun mahasiswanya, selama tiga tahun terakhir ini.

Pihak fakultas memastikan akan memberikan data dan informasi penggunaan uang mahasiswanya, bagi pihak yang meminta, mengacu pada putusan sidang sengketa informasi publik, Senin (24/10). Namun data laporan pertanggungjawaban itu belum ada untuk saat ini.

“Mungkin nanti kita akan berikan secara global ya, karena itu kan ada rincian, misal jalan ke suatu lokasi di sana, secara global kita akan berikan kalau diputuskan (Komisi Informasi Kalimantan Timur (KI Kaltim), itu kita akan ikuti,” kata Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman Samarinda Syarifah Hudayah di kantornya, Selasa (25/10).

Lebih lanjut, Syarifah menyebutkan, pihak fakultas baru akan membuat laporan pertanggungjawaban penggunaan uang mahasiswa yang disusun oleh bagian keuangan program studi MM Unmul. Sebagai lembaga yang termasuk Badan Layanan Umum (BLU), Unmul mesti menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan tidak hanya bersumber APBN dan APBD, melainkan juga dana himpunan masyarakat,

“Mungkin kita akan buat laporannya. Itu kan buat bukan dana APBD dan APBN, jadi kami buatkan ini, dan itu ada. Ini kan karena ada yang menanyakan. Sebenarnya sudah ada catatannya, kami semua ada catatannya, tidak mungkin kami tidak ada rincian catatannya. Ini masyarakat mau tahu, jadi tidak ada masalah,” terang Syarifah.

Meski demikian, Syarifah mengaku tidak tahu persis, ada tidaknya laporan pertanggungjawaban penggunaan uang mahasiswanya. Padahal, penghimpunan dana mahasiswa itu sudah berlangsung enam angkatan selama tiga tahun, dan terkumpul sekitar Rp 2,5 miliar.

“Nanti ke bendahara ya. Khawatir salah, Mungkin ke bendahara saja tanyanya,” sebutnya.

Syarifah juga tidak membantah, dana mahasiswa program MM, disetorkan ke rekening pribadi staf keuangan program studi MM. Padahal, semestinya, dana itu diserahkan ke rekening fakultas.

“Iya, soal itu (disetor ke rekening pribadi staf keuangan), kita membantu pengelolaan itu ke UGM. Kalau mahasiswa sendiri kesulitan. Jadi, kita hanya bantu mengurus semua yang ada di sana (Yogyakarta). Tidak ada niatan apapun dari kami. Kontrak dengan UGM ada kok, sejak 2013,” ungkapnya.

Lantas, sebenarnya program apa sih yang ada di prodi MM, sehingga mahasiswa mesti nyetor rata-rata Rp 3,9 juta ke rekening staf keuangan, untuk mengikuti program kuliah pendek di UGM?

“Program ini untuk menambah wawasan, ilmu pengetahuan dan budaya. Program ini, kita bicarakan ke mahasiswa, setelah kita tahu besaran dana dari sana (UGM). Mahasiswa tidak masalah, karena menjadi nilai tambah program S2 ini,” jelasnya.

Bahkan di tengah sorotan, pada angkatan VII ini, prodi MM tetap melanjutkan program kuliah ke UGM, namun biayanya diturunkan dari Rp 3,9 juta menjadi Rp 2,9 juta. Nominal baru itu, belum bisa dipastikan oleh Syarifah.

“Ketua prodi MM belum lapor. Jadi mungkin dengan nominal itu (Rp 2,9 juta), ada perubahan kegiatan, kontraknya yang berubah. Yang jelas, setelah ada rincian dana dari UGM, kita sampaikan ke mahasiswa. Kuliah pendek ini untuk menambah wawasan,” demikian Syarifah.

Diketahui, mahasiswa pascasarjana MM Fakultas Ekonomi Unmul Samarinda mempertanyakan penggunaan uang mereka yang dipungut Rp 3,9 juta per mahasiswa, untuk kuliah pendek di UGM Yogyakarta. Mereka heran, dana mereka disetor ke rekening pribadi staf keuangan prodi MM. Keingintahuan mereka, malah mendapat tekanan dari prodi MM, hingga akhirnya mereka melapor ke aktivis kelompok kerja (Pokja) 30 Kalimantan Timur.

Pokja menyeretnya ke KI Kaltim, sebagai aduan sengketa publik. Pada sidang KI Kaltim, yang dipimpin majelis hakim Sencihan, meski memutuskan untuk menolak gugatan sengketa publik Pokja 30 Kalimantan Timur, namun dalam sidang putusan Senin (24/10), KI Kaltim memerintahkan Fakultas Ekonomi Unmul membuka data dan informasi publik ke masyarakat. Sebab, dana himpunan masyarakat, laporan pertanggungjawaban wajib dibuat selain penggunaan APBN dan APBD, mengacu Undang-undang No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). []

Sumber: merdeka.com