Masyarakat Sipil Desak Pemprov Kalbar Bentuk Komisi Informasi

Masyarakat Sipil Desak Pemprov Kalbar Bentuk Komisi Informasi

Sejumlah masyarakat sipil mengirimkan surat ke gubernur dan DPRD Kalimantan Barat untuk segera membentuk Komisi Informasi. Yudith E Vitranilla, salah satu pengirim surat berharap agar Gubernur Kalbar dapat segera melanjutkan proses pembentukan Komisi Informasi yang sempat terhenti atau memulai dari awal proses pembentukannya.

Pengiriman surat tersebut sebagai langkah prosedural untuk upaya hukum Gugatan Warga Negara/Citizen Lawsuit, apabila Pemerintah Daerah tetap tidak mau melaksanakan kewajibannya membentuk Komisi Informasi Provinsi Kalbar.

Kuasa hukum warga yang mengajukan surat notifikasi, Syahri menambahkan, gugatan warga negara merupakan prosedur hukum bagi setiap warga negara yang merasa hak-hak publiknya tidak dipenuhi oleh penyelenggara negara. dalam kurun waktu 60 hari sejak surat notifikasi diterima, maka pihaknya akan mengajukan Gugatan Warga Negara/Citizen Lawsuit melalui Pengadilan Negeri Pontianak.

Pengiriman surat notifikasi ini didukung oleh Koalisi Keterbukaan Informasi Publik, sebuah koalisi yang sejak tahun 2010 fokus dalam proses pengawalan pembentukan Komisi Informasi Provinsi Kalbar dan beranggotakan lebih dari 20 organisasi masyarakat sipil lokal.

Achu dari JARI Indonesia Borneo Barat salah satu organisasi pengusung mendukung sepenuhnya upaya yang dilakukan oleh warga Kalbar karena dengan adanya Komisi Informasi maka hak dan akses atas informasi akan semakin terbuka sehingga terbuka pula pengawasan terhadap penyelenggara negara.

“Partisipasi atau pelibatan masyarakat tidak berarti tanpa jaminan atas keterbukaan informasi publik,” kata Achus seperti dilansir Antara.

Sesuai dengan mandat Pasal 60 jo Pasal 30 ayat (2) jo Pasal 32 Undang-Undang No. 14 No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), Pemerintah Daerah dalam hal ini Gubernur bersama dengan DPRD wajib membentuk Komisi Informasi paling lambat pada tahun 2010 atau dua tahun sejak diundangkannya UU KIP. Namun meskipun Tim Seleksi sudah dibentuk pada tahun 2010, hingga saat ini Komisi Informasi Provinsi Kalbar belum terbentuk juga. (MM)

Sumber: Antara

Dua Bulan Lagi Dokumen Tata Kota DKI Akan Dibuka

Dua Bulan Lagi Dokumen Tata Kota DKI Akan Dibuka

Jakarta,-Dalam dua bulan ke depan, rencana penataan dan pembangunan ibu kota bisa diakses warga melalui aplikasi di telepon pintar. Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu kota (DKI) Jakarta menargetkan semua data itu dapat diakses siapa pun dan di mana pun dengan mudah.

Pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama, Rabu, (18/6) sebagaimana dikutip kompas Kamis (19/6), mengatakan sudah mengintruksikan hal itu ke satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab untuk urusan RDTR ini.

Komisioner Komisi Informasi DKI Jakarta Farhan Basyarahil mengatakan seharusnya hal itu dilakukan sejak lama karena informasi semacam itu mesti tersedia setiap saat tanpa harus diminta. Meski demikian, ia mengaku gembira akan rencana tersebut, “Menurut saya hal ini sangat menggembirakan,” katanya kepada kebebasaninformasi.org melalui telopon seluler, Kamis (19/6).

Dengan dibukanya data tersebut, menurut Farhan, masyarakat akan dengan mudah mengawasi penyelewengan yang terjadi. Misalnya, jika tata kota di satu wilayah sudah direncanakan menurut data itu, tapi tak direalisasikan, masyarakat bisa komplain.

Ketika ditanya mungkinkah rencana itu hanya politis dan sukar untuk dilaksanakan, menurut Farhan, karena sudah diinformasikan di publik, jika itu tidak dilakukan, masyarakat bisa menagihnya. Dalam hal ini Komisi Informasi DKI akan membantu jika ada yang mengkomplain.

Farhan menilai, data perencanaan tata kota itu sebenarnya sangat tepat disediakan di website karena di ponsel itu terbatas dan pasti tidak setiap ponsel bisa mengaksesnya. Di website bisa lebih detil dan luas sampai ke tingkat terkecil.

Ia menyarankan akan lebih bagus jika data perencanaan itu sampai ke tingkat mikro, misalnya kelurahan. “Nanti kita lihat seberapa terbuka informasi itu,” pungkasnya. (AA)

KI Kaltim Dorong Lembaga Daerah Transparan

KI Kaltim Dorong Lembaga Daerah Transparan

Samarinda – Komisi Informasi Kalimantan Timur (Kaltim), Eko Satiya Hushada menegaskan, pihaknya akan terus mendorong lembaga-lembaga di Provinsi Kalimantan Timur untuk transparan sebagai bentuk pelaksanaan dari Undang-Undang No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Eko juga menilai, transparansi yang dibangun juga turut mendorong pelaksanaan pemerintahan yang jujur, bersih dan anti korupsi. Hal tersebut sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 2 Tahun 2014 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.

“Inpres ini menginstruksikan kepada Gubernur, Wali Kota, dan Bupati sebagai penanggung jawab untuk melakukan pembentukan  dan penguatan tugas pokok dan fungsi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) utama dan pembantu,” kata Eko, seperti dilansir kaltimpost.co.id (15/6).

“Kami masih menemukan pemerintah di daerah, di Kaltim khususnya yang belum memiliki PPID. Ada yang sudah bentuk PPID Utama, tapi belum sampai di PPID Pembantu. Sehingga ketika ada akses informasi di SKPD, tidak terlayani dengan baik dan akhirnya bersengketa di Komisi Informasi,” tambah Eko.

Hari ini (16/6) akan ditandatangani MoU antara Komisi Informasi Kaltim dengan Polda Kaltim dan Kejati Kaltim. Penandatanganan MoU akan dilakukan dalam acara diskusi nasional Komisi Informasi Menuju Rakernas 2014 dengan tema “Penguatan Kelembagaan untuk Independen dan Profesional” di Hotel Novotel, Balikpapan. Mou ini dilakukan untuk menegaskan pentingnya pelaksanaan keterbukaan informasi lembaga pemerintah di Kaltim.

Penandatanganan MoU ini disaksikan Gubernur Awang Faroek, Kajati Kaltim Amri Sata dan Kapolda Kaltim Irjen Pol Dicky Daantje Atotoy. Selain itu, KI Kaltim akan bekerja sama lewat penandatanganan MoU dengan Bandiklat Kaltim dan Numesa. Bandiklat kaitannya dengan pemberian materi keterbukaan informasi publik pada sesi pendidikan di Bandiklat Provinsi Kaltim. Sementara Numesa terkait penguatan website di badan publik.

Di acara diskusi nasional yang bekerja sama dengan The Asian Foundation ini akan hadir sejumlah  pembicara, yakni Ketua KI Pusat Abdul Hamid Dipo Pramono, Gubernur Awang Faroek Ishak, ahli hukum tata negara Refly Harun,  Direktur LSM Pokja 30, dan Indonesia Parliamentary Centre (IPC). (kaltimpost.co.id)

Komisi Informasi Sulteng, Sukses Terapkan PerKI Pemilu

Komisi Informasi Sulteng, Sukses Terapkan PerKI Pemilu

Jakarta – Komisi Informasi Sulteng berhasil menyelesaikan sengketa informasi pemilu antara Pemohon dari Partai Nasdem Provinsi Sulteng dan Termohon Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulteng, pada Rabu (21/5). Pemohon meminta agar KPU Sulteng memperlihatkan form C1 Plano.

Dalam sidang yang berlangsung sehari itu, Majelis yang diketuai Abas Rahim dengan anggota Salman Hadianto dan Isman memutuskan bahwa informasi yang diminta termasuk kategori Informasi Publik yang bersifat terbuka. Majelis memerintahkan Termohon untuk memenuhi permintaan Pemohon. Pihak Termohon yang diwakili oleh Ketua Bidang Hukum KPU Sulteng menyatakan bersedia memenuhi putusan dimaksud.

Pada sidang ini, KI Sulteng menggunakan Peraturan Komisi Informasi (PerKI) No.1  tahun 2014 tentang Standar Layanan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Pemilihan Umum. KI Sulteng merupakan KI pertama yang menerapkan PerKI No. 1/2014 dalam menangani sengketa informasi Pemilu.

Diolah dari : Komisi Informasi

MaTA: Pelayanan Informasi Penyelenggara Pemilu di Aceh Perlu Dibenahi

MaTA: Pelayanan Informasi Penyelenggara Pemilu di Aceh Perlu Dibenahi

Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) akan menggelar konferensi pers untuk menyampaikan kondisi keterbukaan informasi di provinsi Aceh, khususnya terkait penyelenggaan pemilu pada Rabu, 11 Juni mendatang. Koordinator Bidang Antikorupsi dan Monitoring Peradilan MaTA, Baihaqi mengatakan pihaknya telah melakukan belasan permintaan informasi ke Komisi Independen Pemilu (KIP) Aceh dan  Bawaslu Aceh, yang dilakukan atas nama pribadi dan aktivis LSM. Namun, hasilnya,  hanya satu informasi saja yang diberikan oleh KIP Aceh yakni foto copy KTP calon DPD dari provinsi Aceh. Selebihnya, tidak ada respon sama sekali dari penyelenggara pemilu tingkat provinsi Aceh.

“Informasi yang kami minta hanya informasi yang berkaitan dengan tahapan pemilu legilatif dan juga informasi terkait dengan anggaran,” kata Baihaqi. Namun, menurutnya, hanya satu informasi saja yang diberikan oleh KIP Aceh yakni foto copy KTP calon DPD dari provinsi Aceh. Selebihnya, tidak ada respon sama sekali dari penyelenggara pemilu tingkat provinsi Aceh.

Baihaqi menjelaskan, ermintaan tak hanya dilakukan melalui surat namun juga dilakukan melalui telpon. Hasilnya hampir serupa dengan uji akses melalui surat. Hanya KIP Aceh yang merespon permintaan yang dilakukan oleh MaTA, itupun staf yang memberikan informasi tersebut tidak mau menyebutkan siapa dirinya.

Selain dari MaTA, konferensi pers ini juga menghadirkan narasumber dari Ketua Komisi  Informasi Aceh, Afrizal Tjoetra. Baihaqi berharap hasil pemaparan kondisi keterbukaan informasi di Aceh ini akan memicu penyelenggara pemilu setempat untuk mengevaluasi dan membenahi sistem penyediaan dan pelayanan informasi publik.

Jumaidi: Kampus Tak Terbuka, itu Berarti Bebal

Jumaidi: Kampus Tak Terbuka, itu Berarti Bebal

Mahasiswa Universitas Negeri Mataram Fakultas Hukum semester VIII bernama Jumaidi meminta tiga 4 hal ke kampusnya sendiri. Yakni laporan pelaksanaan pembangunan rumah sakit tahun 2010-2012, laporan pengelolaan SPP 3 tahun terakhir, laporan pengelolaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Kampus (JPKMK), dan pengelolaan denda 10 % SPP mahasiswa yang telat bayar selama 3 tahun terakhir.

Laporan yang sejatinya dibuka tanpa diminta tersebut ternyata sulit didapatkan. Bahkan pria kelahiran Jerowaru, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat tersebut sempat diteror. Bagaimana peristiwa tersebut sampai ke Komisi Informasi, pengadilan, dan pada akhirnya dimenangkan? Berikut wawancara Abdullah Alawi dari kebebasaninformasi.org dengan Jumaidi, Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).

Kenapa Anda meminta hal itu?

Dalam poin permohonan yang saya ajukan, ada empat poin. Kemudian, saya meminta informasi-informasi tersebut karena hal tersebutlah yang paling dekat dengan mahasiswa. Informasi-informasi tersebut  memang seharusnya dipublikasikan tapi nyatanya tidak satupun informasi yang ditahu atau dilihat oleh mahasiswa to.

Sederhananya, uang-uang yang kami keluarkan yaitu SPP ataupun pembayaran-pembayaran lainnya, pengelolaannya seperti apa, uang kami dikemanakan dan dipakai untuk apa?
Kan itu perlu kita lihat, makanya perlu saya rasa kiranya untuk melihat informasi-informasi tersebut.

Kami juga melihat, dalam beberapa hal poin permohonan itu, ada beberapa hal yang menarik saya untuk meminta informasi tersebut. Terutama dalam pengelolaan SPP yang tidak pernah transparan, kemudian denda 10 % telat bayar SPP, regulasinya darimana dan uang itu diarahkan kemana, kan itu perlu kita lihat. Begitu juga dengan JPKMK, uang pelayanan kesehatan yang tidak memadai dengan alat-alat kesehatan yang disediakan oleh Unram, bahkan obat-obat yang ada di Klinik pun obat-obat yang sudah daluarsa. Lalu uang yang ami bayar dikemanakan?

Saya rasa, dalam hal keterbukaan informasi ini merupakan kebutuhan semua mahasiswa, terlihat dengan beberapa aksi yang dilakukan oleh mahasiswa, salah satu poin tuntutan aksinya adalah soal keterbukaan informasi.

Untuk apa informasi itu?

Dalam hal ini, kami mengharapkan suatu keterbukaan informasi di kampus. Jadi tujuan kami meminta adalah untuk mendorong terciptanya suatu perguruan tinggi yang transparan. Dengan melakukan uji akses seperti ini, adalah cara yang tepat untuk melihat komitmen perguruan tinggi dalam menaati aturan. Kalau ditanya informasi itu untuk apa? Kami ingin melihat pengelolaan uang yang kami bayar itu seperti apa dan kemana.

Apa dasar Anda sehingga berani meminta hal itu? UU Keterbukaan Informasi-kah?

Ya, semua itu kan berlandaskan pada hukum. UU No 14 tahun 2008 tentang KIP itu kan menegaskan pada setiap badan publik untuk bersifat terbuka, termasuk perguruan tinggi ini.
Jadi, jika ada badan publik yang masih belum mau terbuka, itu artinya berarti bebel terhadap hukum, tidak taat pada aturan

Bisa ceritakan kronologi mulai dari permintaan informasi itu sampai dimenangkan Komisi Informasi?

Pada tanggal 7 desember 2013, saya mengajukan surat permohonan dengan ditujukan kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Unram. Namun saat itu, surat yang saya ajukan tersebut ditolak mentah-mentah oleh petugas Tata Usaha (urusan surat keluar masuk) karena katanya di Unram tidak ada pejabat semacam itu.

Karena surat saya ditolak, kemudian saya ajukan lagi surat permohonan dengan tujuan kepada Humas Unram (tanggal 13 desember 2013), tapi disitupun surat saya ditollak. Alasannya, humas tidak berani berbicara urusan-urusan seperti itu, menurutnya yang punya kewenangan adalah Rektor. Jadi humas tidak akan berani mengeluarkan suatu informasi kalau tidak ada rekomendasi dari Rektor. Saya berpikirnya bahwa kewenangan tunggal ada di Rektor.

Sehari setelah itu, tanggal 14 desember, saya kemudian mengajukan surat permohonan informasi yang ditujukan kepada Rektor.  Mungkin capek dia lihat saya-saya terus oleh petugas di Tata Usaha tersebut, baru kemudian surat saya diterima.

Setelah itu, saya tunggu sampai 10 hari kerja (sesuai dengan standar permohonan informasi dalam UU). Setelah sepuluh hari, tidak ada tanggapan dari Unram, kemudian saya mengajukan kembali surat keberatan kepada Rektor Unram pada tanggal 3 januari 2014.

Setelah surat keberatan itu saya ajukan, kemudian saya tunggu sampai 30 hari kerja. Dalam rentang waktu 30 hari kerja itu, pihak Unram tidak ada tanggapan atau pemberitahuan sedikit pun.

Setelah genap 30 hari Unram tidak menanggapi, baru saya ajukan lagi surat permohonan penyelesaian sengketa informasi publik tanggal 11 Februari.

Pada tahap mediasi, yaitu dua kali (dalam rentan waktu 14 hari kerja) kami (saya dan pihak Unram) tidak menemukan titik temu. Karena alasannya masih mengkaji soal poin-poin informasi yang saya minta itu. Selain itu juga alasannya adalah pada poin poin surat permohonan yang saya ajukan itu, Unram mempertanyakan soal kata tiga tahun terakhir, padahal sebetulnya pada dua kali mediasi hal itu sudah jelas.

Sampai sidang pemeriksaan dan pembuktian pokok perkara, pihak Unram belum bisa memberikan alasan yang jelas mengenai alasannya tidak mau memberikan informasi itu. Sehingga Ketua Majelis KI, pada hari Senin tanggal 5 mei 2014 memutuskan bahwa mengabulkan semua poin permohonan kecuali poin satu. Pada poin satu itu, Unram harus memberikan laporan pelaksanaan pembangunan rumah sakit pendidikan tahun 2010 dan 2011, karena untuk tahun 2012 tidak ada anggaran dari pusat maupun Pemda. Kemudian untuk tahun 2013 laporan yang di audit belum ada.

Apa Anda merasa diteror karena melakukan hal itu? Baik fisik maupun psikis?

Memang dalam perjalanan peroses penyelesaian sengketa informasi itu, saya mendapatkan sedikit tekanan. Bahkan sempat saya mendengarkan isu kalau saya mau dikeluarkan dari kampus, tapi saya sama sekali tidak merasa takut, karena secara akademis saya rasa tidak ada alasan untuk memecat saya.

Lalu kemudian, kalau misalnya dia mengeluarkan saya dari Unram dengan alasan karena saya hanya sekedar meminta informasi, itu saya rasa ndak masuk akal.

Selain itu juga, secara institusi, Dekan sering panggil saya ke ruangannya dan suruh saya untuk menghentikan sengketa itu, bahkan Dekan suruh saya cabut surat permohonan penyelesaian sengketa itu.

Tapi bagi saya, hanya setan yang menghamba pada keburukan/kejahatan. Selama saya masih berada dalam kebenaran, saya tidak akan mundur. Saya akan terus perjuangkan, apalagi ini demi kepentingan publik. Karena informasi ini bukan hanya saya yang butuh tapi mahasiswa secara keseluruhan.

Akhirnya, Anda dimenangkan Komisi Informasi. Berdasar pengalaman, efektifkah UU itu?

Kalau ditanyakan soal efektif, saya rasa UU itu sangat efektif karena lahirnya UU tersebut adalah untuk melindungi hak-hak dasar manusia.

Apa pesan Anda bagi teman-teman mahasiswa lain yang kemungkinan kampusnya tertutup dalam informasi yang seharusnya terbuka tanpa diminta?

Sama seperti yang saya katakana sama kawan-kawan mahasiswa Unram lainnya, perguruan tinggi ini adalah badan publik yang harus transparan baik dalam anggaran maupun pengelolaan lainnya. Oleh karena itu, bagi kawan-kawan mahasiswa mari kita sama-sama dorong perguruan tinggi ini menjadi perguruan tinggi yang terbuka/transparan.  Kita dorong perguruan tinggi ini untuk membuat Pejabat Pengelola Informasi (PPID), karena itu adalah amanah Undang-undang. Teruslah berjuang demi kebenaran dan untuk kepentingan bersama.