Batasan Dana Kampanye Rp 203 Milyar, KPU DKI Harapkan Peserta Pilkada Jujur dan Terbuka

Batasan Dana Kampanye Rp 203 Milyar, KPU DKI Harapkan Peserta Pilkada Jujur dan Terbuka

 Komisioner KPU DKI Jakarta Betty Epsilon Idroos dalam sebuah diskusi di Kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (9/11/2016) (Foto: Kompas.com)

Komisioner KPU DKI Jakarta Betty Epsilon Idroos dalam sebuah diskusi di Kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (9/11/2016) (Foto: Kompas.com)

KebebasanInformasi.org – Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta resmi menetapkan batasan dana kampanye, yang boleh digunakan setiap pasangan calon (paslon) gubernur dan calon wakil gubernur, pada Pilkada 2017 sebesar Rp 203 milyar. Angka tersebut lebih besar dari yang ditawarkan sebelumnya, yakni Rp 93 milyar.

Komisioner KPU DKI Jakarta bidang Sosialisasi, Betty Epsilon Idroos, menjelaskan, batasan dana ini merupakan angka moderat yang ditemukan KPU DKI setelah melakukan berbagai penghitungan dan pertimbangan serta perbincangan dengan para tim kampanye.

“Sebelumnya masih hitung-hitungan kasar kami, rapi kemudian tidak realistis. Maka keluarlah angka Rp 203 miliar,” jelas Betty di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (9/11/2016).

“Itulah angka yang paling moderat yang dapat kami keluarkan hasil perbincangan dengan tim kampanye. Bahkan tim kampanye minta lebih-lebih lagi,” imbuhnya.

Di antara pertimbangan KPU DKI menetapkan angka Rp 203 milyar ialah kegiatan kampanye rapat umum yang melibatkan 100.000 massa jika digelar di Gelora Bung Karno (GBK). Sedangkan sebelumnya, KPU DKI menghitung jumlah peserta rapat umum hanya sekitar 20.000 orang.

Kemudian, tim kampanye pasangan cagub-cawagub meminta batasan dana kampanye ditingkatkan dari yang ditawarkan KPU sebelumnya.

“Untuk kegiatan yang mereka lakukan terkait dengan tatap muka atau pertemuan terbatas, mereka ingin lebih banyak lagi,” jelas Betty.

Ia menerangkan, kampanye tidak hanya dilakukan paslon tapi juga tim kampanye, parpol pengusung, dan relawan yang terdaftar, dengan dana yang berasal dari satu pintu, yakni paslon yang dananya harus dilaporkan.

“Dalam satu hari melakukan kegiatan sekian kali, lalu dikali frekuensi kegiatan, dikali dengan jumlah orang. Ini tentu lebih banyak yang melakukan kampanye,” jabar Betty.

Di samping itu, penambah bahan kampanye sebanyak 35 persen dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT) juga diperbolehkan bagi tim kampanye.

Dengan ditetapkannya batasan dana kampanye tersebut, KPU berharap semua paslon dan tim kampanye dapat secara jujur dan terbuka melaporkan pemasukan dan pengeluaran dana kampanye mereka.

Nantinya, lembaga Kantor Akuntan Publik (KAP) akan mengaudit alokasi dana setiap paslon.  (BOW)

Titi Anggraini: Seharusnya KPU DKI Tentukan Batasan Dana Kampanye Sejak Awal Tahun

Titi Anggraini: Seharusnya KPU DKI Tentukan Batasan Dana Kampanye Sejak Awal Tahun

Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno

Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno

KebebasanInformasi.org – Masa kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017 berlangsung dari 28 Oktober 2016 sampai 11 Februari 2017. Sehari sebelum masa kampanye dimulai, yakni 27 Oktober 2016, seluruh pasangan calon (paslon) wajib menyerahkan Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) di daerah masing-masing. Setelah itu, KPU segera mengumumkan LADK tersebut kepada publik.

Namun ada yang unik dalam pelaksanaan Pilkada di DKI Jakarta. Salah satu paslon, yakni pasangan Anis Baswedan-Sandiaga Uno, telah mengumumkan besaran dana kampanyenya ke publik sebelum menyerahkan LADK ke KPU.

Kepada awak media di Jakarta, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Gerindra DKI Jakarta M. Taufik mengatakan dana kampanye calon yang diusung partainya dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu tidak kurang dari Rp200 miliar. “Sedang dihitung, yang jelas tak sedikit dan saya kira tak akan kurang dari itu (Rp200 miliar),” kata Taufik, Rabu (27/10/2016) lalu.

Langkah tersebut sempat menyedot perhatian publik, ada yang yang mendukung dan ada pula yang menilainya kurang etis.

Ketua KPU DKI Sumarno menanggapinya dengan mengatakan tidak masalah. Sebab, kata dia, pada akhirnya, masing-masing paslon tetap menyerahkan LADK dengan semua rincian, termasuk penerimaan dan pengeluaran sebelum mereka ditetapkan sebagai calon.

“Ya nggak apa-apa. Kan di laporan awal dana kampanye mereka juga disebutkan, bahwa saldo yang tersisa saat memasuki masa kampanye berapa, termasuk juga laporan penerimaan dan pengeluaran para calon ketika mereka belum ditetapkan sebagai calon, sebelum masa kampanye dimulai,” jelas Sumarno, Minggu (6/11/2017).

Sebagai penyelenggara Pilkada, pihaknya akan menginformasikan semua data, termasuk laporan dana kampanye, kepada publik. Meski Sumarno tidak menafikan bisa jadi laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye yang disampaikan ke KPU itu tidak lengkap.

“Pokoknya semua data yang masuk ke KPU itu diinformasikan ke publik. Mungkin saja, belum tentu bahwa semua penerimaan dan pengeluaran itu diinformasikan ke KPU. Tapi bagi KPU, apa yang masuk ke KPU itu yang akan kami informasikan,” kata Sumarno.

Berbeda dengan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini. Ia berpandangan, seharusnya KPU mengambil sejak awal menentukan batasan belanja kampanye. Sebab variabel batasan belanja kampanye itu sudah diatur jelas dengan rumusan yang ada dalam Peraturan KPU Nomor 13 tahun 2016.

“Ini jadi koreksi bagi KPU DKI. Mestinya tidak usah menunggu semua proses pendaftaran selesai baru mengumumkan batasan belanja kampanye. Harusnya batasan belanja kampanye diumumkan segera setelah KPU RI menetapkan PKPU tentang pelaporan dana kampanye. Sebab rumusannya sudah jelas semua, berapa kali pertemuan yang boleh, alat peraga berapa, dan hitung-hitungan harga satuan standar daerah, HSU harga satuan unit itu kan sebenarnya standar harga daerah itu ada sejak awal tahun,” paparnya.

“Karena laporan dana awal kampanye yang diserahkan pada tanggal 27 Oktober 2016 kemarin itu juga harus menyertakan penerimaan dan pengeluaran sebelum dibuka rekening khusus dana kamapnye kalau memang calon itu ada menerima dan mengeluarkan dana kampanye,” tambahnya.

Menurut Titi, hal ini menjadi kritik bagi kedua belah pihak, baik KPU maupun pasangan calon.

Cagub dan Cawagub DKI Diminta Jalankan UU KIP

Cagub dan Cawagub DKI Diminta Jalankan UU KIP

c84181e7241b4012ee5353cb07ee3a5e

Jakarta – Komisi Informasi DKI Jakarta bersama Ombudsman RI menggelar acara pengukuhan komitmen bersama pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI dengan tema mewujudkan Jakarta yang lebih terbuka dan bebas dari maladministrasi di Hotel Sari Pan Pacific, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (1/11/2016).

Ketua Komisi Informasi DKI Jakarta, Gede Narayana mengatakan, acara ini digelar dengan tujuan agar calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang terpilih nanti mendukung keterbukaan informasi publik sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

“Pilkada Jakarta adalah barometer. Kami meminta siapapun gubernur dan wakil gubernur yang terpilih nantinya berkomitmen untuk selalu terbuka dalam informasi sekecil apapun,” katanya.

Sementara itu, Ketua Ombudsman RI, Amzulian Rifai berharap calon gubernur dan wakil gubernur yang terpilih dapat menjalankan roda tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, akuntabel, tertib, dan bebas mal administrasi.

“Kita meyakini siapapun yang menjadi gubernur dan wakil gubernur nanti memiliki posisi sentral dalam upaya mensejahterakan rakyat,” ujarnya.

Ia menambahkan, pengukuhan komitmen bersama pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI ini merupakan wahana untuk mengingatkan seluruh pihak agar memiliki komitmen mewujudkan pelayanan yang baik dan menjadi dambaan publik.

“Jangan dianggap remeh yang namanya pelayanan publik. Orang bisa berubah kewarganegaraanya, nasionalismenya ketika merasakan pelayanan publik di negara lain lebih baik. Maka itu kita tidak boleh mengabaikan pelayan publik,” tandasnya.[]

Sumber: beritajakarta.com

NTB Jadi Provinsi Pertama Terapkan Desa Benderang Informasi Publik

NTB Jadi Provinsi Pertama Terapkan Desa Benderang Informasi Publik

dana-desa

Mataram – Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memproklamirkan diri sebagai provinsi pertama yang mencanangkan Desa Benderang Informasi Publik (DBIP). Ketua Komisi Informasi (KI) Pusat, Jhon Presley mengatakan, NTB provinsi pertama di Indonesia yang mencanangkan BDIP.

“Konteks keterbukaan informasi adalah adanya komitmen pemimpin, meyakini dengan keterbukaan akan membantu kita menjalankan tugas dan fungsi,” ujarnya dalam pencanangan BDIP di Hotel Lombok Raya, Kota Mataram, Provinsi NTB, Kamis (6/10).

Ia memaparkan, dengan adanya keterbukaan informasi ini diharapkan kepala desa dapat bertanggung jawab akan anggaran secara transparan sehingga warga mengetahui.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pengembangan Daerah Tertentu Kementerian Desa Suprayoga Hadi mengatakan, pencanangan DBIP ini bagian semangat baru, lantaran, pelaksanaanya dilakukan sampai ke level paling bawah yakni, kepala desa.

“Jadi, semua orang harus tahu tentang penggunaan dana desa Itu. Kami berpandangan, keterbukaan informasi jadi poin penting dalam membangun tata kelola desa yang baik oleh pemerintah desa,” kata dia.

Terlebih, lanjutnya, pemerintah pusat telah menggelontorkan dana desa mencapai Rp 46,9 triliun bagi semua desa di Indonesia pada 2016, sehingga penggunaanya diperlukan pengawasan oleh semua pihak. Ia menambahkan, sampai saat ini terdapat sekitar 10 ribu desa yang terdata di Kementrian PDT pada 2014 lalu belum sama sekali terpapar sinyal seluler.

“DBIP ini akan sangat membantu masyarakat, khususnya di daerah terpencil di Papua yang minim adanya sinyal telpon seluler,” kata dia.

Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi menyambut baik pencanangan BPID di NTB. Ia menuturkan, kesuksesan pembangunan NTB juga bergantung pada para kepala desa. Kendati begitu, ia tidak ingin penandatangan nota keselamatan pencangkokan BDIP hanya sekadar seremonial belaka. Menurutnya, dibutuhkan komitmen tinggi dalam mengawal program ini agar berjalan maksimal. ()

Sumber: republika.co.id

Greenpeace Anggap Putusan KI Pusat Kemenangan Publik

Greenpeace Anggap Putusan KI Pusat Kemenangan Publik

download-1

JAKARTA – Greenpeace Indonesia menganggap putusan Komisi Informasi (KI) Pusat yang mengabulkan gugatan mereka soal keterbukaan informasi mengenai peta dan data geospasial hutan Indonesia merupakan kemenangan publik.

Kiki Taufik, perwakilan Greenpeace Indonesia dalam keterangan tertulisnya mengatakan, putusan tersebut membuat masyarakat yang selama ini terpapar asap kebakaran hutan dan lahan bisa bernafas lega.

“Ini adalah kabar gembira bagi keterbukaan dan perlindungan hutan. Membuka informasi harus dilakukan Presiden Joko Widodo sebagai bagian untuk menjalankan pemerintahan yang bersih,” kata Kiki, Selasa (25/10/2016).

Mengutip Bank Dunia, kerugian ekonomi Indonesia akibat kebakaran hutan pada tahun lalu melampaui US$16 miliar. Jumlah itu dua kali lebih besar akibat bencana tsunami di Aceh pada 2004 atau 1,8% produk domestik brutto (PDB). Estimasi itu dihitung berdasarkan kerugian pertanian, kehutanan, transportasi, perdagangan, industri, pariwisata, dan sektor pendapatan negara lainya.

Angka di atas belum termasuk kerugian lingkungan. Mereka mencatat lebih dari 2,6 juta Ha hutan, lahan gambut dan lahan lainnya terbakar atau dibakar pada kurun waktu tersebut.  Meski belum dianalisa secara penuh, perkiraan kerugian lingkungan mencapai $295 juta.

Kiki menambahkan keterbukaan data dalam format shapefile itu juga bisa menjadi jalan untuk mencegah korupsi di sektor kehutanan.Potensi korupsi di sektor kehutan cukup besar.

“Sebagai langkah awal untuk perbaikan tata kelola kehutanan dan menyelamatkan keanekaragaman hayati serta puluhan juta warga negara, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus menjalankan putusan itu,” katanya.

Sebelumnya, Majelis Komisioner KI Pusat mengabulkan gugatan Greenpeace Indonesia yang diajukan ke KLHK terkait peta dan data geospasial hutan Indonesia.

Gugatan itu dilayangkan oleh organisasi yang fokus di isu lingkungan itu menyusul sikap dari KLHK yang enggan membuka tujuh informasi tentang pengelolaan hutan diantaranya lampiran peta dalam format shapefile.

Sumber: kabar24.bisnis.com

YARA Minta Komisi Independen Pemilihan Abdya Bentuk PPID

YARA Minta Komisi Independen Pemilihan Abdya Bentuk PPID

logo-yara

Blangpidie – Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Perwakilan Aceh Barat Daya (Abdya) meminta Komisi Independen Pemilihan setempat untuk lebih transparan dalam mengelola informasi setiap tahapan pilkada di Abdya.

Berkenaan dengan hal itu, YARA meminta Komisi Independen Pemilihan Abdya untuk membentuk Pejabat Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang senantiasa bertanggung jawab untuk mengelola informasi publik pada ranah Komisi Independen Pemilihan.

“Agar lebih transparan, maka PPID harus dibentuk, hal ini berkenaan dengan banyaknya informasi publik yang harus dikelola dalam tahapan pilkada, karena masyarakat saat ini cukup butuh informasi,” tulis Ketua YARA perwakilan Abdya, Miswar dalam siaran persnya, Rabu (26/10).

Dengan adanya PPID itu, lanjut Miswar, semua pihak mudah mengakses informasi, sehingga update informasi dari Komisi Independen Pemilihan dapat terlaksana dengan baik serta bisa dapat diakses dengan mudah cepat dan sederhana.

Komisi Independen Pemilihan adalah salah satu badan publik yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

“Kalau PPID dimaksud tidak dibentuk, kami menduga Komisi Independen Pemilihan Abdya tidak menjalankan amanah Undang Undang NO 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dimana dalam undang-undang tersebut setiap badan publik harus ada informasi yang wajib disediakan dan diumumkan,informasi yang wajib diumumkan secara serta-merta dan informasi yang wajib tersedia setiap saat,” lanjutnya.

Sejauh ini, tambah Miswar, setiap informasi publik yang ada di Komisi Independen Pemilihan Abdya belum bisa diakses dengan mudah dan terkesan masih sangat sulit. Dimana setiap informasi publik yamg diperlukan harus melalui Ketua Komisi Independen Pemilihan. Pihaknya selaku pemohon informasi publik merasa dirugikan dengan pelayanan informasi yang diperlukan tidak didapatkan dengan mudah.

Selain itu, belum ada informasi yang tersusun di website Komisi Independen Pemilihan Abdya. Sebelumnya Komisi Independen Pemilihan Provinsi Aceh pada 31 Agustus 2016 telah membuka secara resmi pembentukan PPID yang secara langsung dideklarasikan.

“Sangat aneh jika Komisi Independen Pemilihan Abdya hingga saat ini belum juga membentuk PPID, sehingga terkesan Komisi Independen Pemilihan menyembunyikan informasi publik. Jika PPID juga belum terbentuk, dalam waktu dekat kami dari YARA Perwakilan Abdya akan mengsengketakan ke Komisi Informasi (KI) Provinsi Aceh,” tegas Miswar. ()

Sumber: acehterkini.com