KI Lampung Minta KPUD Transparan Soal Anggaran

KI Lampung Minta KPUD Transparan Soal Anggaran

juniardi

Sikap Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Lampung patut dipertanyakan. Pasalnya, lembaga penyelenggara pemilu itu terkesan tertutup terkait anggaran pemilu 2014. Beberapa kali wartawan menanyakan hal itu, komisioner dan sejumlah oknum di KPU saling lempar dan enggan untuk memberi informasi. Kondisi itu berbalik 360 derajat, terkait dengan anggaran pilgub yang akan diajukan ke Pemerintah Provinsi Lampung.

“Jika bicara soal anggaran Pilgub yang akan diajukan KPU selalu terbuka. Tapi kenapa saat ditanya anggaran pileg mereka tertutup? Ini mengundang tanda tanya publik,” ujar Ketua Komisi Informasi Lampung Juniardi.

Atas dasar itu, Juniardi, meminta lembaga penyelenggara Pemilu seperti KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), transparan dan akuntabel, terutama soal anggaran.

“Para penyelenggara pemilu harus menjalankan proses pemilu yang transparan, jujur dan adil. Tanpa transparansi sulit menciptakan pemilu yang mendapat legitimasi rakyat, termasuk soal keuangan lembaganya. Karena setiap penggunaan uang negara itu wajib di pertanggung jawabkan,” tegas Juniardi.

Peringatan Ketua KIP itu menanggapi pertanyaan wartawan terkait transfaransi di lembaga KPU, dan anggaran Pileg KPU karena KPU dianggap tidak transparan. Untuk bisa bertindak transparan maka KPU, Bawaslu dan DKPP harus memahami Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

Menurutnya terlihat bahwa banyak para penyelenggara Pemilu belum memahami benar bahwa keterbukaan informasi yang diatur UU KIP meliputi setiap penyelenggaraan negara termasuk juga dalam penyelenggaraan Pemilu, dan anggaran yang digunakan.

“Tanpa memahami UU KIP, para penyelenggara Pemilu akan menghadapi banyak kendala dalam mempraktikkan keterbukaan dalam tahapan Pemilu. Seperti munculnya silang sengketa menyangkut proses dan tahapan dan lain-lainnya. Kalau semua transparan, masalah-masalah antara penyelenggara Pemilu dengan peserta Pemilu, dan masyarakat tentu akan sangat berkurang,” pungkasnya.

Diolah dari: www.ki.lampungprov.go.id

Seluruh Parpol Telah Serahkan Laporan Periodik Dana Kampanye

Seluruh Parpol Telah Serahkan Laporan Periodik Dana Kampanye

1645586Laporan-Dana-Kampanye780x390

Seluruh partai politik peserta Pemilu 2014 telah melaporkan laporan periodik dana kampanye (27/12). Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) merupakan partai yang paling banyak memiliki dana kampanye awal sebesar Rp. 144 Miliar dan Partai Kesatuan dan Persatuan Indonesia (PKPI) merupakan partai dengan dana awal kampanye paling kecil yaitu Rp. 19 Miliar.

Menurut politisi Partai Demokrat, Andi Nurpati mengatakan, laporan periodik yang diserahkan nilainya mencapai 135 miliar rupiah. “Nilainya itu dengan partai 135 miliar. Rinciannya dari partai 235 juta, selebihnya dari caleg. Kalau caleg itu sumbernya dari pribadi,” katanya.

Partai Persatuan Pembangun (PPP) pun sudah menyerahkan laporan periodik dana kampanye dengan total 44,8 miliar rupiah. PPP sudah menyerahkan seluruh laporan dari caleg juga yang berjumlah 548 caleg.

“Untuk periode pertama itu yang dikumpulkan model DK1, terus DK3, model DK5, terus juga satu lagi DK13 dari para caleg. Laporan penerimaan dari caleg itu 43 miliaran, sementara dari partai 1,8 miliar,” kata staf pencatatan kampanye PPP, Aam Sultono Alfalah, di kantor KPU.

“Untuk PKS itu totalnya 32 miliar,” kata staf bendahara DPP PKS, Marwan Gunawan. Adapun rincian dari 32 miliar tersebut yaitu 430 juta dari sumbangan perseorangan, 930 juta dari partai. Kemudian, sumbangan caleg ke partai ada 12 miliar, serta 18 miliar bersumber dari aktivitas caleg.

Untuk diketahui, seluruh partai peserta Pemilu 2014 sudah menyerahkan laporan periodik dana kampanye kepada KPU. Penyerahan laporan periodik dana kampanye ini berisi laporan penerimaan partai. tanggal 27 Desember 2013 merupakan batas akhir pengumpulan laporan periodik ini.  Sebelas partai serahkan laporan periodik pada tanggal tersebut, sementara partai Nasdem sudah menyerahkan 24 Desember yang lalu.

Berikut hasil laporan awal dana kampanye partai politik:

  1. Partai Gerindra Rp 144 miliar
  2. Partai Hanura Rp 135,5 miliar
  3. Partai Demokrat Rp 135 miliar
  4. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) Rp 130,8 miliar
  5. Partai Amanat Nasional (PAN)Rp 86 miliar
  6. Partai Golongan Karya (Golkar) Rp 75 miliar;
  7. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Rp 53,5 miliar;
  8. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Rp 45 miliar
  9. Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Rp 41,2 miliar
  10. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Rp 32 miliar
  11. Partai Bulan Bintang (PBB) Rp 29,6 miliar
  12. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Rp 19 miliar

 

Diolah dari: rumahpemilu.org

Integritas dan Keterbukaan Penyelenggara Pemilu Masih Dipertanyakan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Koalisi Amankan Pemilu 2014 menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), masih bermasalah dalam hal integritas. Hal tersebut harus jadi pekerjaan rumah pertama yang diselesaikan oleh dua penyelenggara pemilu itu.

Kordinator Nasional jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat, Mochammad Afifuddin, dalam konfrensi pers koalisi di Bakoel Coffee, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2013), menuturkan permasalahan integritas muncul salah satunya karena polemik pengadaan kendaraan dinas baru, dan bimbingan teknis ke luar negri oleh Bawaslu.

“Hal itu memang tidak melanggar peraturan, tapi momen pengadaan mobil baru bagi Bawaslu ditengah sorotan publik terhadap kinerja, dan di sisi lain minimnya honorarium penyelenggara mengganggu integritas pengelenggaraan pemilu,” ujarnya.

Kordinator Riset Transparansi Internasional Indonesia, Lia Toriana dalam kesempatan yang sama menambahkan dalam mendorong integritas proses maupun hasil pemilu 2014, penyelenggara pemilu perlu menyusun suatu standar kerja. Kata Lia hal itu digunakan untuk mengukur pelaksanaan tugas utama kepemiluan, serta sebagai bagian pembentukan sistem untuk mencegah suap.

“Keberadaan standar kinerja ini merupakan bagian dari bentuk akuntabilitas penyelenggara pemilu kepada publik,” tuturnya.

Dalam hal transparansi kata Lia penyelenggara pemilu harus menyiapkan infrastruktur keterbukaan informasi, mulai dari regulasi, mekanisme dan unit pendukung. Menurut Lia penyelenggara pemilu merupakan bagian dari institusi yang terkait dengan ketentuan dalam undang-undang nomor 14 tahun 2008, tentang keterbukaan informasi publik.

“Lambatnya respon dan proaktifnya pihak KPU atas permohonan informasi seperti rekening khusus dana kampanye para peserta pemilu menjadi pengalaman pahit bagi masyarakat sipil,” kata Lia.

 

Sumber: Tribunnews.com

28 November 2013

Perlu Mekanisme Khusus Memperoleh Informasi Soal pemilu

Perlu Mekanisme Khusus Memperoleh Informasi Soal pemilu

Penyelenggaraan pemilu tidak lepas dari aspek keterbukaan informasi publik. KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu menguasai banyak informasi publik yang penting. Namun jika terjadi sengketa informasi perlu mekanisme khusus agar sinkron dengan periode tahapan pemilu. Demikian disampaikan oleh Dessy Eko Prayitno, Peneliti ICEL dalam diskusi komunitas mengenai keterbukaan informasi dan pemilu (18/7) di Cikini, Jakarta.

Waktu perolehan informasi termasuk dengan sengketa di Komisi Informasi (KI) kurang lebih enam bulan. “Kalau ada pihak yang mengajukan informasi terkait dengan pelaksanaan tahapan pemilu bisa ketinggalan dengan proses tahapan yang periodenya singkat dan ketat” tambahnya.

Oleh karena itu, baik KPU, Bawaslu, dan KI harus duduk bersama untuk merumuskan mekanisme khusus mengenai pelayanan informasi terkait pemilu. Mekanisme pelayanan informasi juga harus mencakup pada hukum acara khusus sengketa di komisi informasi. Pungkasnya. (ek).

Daftar Pemilih Untuk Pemilu Tak Akurat, Langgar UU KIP

Daftar Pemilih Untuk Pemilu Tak Akurat, Langgar UU KIP

Daftar pemilih untuk Pemilu 2014 dinilai tidak akurat. Dengan kualitas tersebut, karut-marut Daftar Pemilih Tetap (DPT) dinilai dapat terulang kembali pada Pemilu 2014,” ucap Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin di Jakarta, Jumat (12/7/2013).

Said memaparkan, sedikitnya ada empat faktor yang menyebabkan kualitas DPS Pemilu 2014 sangat rendah.

Pertama, Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang menjadi sumber data DPS terbukti berkualitas rendah.”

Apakah DP4 yang buruk itu semata kesalahan Pemerintah? Ia menjawab itu belum tentu. Sebab KPU juga turut bertanggungjawab atas hal itu. “Merujuk pasal 32 ayat (5) UU Pemilu, DP4 sesungguhnya adalah data hasil sinkronisasi dari Data Agregat Kependudukan per Kecamatan dan data WNI di luar negeri, yang pelaksanaannya dilakukan bersama-sama antara Pemerintah dengan KPU. Akibat proses sinkronisasi data yang tidak dilakukan secara optimal itulah DP4 menjadi bermasalah,” ucapnya.
Kedua, lanjut Said, sistem daftar pemilih (Sidalih) terbukti gagal, karena penyelenggara Pemilu di tingkat bawah, seperti PPS tidak pernah disediakan sarana penunjang internet. “Seringkali PPS harus begadang semalam suntuk hanya untuk melihat keterangan pada layar bahwa sistem sedang dalam proses atau loading. Setelah menunggu untuk waktu yang sangat lama, proses pun berakhir dengan keterangan gagal atau failed,” katanya.Hal itu membuat PPS menyusun DPS tanpa berpedoman pada asas kecermatan, ketelitian, dan kehati-hatian. Kualitas data pun, tidak lagi menjadi prioritas di mana PPS cenderung bekerja secara terburu-buru.Said menambahkan, tingkat keamanan data pada Sidalih juga sangat rendah. Di mana password yang diberikan kepada suatu PPS, juga diketahui pihak lain. Seperti PPS lain, PPK, KPU Kabupaten/kota, sampai dengan KPU pusat. Sehingga tidak terjamin kesahihannya.
Ketiga, ada kesan KPU seperti menyepelekan persoalan daftar pemilih, karena UU Pemilu memperbolehkan pemilih menggunakan KTP untuk memberikan suara apabila yang bersangkutan tidak terdaftar dalam DPT.Padahal, kata Said, DPT sesungguhnya adalah persoalan yang sangat-sangat serius, karena dari besaran DPT ditentukan berapa jumlah surat suara yang akan dicetak nantinya.
Bawaslu Minta KPU Buka Laporan Masyarakat Terkait DCS

Bawaslu Minta KPU Buka Laporan Masyarakat Terkait DCS

Ilustrasi pendaftaran Caleg di KPU
Ilustrasi pendaftaran Caleg di KPU (sumber: Beritasatu.com)

Jakarta – Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Endang Widyaningtyas mengatakan, Bawaslu mengharapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengumumkan secara terbuka masukan ataupun laporan masyarakat atas Daftar Cales Sementara (DCS).

“Tentunya lebih baik laporan-laporan itu dipublikasikan kepada publik, selain juga diserahkan kepada partai politik (parpol). Karena kalau dari sisi logika, orang tidak akan benar-benar paham latar belakang caleg kalau masukan dari masyarakat tidak disampaikan kepada publik,” ujar Endang di Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat, Rabu (3/7).

Endang juga mengatakan, masyarakat yang melaporkan mestinya juga mungkin lebih paham terhadap caleg yang dilaporkan. Dicontohkannya, seorang caleg yang secara administrasi sepenuhnya baik, namun secara moral ataupun perilaku dipandang tidak layak untuk menjadi caleg atas laporan masyarakat sekitarnya, maka perlu dipaparkan ke publik supaya masyarakat benar-benar bisa paham dan bisa memilih wakil rakyat yang memang layak.

“Misalnya, kalau caleg itu suka melakukan KDRT atau suka mabuk-mabukan ataupun tindakan-tindakan yang tidak layak, kan masyarakat yang melaporkan misalnya tetangganya, pasti akan lebih paham. Maka itu perlu diketahui publik,” imbuhnya.

Meskipun begitu, diakui Endang bahwa memang di sisi lain, KPU tentu dalam hal ini juga sangat mempertimbangkan aspek kehati-hatian. Tujuannya, agar laporan-laporan tersebut bisa dibuka dengan formula terbaik, supaya tetap melindungi keamanan pelapor dan juga kebenaran laporan tersebut.

Namun dikatakan Endang, KPU juga harus berani mengungkap materi laporan yang telah dimasukkan masyarakat atas caleg yang dinilai bermasalah, meski sesuai mekanisme dalam peraturan KPU laporan itu harus diklarifikasi terlebih dahulu kepada parpol. Sebab, menurut Endang, langkah tersebut merupakan bagian dari semangat transparansi yang hendak dibangun dalam pelaksanaan pemilu.

Sebelumnya, Komisioner KPU, Sigit Pamungkas mengatakan bahwa KPU belum secara resmi memutuskan apakah laporan tersebut akan dipublikasikan atau tidak. Pasalnya, menurut Sigit, keputusan tersebut juga mempertimbangkan apakah pelaporan nanti masuk dalam kualifikasi data personal yang tidak boleh dipublikasikan.

“Itu harus diputuskan dalam pleno KPU. (Dalam) UU Keterbukaan Informasi ada yang boleh dipublikasikan, ada juga yang dikecualikan. Informasi menyangkut individu, itu dikecualikan, kecuali atas persetujuan yang bersangkutan. Kita belum diskusikan, apakah laporan itu termasuk laporan individiu. Pelapor itu kan juga harus dilindungi. Kalaupun dipublikasi, mungkin akan tidak memaparkan pelapornya. Yang paling bisa mungkin kualifikasi laproan masyarakat,” tambahnya.

Seperti diketahui, sesuai dengan jadwal tahapan Pemilu 2014, laporan dan tanggapan tanggapan masyarakat terhadap DCS akan diklarifikasi kepada parpol sejak 28 Juni sampai 4 Juli 2013 ini. Jika dalam klarifikasi yang dilakukan terbukti ada calon yang tidak memenuhi syarat, KPU memberi kesempatan kepada parpol untuk menggantinya, untuk kemudian petugas melakukan verifikasi lagi terhadap syarat bakal calon pengganti tersebut. KPU kemudian akan menyusun daftar calon tetap (DCT) pada tanggal 9 sampai 22 Agustus 2013.

Penulis: A-25/SIT

Sumber:Suara Pembaruan