PTUN Menangkan FWI atas Gugatan Kemen-ATR terkait Dokumen HGU Kelapa Sawit

PTUN Menangkan FWI atas Gugatan Kemen-ATR terkait Dokumen HGU Kelapa Sawit

KebebasanInformasi.org – PengadilanTata Usaha Negara menggelar sidang putusan antara Forest Watch Indonesia (FWI) sebagai Termohon dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) sebagai Pemohon, di ruang sidang PTUN Jakarta, Rabu (14/12).

Putusan Majelis Hakim PTUN menguatkan amar putusan Komisi Informasi (KI) Pusat yang menyatakan dokumen HGU Perkebunan Kelapa Sawit sebagai informasi terbuka.

Linda Rosalina, Pengkampanye FWI, menyambut baik putusan PTUN tersebut sekaligus meminta Kementrian ATR berbesar hati menerimanya dengan membuka atau memberikan yang diminta. “Kita berharap ATR BPN berbesar hati menerima putusan PTUN. Karena tidak ada alasan lagi buat mereka menutup-nutupi dokumen HGU itu,” jelas Linda, seusai sidang, Rabu (14/12/2012).

Ia juga mengungkapkan, perkara serupa sebenarnya sudah diputus oleh MA yang menyatakan dokumen tersebut terbuka. “Sebelumnya juga telah terdapat dua putusan serupa dengan jenis dokumen sama yang dikeluarkan PTUN Samarinda dan Mahkamah Agung RI. Teman-teman Walhi Bengkulu sudah (menang) kasasi di MA pada permohonan informasi yang sama,” papar Linda.

Oleh karena itu, ia berharap, selain menerima putusan PTUN, Kementerian ATR juga merevisi dan memperbaiki pelayanan publiknya. Mengacu pada putusan tersebut, maka dokumen HGU yang dikecualikan itu semestinya dibuka. Langkah sederhana tersebut penting guna mengembalikan kepercayaan publik kepada Kementerian ATR. Mengingat, dari proses yang selama ini FWI jalani, tampak selaki bahwa ATR BPN bersikukuh menutup-nutupi dokumen HGU itu.

“Kita sebagai publik ngin berpartisipasi. Kami berharap sekali BPN mau menunjukan keterbukaannnya. Yang terpenting momen putusan PTUN ini, kami berharap juga BPN merevisi kebijakan tentang pelayanan informasi publik,” kata Linda.

“Sudah banyak putusan sama, yang menyatakan dokumen itu terbuka. Sekarang kan data-data yang kita minta itu mereka (Kementerian ATR) kecualikan. Kami berharap itu direvisi dan juga memperbaiki pelayanan informasi publiknya. Jadi upaya sederhana macam itu bisa mengembalikan kepercayaan publik terhadap ATR BPN,” tambahnya.

KPU dan KI Pusat Teken MoU untuk Wujudkan Pemilu Transparan dan Berintegritas

KPU dan KI Pusat Teken MoU untuk Wujudkan Pemilu Transparan dan Berintegritas

3574c9243a2fd17cae2338ed4c1bd52b

KebebasanInformasi – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menandatangani nota kesepahaman (memoradum of understanding/MoU) dengan Komisi Informasi (KI) Pusat di kantor KPU, Jalan Imam Bonjol No.29 Jakarta, Selasa (29/11). Kerja sama dilakukan guna mewujudkan pemilu yang transparan dan berintegritas.

Dalam sambutannya, Ketua KI Pusat, John Fresly Hutahean menyampaikan terimakasih dan apresiasinya kepada KPU atas penandatanganan MoU ini. Ia menuturkan, MoU ini dilakukan demi terselenggaranya pemilu yang berintegritas dan trasnparan.

Ia mengungkapkan, selama ini, KPU telah menunjukkan komitmennya menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan informasi dalam proses penyelenggaraan pemilu. Hal itu dapat dilihat dari berbagai terobosan yang dibuat KPU, misalnya membuka form C-1. Langkah tersebut, menurut John, menunjukan bahwa KPU menjunjung tinggi asas keterbukaan informasi dan menjalankan pemilu secara jujur adil (jurdil) dan langsung umum bebas rahasia (luber). Inilah yang

“Komitmen KPU melaksanakan prinsip-prinsip keterbukaan tercermin seperti pada Pemilu 2014, KPU membuka formulir C1 yang dapat diakses publik. Itu bentuk komitmen penyelenggara yang mandiri dan independen, sehingga KPU dapat menyelenggarakan pemilu yang luber dan jurdil,” tutur John Fresly.

“Ini akan berpengaruh pada kualitas pemilu yang berkualitas dan berintegritas,” tambahnya.

Ia juga menekankan pentingnya peran Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang melekat pada fungsi kehumasan di sekretariat KPU seluruh Indonesia. Apabila menjalankan fungsi kehumasan dengan prinsip keterbukaan, maka penyelenggaraan pemilu dapat dijalankan dengan lebih baik.

KI Pusat juga akan mendukung upaya-upaya KPU untuk membuat pemilu menjadi transparan dan berintegritas, salah satunya melalui kerjasama dalam hal keterbukaan informasi publik ini.

Sementara Ketua KPU Juri Ardiantoro, mengatakan, MoU antara KPU dengan KI Pusat merupakan salah satu langkah membangun mitra dengan institusi pemerintahan dan swasta dalam rangka menyukseskan pilkada serentak 2017 dan 2018 serta pemilu serentak 2019.

“Tahun lalu (2015), kami menjadi lembaga terbuka nomor dua setelah PPATK (Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan) berdasarkan penilaian KI Pusat. Kita harapkan tahun ini menjadi yang pertama, apalagi sudah MoU dengan KI Pusat,” ujar Juri.

Ia mengharapkan, MoU ini tak berhenti di KPU RI saja. Kepada KPU di daerah, ia mengimbau, untuk segera melakukan MoU dengan lembaga-lembaga lain, termasuk KI daerah, guna memastikan pelaksanaan Pilkada yang transparan dan terbuka.

“Kita perlu memaksimalkan SDM kita, bangun kerja sama dengan berbagai pihak sehingga isu pemilu tidak menjadi monopoli kita saja,” tegas Juri. (BOW)

Jalan Berliku FWI Mendorong Keterbukaan Informasi di Sektor Kehutanan

Jalan Berliku FWI Mendorong Keterbukaan Informasi di Sektor Kehutanan

Gambar: fwi.or.id

Foto : fwi.or.id

KebebasanInformasi.org – Sejak berlaku efektif tahun 2010, penerapan Undang-undang (UU) Kebebasan Informasi Publik (KIP) Tahun 2008 masih banyak menghadapi tantangan dan hambatan. Di antara yang menjadi sorotan ialah implementasinya di sektor kehutanan dan sumberdaya alam.

Hal tersebut diungkapkan Linda Rosalina dari Forest Watch Indonesia (FWI). Padahal, menurutnya, jika dilihat dari modalitas untuk melaksanakan UU KIP, sudah hampir dikatakan cukup. Mulai dari pembentukan Komisi Informasi, pembentukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi, hingga aturan teknis terkait KIP. Meski demikian, badan publik masih terlihat kesulitan dalam menerapkan keterbukaan.

Hal ini tercermin dari pengalaman Linda bersama FWI mengajukan permohonan informasi ke Kementerian Kehutanan (Kemenhut) pada tahun 2013, yang ketika itu belum digabung dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) seperti saat ini.

Saat itu FWI meminta dokumen dan data-data terkait dengan pengelolaan pemanfaatan hutan termasuk industri kehutanan. Kebutuhan atas dokumen dan data tersebut diperlukan FWI guna pemantauan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). “SVLK ini satu inisiatif dari pemerintah yang legal dengan harapan untuk keberlanjutan usaha kehutanan,” kata Linda.

Sebagai lembaga yang berkonsentrasi di pemantauan hutan, FWI merupakan host dari jaringan pemantauan kehutanan, di mana FWI masuk juga dalam sistemnya Kemenhut. Oleh karena itu, ada hak sebagai sebagai masyarakat sipil maupun pemantau independen kehutanan untuk mendapatkan informasi. “Dari dasar hukumnya sudah kuat,” tegas Linda.

Data dan dokumen yang dimohon FWI tidak didapat, hingga akhirnya hal ini berujung sengketa di Komisi Informasi (KI) Pusat. “Sebelumnya sejak awal berdiri, FWI juga mendorong keterbukaan. Karena FWI sendiri juga lembaga penyedia alternatif data . Tapi 2013 kita coba lakukan via formal (ke Kemenhut) sampai akhirnya sengketa di KI,” tuturnya.

Namun hasilnya, KI menolak gugatan karena saat itu, FWI sebagai badan hukum tidak lolos legal standing. “Waktu itu kita tidak punya SK Kemenkumham, karena hanya ada akte karena bentuknya masih yayasan. Oleh karena itu kita coba berbenah identitas diri.”

Perjuangan tidak berhenti. Meski gugatan FWI ditolak, hal itu tidak menggugarkan hak publik untuk mendapatkan informasi. Pada tahun 2014, mereka pun melakukan permohonan jenis dokumen dan data yang sama melalui jalur individu.

Langkah tersebut menemukan titik terang. Jika sebelum-sebelumnya tidak ada tanggapan sama sekali, sejak pengajuan permohonan, keberatan, sampai akhirnya sengketa, kali ini Kemenhut meresponnya. Pihak Kemenhut bahkan mengajak musyawarah yang menghasilkan kesepakatan tidak tertulis, bahwa mereka akan memberikan dokumen yang diminta sehingga tidak perlu lagi ada sengketa di KI Pusat.

FWI mengapresiasi Kementerian yang telah menunjukan upaya untuk terbuka itu. Tetapi ternyata, apa yang telah disepakati itu tidak dijalankan oleh Kementerian. “Dan memang waktu itu tidak tertulis, tidak ada berita acara,” kata Linda.

“(Saat itu Kemenhut dan KLH) sudah digabung KLHK. Mereka memang merespon permohonan kami, tapi dokumen yang dari awal kita minta itu dirahasiakan atau dikecualikan,” tambahnya.

FWI pun kembali membawa masalah ini ke KI Pusat. Terlebih, badan hukum FWI sudah dibenahi dan FWI telah memiliki SK Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). “Pada permintaan informasi ketiga di tahun 2014 akhir, kita ajukan kembali (sengketa ke KI Pusat.”

Dengan menghadirkan para saksi ahli dan sebagainya, KI Pusat memenangkan gugatan FWI. Tapi KLHK tak mau menyerah. Mereka menempuh banding di PTUN dan hasilnya FWI tetap memenangkan sengketa tersebut. “Sampai sekarang, dokumennya sedang dieksekusi. Sudah satu tahun lebih.”

“Sebenarnya sudah selesai, cuma kita minta klarifikasi saja dengan teman-teman di KLHK. Karena dokumen yang kita minta itu ialah dokumen tentang pemanfaatan dan pengolan hutan dan input industri kehutanannya se-Indoensia. Dari list yang mereka kasih terakit perusahaan per dokumennya dan bentuk fisik yang kita salin itu tidak sinkron. Karena yang kita minta itu plus lapiran peta. Jadi ada dokumen, nggak ada petanya, ada peta nggak ada dokumennya. Dari list 294 kalau nggak salah, cuma ada 150-an. Kita minta klarifikasi,” jabar Linda, Rabu (9/11/2016).

Pengalaman sulitnya mendapatkan hak atas informasi ini menjadi tantangan yang memicu semangat para pegiat FWI untuk mendorong keterbukaan informasi di kehutanan. Terlebih saat ini, masih banyak terjadi sengketa di sektor tersebut, baik yang terjadi antara pemerintah dengan masyarakat, masyarakat dengan perusahaan, dan sebagainya.

“Kami sendiri mengalami sebagai pemantau independen kehutanan, bagaimana kita mau membantu pemerintah untuk mengkroscek apakah terjadi pelanggaran oleh perusahaan kalau kami tidak memiliki data dasarnya. Data dasarnya itu yang kita minta, seperti Rencana Kerja Tahunan (RKT), RKT perusahaan, rencana penggunaan bahan baku industri dan sebagainya,” jelas Linda.

Dokumen dan data itu sangat penting dalam penyelesaian berbagai persoalan yang terjadi, terlebih karena masih banyaknya tumpang tindih wilayah kewenangan. Linda mencontohkan, ketika pihaknya menerima pengaduan dari masyarakat, misalnya soal sengketa atau konflik lahan, antara wilayah kelola masyarakat dengan wilayah perusahan. “Dalam konteks itu kita tidak mungkin tahu wilayah yang tumpang tindih seperti itu. Dokumen itu penting untuk mengecek hal-hal yang simpang siur itu,” terangnya.

“Seperti di Kutai Kartanegara. Ada masyarkat yang lahannya masuk dalam HGU perusahaan. Padahal masyarakat memiliki sertifikat hak milik tanah di lahan HGU perusahan. Masyarakat digusur oleh perusahaan karena wilayahnya disebut masuk dalam dokumen HGU perusahaan. Sementara masyarakat sendiri juga punya sertifikat hak milik,” cerita Linda.

“Hal-hal kayak gitu yang ingin kita kroscek. Itulah kenapa dokumen itu perlu dibuka. Pemerintah perlu membuka diri,” imbuhnya.

Linda menekankan, KLHK sebagai simbol negosiasi para pihak, baik pengusaha, masyarakat, pemerintah sudah sewajarnya membuka diri agar hal-hal yang tidak diinginkan dapat dihindari, termasuk rawannya praktik korupsi, yang sangat berpotensi merugikan negara.

“Jika kita membaca laporan KPK tentang penerimaan pajak dari sektor kehutanan, itu luar biasa sekali dana yang tidak dilaporkan. Ada kajian KPK, yang intinya menyebutkan ketidakterbukaan ini menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi negara yang diakibatkan oleh administrasi yang buruk, pendapatan pemerintah dari sektor pajak berkurang, dokumennya tidak terbuka dan kita juga tidak bisa mengawasi. Akhirnya negara rugi triliyunn rupiah,” jelasnya. (BOW)

Anugerah Pemeringkatan KI Lampung Memasuki Tahap Final

Anugerah Pemeringkatan KI Lampung Memasuki Tahap Final

KIP

Bandar Lampung – Anugerah Pemeringkatan yang digelar Komisi Informasi (KI) Provinsi Lampung sudah dalam tahap finalisasi, yakni terkait penilaian atas implementasi keterbukaan informasi di seluruh badan publik se-Provinsi Lampung tahun 2016.

Ketua panitia pemeringkatan, As’ad Muzzammil yang juga Wakil Ketua KI Lampung mengatakan penilaian mencakup empat poin, yaitu ketaatan badan publik dalam menyediaan, mengumumkan, melayani dan mengelola informasi di lingkungan kerjanya masing-masing.

“Pada Tahun 2016 ini KI Lampung melakukan penilaian terhadap 3 (tiga) kategori badan publik yaitu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemprov Lampung, BUMD dan BUMN serta Pemerintah Kabupaten/Kota,” kata dia media di Bandar Lampung, Senin (14/11/2016).

Berdasarkan hasil pengembalian formulir atau borang penilaian, BPJS Kesehatan, BRI Kanwil Lampung, PLN, Bank Lampung, dan PTPN VII berhasil menempati posisi 5 besar kategori BUMN/BUMD.

Sementara, untuk kategori pemerintah kabupaten/kota posisi lima besar diraih oleh Lampung Barat, Pesawaran, Tulangbawang Barat, Lampung Utara, dan Lampung Timur. Terakhir untuk kategori SKPD posisi 5 besar terdiri dari Bappeda, RSUDAM, BPBD, Diskominfo, dan Disdikbud.

“Dari 5 besar masing-masing kategori akan dikerucutkan menjadi ranking 1 sampai 3 yang akan memperoleh Anugerah KI yang rencananya akan diberikan langsung oleh Gubernur Lampung, M Ridho Ricardo,” papar As’ad.

Ketua KI Lampung, Dery Hendryan, menambahkan Anugerah KI merupakan pelaksanaan evaluasi badan publik sebagaimana diamanatkan UU Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

“Komisi Informasi diberi kewenangan untuk menjamin terlaksananya keterbukaan informasi di seluruh badan publik melalui sosialisasi, edukasi, advokasi, dan evaluasi, termasuk penyelesaian sengketa informasi,” kata Dery. []

Sumber: Lampungpost.co

Cagub dan Cawagub DKI Diminta Jalankan UU KIP

Cagub dan Cawagub DKI Diminta Jalankan UU KIP

c84181e7241b4012ee5353cb07ee3a5e

Jakarta – Komisi Informasi DKI Jakarta bersama Ombudsman RI menggelar acara pengukuhan komitmen bersama pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI dengan tema mewujudkan Jakarta yang lebih terbuka dan bebas dari maladministrasi di Hotel Sari Pan Pacific, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (1/11/2016).

Ketua Komisi Informasi DKI Jakarta, Gede Narayana mengatakan, acara ini digelar dengan tujuan agar calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang terpilih nanti mendukung keterbukaan informasi publik sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

“Pilkada Jakarta adalah barometer. Kami meminta siapapun gubernur dan wakil gubernur yang terpilih nantinya berkomitmen untuk selalu terbuka dalam informasi sekecil apapun,” katanya.

Sementara itu, Ketua Ombudsman RI, Amzulian Rifai berharap calon gubernur dan wakil gubernur yang terpilih dapat menjalankan roda tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, akuntabel, tertib, dan bebas mal administrasi.

“Kita meyakini siapapun yang menjadi gubernur dan wakil gubernur nanti memiliki posisi sentral dalam upaya mensejahterakan rakyat,” ujarnya.

Ia menambahkan, pengukuhan komitmen bersama pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI ini merupakan wahana untuk mengingatkan seluruh pihak agar memiliki komitmen mewujudkan pelayanan yang baik dan menjadi dambaan publik.

“Jangan dianggap remeh yang namanya pelayanan publik. Orang bisa berubah kewarganegaraanya, nasionalismenya ketika merasakan pelayanan publik di negara lain lebih baik. Maka itu kita tidak boleh mengabaikan pelayan publik,” tandasnya.[]

Sumber: beritajakarta.com