KPU dan KI Pusat Teken MoU untuk Wujudkan Pemilu Transparan dan Berintegritas

KPU dan KI Pusat Teken MoU untuk Wujudkan Pemilu Transparan dan Berintegritas

3574c9243a2fd17cae2338ed4c1bd52b

KebebasanInformasi – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menandatangani nota kesepahaman (memoradum of understanding/MoU) dengan Komisi Informasi (KI) Pusat di kantor KPU, Jalan Imam Bonjol No.29 Jakarta, Selasa (29/11). Kerja sama dilakukan guna mewujudkan pemilu yang transparan dan berintegritas.

Dalam sambutannya, Ketua KI Pusat, John Fresly Hutahean menyampaikan terimakasih dan apresiasinya kepada KPU atas penandatanganan MoU ini. Ia menuturkan, MoU ini dilakukan demi terselenggaranya pemilu yang berintegritas dan trasnparan.

Ia mengungkapkan, selama ini, KPU telah menunjukkan komitmennya menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan informasi dalam proses penyelenggaraan pemilu. Hal itu dapat dilihat dari berbagai terobosan yang dibuat KPU, misalnya membuka form C-1. Langkah tersebut, menurut John, menunjukan bahwa KPU menjunjung tinggi asas keterbukaan informasi dan menjalankan pemilu secara jujur adil (jurdil) dan langsung umum bebas rahasia (luber). Inilah yang

“Komitmen KPU melaksanakan prinsip-prinsip keterbukaan tercermin seperti pada Pemilu 2014, KPU membuka formulir C1 yang dapat diakses publik. Itu bentuk komitmen penyelenggara yang mandiri dan independen, sehingga KPU dapat menyelenggarakan pemilu yang luber dan jurdil,” tutur John Fresly.

“Ini akan berpengaruh pada kualitas pemilu yang berkualitas dan berintegritas,” tambahnya.

Ia juga menekankan pentingnya peran Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang melekat pada fungsi kehumasan di sekretariat KPU seluruh Indonesia. Apabila menjalankan fungsi kehumasan dengan prinsip keterbukaan, maka penyelenggaraan pemilu dapat dijalankan dengan lebih baik.

KI Pusat juga akan mendukung upaya-upaya KPU untuk membuat pemilu menjadi transparan dan berintegritas, salah satunya melalui kerjasama dalam hal keterbukaan informasi publik ini.

Sementara Ketua KPU Juri Ardiantoro, mengatakan, MoU antara KPU dengan KI Pusat merupakan salah satu langkah membangun mitra dengan institusi pemerintahan dan swasta dalam rangka menyukseskan pilkada serentak 2017 dan 2018 serta pemilu serentak 2019.

“Tahun lalu (2015), kami menjadi lembaga terbuka nomor dua setelah PPATK (Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan) berdasarkan penilaian KI Pusat. Kita harapkan tahun ini menjadi yang pertama, apalagi sudah MoU dengan KI Pusat,” ujar Juri.

Ia mengharapkan, MoU ini tak berhenti di KPU RI saja. Kepada KPU di daerah, ia mengimbau, untuk segera melakukan MoU dengan lembaga-lembaga lain, termasuk KI daerah, guna memastikan pelaksanaan Pilkada yang transparan dan terbuka.

“Kita perlu memaksimalkan SDM kita, bangun kerja sama dengan berbagai pihak sehingga isu pemilu tidak menjadi monopoli kita saja,” tegas Juri. (BOW)

Titi Anggraini: Seharusnya KPU DKI Tentukan Batasan Dana Kampanye Sejak Awal Tahun

Titi Anggraini: Seharusnya KPU DKI Tentukan Batasan Dana Kampanye Sejak Awal Tahun

Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno

Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno

KebebasanInformasi.org – Masa kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017 berlangsung dari 28 Oktober 2016 sampai 11 Februari 2017. Sehari sebelum masa kampanye dimulai, yakni 27 Oktober 2016, seluruh pasangan calon (paslon) wajib menyerahkan Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) di daerah masing-masing. Setelah itu, KPU segera mengumumkan LADK tersebut kepada publik.

Namun ada yang unik dalam pelaksanaan Pilkada di DKI Jakarta. Salah satu paslon, yakni pasangan Anis Baswedan-Sandiaga Uno, telah mengumumkan besaran dana kampanyenya ke publik sebelum menyerahkan LADK ke KPU.

Kepada awak media di Jakarta, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Gerindra DKI Jakarta M. Taufik mengatakan dana kampanye calon yang diusung partainya dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu tidak kurang dari Rp200 miliar. “Sedang dihitung, yang jelas tak sedikit dan saya kira tak akan kurang dari itu (Rp200 miliar),” kata Taufik, Rabu (27/10/2016) lalu.

Langkah tersebut sempat menyedot perhatian publik, ada yang yang mendukung dan ada pula yang menilainya kurang etis.

Ketua KPU DKI Sumarno menanggapinya dengan mengatakan tidak masalah. Sebab, kata dia, pada akhirnya, masing-masing paslon tetap menyerahkan LADK dengan semua rincian, termasuk penerimaan dan pengeluaran sebelum mereka ditetapkan sebagai calon.

“Ya nggak apa-apa. Kan di laporan awal dana kampanye mereka juga disebutkan, bahwa saldo yang tersisa saat memasuki masa kampanye berapa, termasuk juga laporan penerimaan dan pengeluaran para calon ketika mereka belum ditetapkan sebagai calon, sebelum masa kampanye dimulai,” jelas Sumarno, Minggu (6/11/2017).

Sebagai penyelenggara Pilkada, pihaknya akan menginformasikan semua data, termasuk laporan dana kampanye, kepada publik. Meski Sumarno tidak menafikan bisa jadi laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye yang disampaikan ke KPU itu tidak lengkap.

“Pokoknya semua data yang masuk ke KPU itu diinformasikan ke publik. Mungkin saja, belum tentu bahwa semua penerimaan dan pengeluaran itu diinformasikan ke KPU. Tapi bagi KPU, apa yang masuk ke KPU itu yang akan kami informasikan,” kata Sumarno.

Berbeda dengan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini. Ia berpandangan, seharusnya KPU mengambil sejak awal menentukan batasan belanja kampanye. Sebab variabel batasan belanja kampanye itu sudah diatur jelas dengan rumusan yang ada dalam Peraturan KPU Nomor 13 tahun 2016.

“Ini jadi koreksi bagi KPU DKI. Mestinya tidak usah menunggu semua proses pendaftaran selesai baru mengumumkan batasan belanja kampanye. Harusnya batasan belanja kampanye diumumkan segera setelah KPU RI menetapkan PKPU tentang pelaporan dana kampanye. Sebab rumusannya sudah jelas semua, berapa kali pertemuan yang boleh, alat peraga berapa, dan hitung-hitungan harga satuan standar daerah, HSU harga satuan unit itu kan sebenarnya standar harga daerah itu ada sejak awal tahun,” paparnya.

“Karena laporan dana awal kampanye yang diserahkan pada tanggal 27 Oktober 2016 kemarin itu juga harus menyertakan penerimaan dan pengeluaran sebelum dibuka rekening khusus dana kamapnye kalau memang calon itu ada menerima dan mengeluarkan dana kampanye,” tambahnya.

Menurut Titi, hal ini menjadi kritik bagi kedua belah pihak, baik KPU maupun pasangan calon.

Ombudsman RI dan KI Pusat Ajak Tiga Paslon Tandatangani Komitmen KIP

Ombudsman RI dan KI Pusat Ajak Tiga Paslon Tandatangani Komitmen KIP

ombudsman-dan-ki-pusat-keterbukaan-informasi

Jakarta – Ombudsman RI dan Komisi Informasi (KI) Pusat mengajak tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta mengukuhkan komitmen keterbukaan publik untuk mewujudkan Jakarta yang terbuka dan tertib administrasi di Hotel Sari Pan Pasific, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (1/11/2016).

Kedua lembaga negara ini mendorong gubernur dan wakil gubernur Jakarta terpilih nantinya mampu menjalankan roda pemerintahan yang transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas.

Ketua KI Pusat, Gede Narayana mengungkapkan komitmen ini penting untuk mewujudkan keterbukaan publik di pemerintahan Provinsi Jakarta sesuasi Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008.

“Komitmen ini baru kita lakukan pertama kali bersama pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta 2017 untuk mewujudkan keterbukaan publik. Ingat, Jakarta menjadi etalase politik dan pemerintahan nasional,” ungkap Gede Narayana.

Sementara Ketua Ombudsman RI, Amzuliyani Rifai mengungkapkan komitmen bersama ini penting untuk menggugah peningkatan partisipasi publik.

“Di Austria yang warganya berjumlah sekitar 8 juta, laporan terhadap sistem pemerintahan ada 8.000. Sementara Indonesia yang warganya berjumlah 300-an juta hanya sekitar 6.000 laporan.”

“Semakin banyak laporan bukan berarti sistem pemerintahan buruk. Semakin banyak laporan justru menekan angka korupsi,” ungkap Amzuliyani Rifai.

Acara tersebut dihadiri oleh peserta Pilkada Jakarta Agus Harimurti, Sylviana Murni, dan Sandiaga Uno.

Selain itu hadir pula Ketua KPUD Jakarta Sumarno, Ketua Tim Sukses Agus Harimurti, Nachrawi Ramli dan anggota tim sukses Sandiaga Uno, M Taufik.

Sementara paslon nomor dua Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat serta Anies Baswedan berhalangan hadir.

Agus Harimurti dan Sandiaga Uno sama-sama berkomitmen untuk mewujudkan keterbukaan publik di lingkungan Pemprov Jakarta.

“Kami mengapresiasi ajakan membentuk Jakarta yang terbuka dan tertib administrasi. Ini merupakan komitmen sejak awal kami menyelenggarakan clean and good government,” ungkap Agus Harimurti.

Hal senada juga diungkapkan Sandiaga Uno.

“Saya rasa memang perlu untuk melakukan keterbukaan publik termasuk dalam penyelenggaraan pemilu. Ini bukan sekedar dorongan lembaga negara tetapi juga dorongan publik yang harus kita wujudkan,” ungkap Sandiaga Uno.

Acara yang berlangsung pukul 19.00 WIB sampai 21.00 diakhiri dengan penandatanganan prasasti komitmen Keterbukaan Informasi Publik (KIP) oleh unsur peserta Pilkada Jakarta, KPU DKI Jakarta, KI Pusat, dan Ombudsmans RI.

Sumber: Tribunnews.com

YARA Minta Komisi Independen Pemilihan Abdya Bentuk PPID

YARA Minta Komisi Independen Pemilihan Abdya Bentuk PPID

logo-yara

Blangpidie – Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Perwakilan Aceh Barat Daya (Abdya) meminta Komisi Independen Pemilihan setempat untuk lebih transparan dalam mengelola informasi setiap tahapan pilkada di Abdya.

Berkenaan dengan hal itu, YARA meminta Komisi Independen Pemilihan Abdya untuk membentuk Pejabat Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang senantiasa bertanggung jawab untuk mengelola informasi publik pada ranah Komisi Independen Pemilihan.

“Agar lebih transparan, maka PPID harus dibentuk, hal ini berkenaan dengan banyaknya informasi publik yang harus dikelola dalam tahapan pilkada, karena masyarakat saat ini cukup butuh informasi,” tulis Ketua YARA perwakilan Abdya, Miswar dalam siaran persnya, Rabu (26/10).

Dengan adanya PPID itu, lanjut Miswar, semua pihak mudah mengakses informasi, sehingga update informasi dari Komisi Independen Pemilihan dapat terlaksana dengan baik serta bisa dapat diakses dengan mudah cepat dan sederhana.

Komisi Independen Pemilihan adalah salah satu badan publik yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

“Kalau PPID dimaksud tidak dibentuk, kami menduga Komisi Independen Pemilihan Abdya tidak menjalankan amanah Undang Undang NO 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dimana dalam undang-undang tersebut setiap badan publik harus ada informasi yang wajib disediakan dan diumumkan,informasi yang wajib diumumkan secara serta-merta dan informasi yang wajib tersedia setiap saat,” lanjutnya.

Sejauh ini, tambah Miswar, setiap informasi publik yang ada di Komisi Independen Pemilihan Abdya belum bisa diakses dengan mudah dan terkesan masih sangat sulit. Dimana setiap informasi publik yamg diperlukan harus melalui Ketua Komisi Independen Pemilihan. Pihaknya selaku pemohon informasi publik merasa dirugikan dengan pelayanan informasi yang diperlukan tidak didapatkan dengan mudah.

Selain itu, belum ada informasi yang tersusun di website Komisi Independen Pemilihan Abdya. Sebelumnya Komisi Independen Pemilihan Provinsi Aceh pada 31 Agustus 2016 telah membuka secara resmi pembentukan PPID yang secara langsung dideklarasikan.

“Sangat aneh jika Komisi Independen Pemilihan Abdya hingga saat ini belum juga membentuk PPID, sehingga terkesan Komisi Independen Pemilihan menyembunyikan informasi publik. Jika PPID juga belum terbentuk, dalam waktu dekat kami dari YARA Perwakilan Abdya akan mengsengketakan ke Komisi Informasi (KI) Provinsi Aceh,” tegas Miswar. ()

Sumber: acehterkini.com

Ferry: Hanya Dokter dan Calon Bersangkutan yang Bisa Dapatkan Hasil Tes Kesehatan

Ferry: Hanya Dokter dan Calon Bersangkutan yang Bisa Dapatkan Hasil Tes Kesehatan

Ferry Kurnia Rizkiyansyah

Tes kesehatan menjadi salah satu syarat yang wajib dipenuhi oleh setiap bakal pasangan calon yang akan maju sebagai peserta pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2017. Namun tahapan ini menyisakan keraguan dari sejumlah pihak, yang menduga ada unsur politisasi di dalamnya. Hal itu seiring adanya 15 bakal calon kepala daerah yang dinyatakan tidak lolos dalam tahapan ini, 14 orang di antaranya adalah bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah di Provinsi Aceh.

Sebagian mereka menggugat hasil tes kesehatan itu ke Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) serta merencana membawa masalah ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Akibat kisruh itu pula, sejumlah pihak meminta rekam medis tersebut dibuka ke publik agar masyarakat tahu dengan rinci hasil tes kesehatan yang telah dilakukan. Dapatkah hal itu dilakukan? Dan, bagaimana proses tahapan tes kesehatan calon kepala daerah dalam pelaksanaan Pilkada?

Berikut petikan wawancara dengan Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah, di Kantor KPU RI, Jumat (14/10).

Seperti apa proses pelaksanaan tes kesehatan calon kepala daerah dalam tahapan Pilkada 2017 ini?

Salah satu syarat dari proses pencalon pasangan calon ialah memenuhi syarat secara jasmani rohani sehat. Tentunya proses itu dilakukan dengan komunikasi dengan IDI, BNN, Himpsi, dan mereka merekomendasikan  untuk menunjuk rumah sakit dan dokter-dokter untuk memeriksa.

Terkait dengan itu, KPU tidak punya otoritas untuk masuk pada wilayah menentukan apakah pasangan calon itu sehat atau tidak sehat. Yang punya otoritas itu adalah dokter di rumah sakit yang ditunjuk. Mengenai hasilnya, kita (KPU) akan mendapatkan hasilnya apakah layak atau tidak layak, mampu atau tidak mampu, secara jasmani dan rohani melakukan aktivitas sebagai calon kepala daerah. Itu tentunya menjadi hal yang perlu dihapami oleh semuanya.

Siapa saja yang dapat mengakses informasi detail hasil tes kesehatan tersebut?

Informasi hasil tes kesehatan itu memang boleh ditunjukan kepada publik, namun hanya sebatas yang bersangkutan itu layak atau tidak layak, mampu atau tidak mampu, secara jasmani dan rohani. Hal-hal lain di luar itu, khususnya terkait dengan hasil pemeriksaan dokter dan rekam medisnya itu adalah informasi yang dikecualikan, sesuai dengan SK yang sudah kami keluarkan.

Tentunya publik harus memahami bahwa hasil rekam medis itu adalah informasi yang dikecualikan. Informasi itu menjadi hal yang tidak dikecualikan lagi ketika ada persetujuan dari yang bersangkutan. Itu yang terkait dengan hasil tes kesehatan.

Apa alasan dari pengecualian tersebut?

Saya pikir ini data pribadi ya. Ada dua hal yang memang penting juga, misalnya form B1 KWK pada calon perseorangan. Apakah dia mendukung si A, si B, si C? Itu adalah data pribadi. Itu juga dikeculikan. Ini (hasil detail tes kesehatan) juga dikecualikan karena ini data pribadi. Data-data yang terkait dengan kesehatannya secara pribadi. Kalau pun orang per orang ingin mengetahui, maka harus dengan persetujuan orang yang bersangkutan.

Bagaimana sikap antara Bawaslu dan KPU terkait informasi yang dikecualikan, khususnya informasi detail hasil tes kesehatan calon?

Ya seharusnya komitmennya sama, sebagai lembaga publik atau sebagai lembaga penyelenggara pemilu. Karena ini komitmen bersama penyelenggara untuk hal-hal yang terkait dengan informasi yang dikecualikan. Apabila tidak sama komitmennya, maka akan menimbulkan masalah di kemudian hari.

Siapa saja pihak-pihak yang diberikan akses untuk mendapatkan informasi detail hasil tes kesehatan calon?

Saya pikir tidak ada kecuali pihak yang bersangkutan, dalam hal ini pasangan calon serta dokter.

Termasuk penyelenggara pemilu yang lain, seperti Bawaslu?

Tidak bisa.

Komisi Informasi berharap dapat duduk bersama dengan KPU untuk membicarakan terkait perlu adanya informasi yang dikecualikan?

Ya itu, sudah kami atur agenda untuk adanya kesepahaman antara KI dengan KPU. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini. Kita sedang mencari waktu yang tepat untuk itu.