Belajar Dari Desa-Desa Di Majalengka
Menelusuri timur Jawa Barat, kita akan menemukan suatu daerah yang telah lama menjadi sentra penghasil atap genteng, Majalengka. Sekilas tidak ada yang istimewa dari kabupaten yang membentang dari utara ke selatan di timur Jawa Barat ini. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Majalengka dengan indeks 71,18 masih di bawah rata-rata IPM Propinsi Jawa Barat sebesar 73,19. Namun, jika kita telusuri lebih mendalam, dalam hal keterbukaan informasi dan partisipasi masyarakat, kita bisa mengambil banyak pembelajaran menarik.
Situs desa. Ya, siapa menyangka, di era digital seperti saat ini, beberapa desa di majalengka telah akrab dengan teknologi informasi dalam bentuk situs atau website resmi dari pemerintah desa. Keberadaan situs desa salah satunya berkat fasilitasi Gerakan Desa Membangun (GDM). Pendampingan kepada para pemerintah desa di Majalengka dilakukan oleh Jingga Media, kumpulam pegiat media dan informasi dari Kabupaten Cirebon yang bekerja sama dengan para fasilitator PNPM di Majalengka.
Saat ini, sudah ada sekitar 40 desa di Majalengka yang telah memiliki situs resmi. Garawastu salah satunya, desa terpencil yang masih mengalami kesulitasn sinyal telepon selular ini sudah lama menggunakan situs resmi sebagai media penyampaian informasi.
“Kami sudah menggunakan website sebagai media pengenalan desa kami ke masyarakat luas, terutama mengenai hasil pertanian unggulan kami, yaitu cengkeh,” ungkap Azis Amrullah, Anggota Karang Taruna Gemara Desa Garawastu pada kesempatan diskusi penjangkauan di rumah makan Langen Sari, Jatiwangi (28/10). Tidak hanya itu, website juga menjadi media pelepas rindu bagi warga desa Garawastu yang jadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) diluar negeri.
Mari kunjungi situs www.garawastu.desa.id, laman ini menampilkan banyak informasi publik mulai dari profil desa, data statistik penduduk, dan suara warga. Profil desa tertulis lengkap mulai dari sejarah desa, visi dan misi, sampai dengan strukur seluruh lembaga desa mulai dari pemerintahan desa, Badan Perwakilan Desa (BPD), Karang Tarunan, hingga PKK lengkap dengan seluruh personelnya.
Namun masih ada kendala mengenai konten website, perlu ada pengembangan kaspasitas lebih lanjut agar para pengelola mampu mengkalsifikasikan informasi berdasarkan UU KIP. Jika dilihat dari konten web-nya beberapa informasi publik menurut UU KIP sudah ditampilkan namun ada beberapa yang belum ditampilkan seperti laporan kinerja dan keuangan.
Selain klasifikasi informasi, pengelola juga harus diberikan pemahaman soal uji konsekuensi dan mekanisme pelayanan informasi untuk pemahaman yang paripurna mengenai keterbukaan informasi berdasarkan UU KIP. Ini menjadi PR kita semua para pegiat keterbukaan informasi dalam rangka melanjutkan inovasi yang telah ada dan membumikan isu keterbukaan informasi. (ek)