Bertentangan UU KIP, Buruh Berniat Gugat Kembali UU Tax Amnesty ke MK

Bertentangan UU KIP, Buruh Berniat Gugat Kembali UU Tax Amnesty ke MK

Mahkamah Konstitusi Kebebasan Informasi

KebebasanInformasi.org – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh gugatan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh lndonesia (KSPSI) terhadap pelaksanaan program Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dengan nomor perkara 63/PUU-XlV/2016. Mereka menggugat UU Tax Amnesty Pasal 1 angka 1, Pasal 3 ayat (3), Pasal 4, Pasal 21 ayat (2), Pasal 22, dan Pasal 23 ayat (2).

Menyikapi hal itu, Kuasa Hukum SBSI, Agus Supriyadi mengaku sangat menghargai putusan MK tersebut. “Kami menghargai putusan MK. Apapun hasil di sini, kami tetap menghargainya,” kata Agus usai Sidang Putusan di Gedung MK, Jakarta, Rabu (14/12/2016).

Meski demikian, ia mengatakan masih mencari celah untuk kembali melakukan gugatan. Pihaknya menganggap Pasal 21 UU Tax Amnesty bertentangan dengan UU Keterbukaan Informasi Publik. Serikat pekerja memperkarakan salah satunya Pasal 21 ayat (2) UU Tax Amnesty.

Dalam Pasal 21 ayat (2) menyebutkan, Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, dilarang membocorkan, menyebarluaskan, dan atau memberitahukan data dan informasi yang diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak lain.

“Masih ada persoalan, Pasal 21 menurut kami bertentangan dengan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP),” ujar Agus.

Di samping itu, masih ada celah lain untuk menggugat kembali UU Tax Amnesty, yakni Pasal 20. Ia mengungkapkan, status UU Tax Amnesty khususnya Pasal 20 dinyatakan konstitusional bersyarat.

Pasal 20 UU Tax Amnesty berbunyi, data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan UU ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan atau penuntutan pidana terhadap WP.

“Bisa saja kita gugat kembali karena ada pertimbangan bahwa Pasal 20 itu posisinya konstitusional bersyarat. Jadi masih bisa diajukan gugatan lagi,” jelasnya. (BOW)

Buruknya Tata Kelola Arsip Jadi Tantangan Open Data di Indonesia

Buruknya Tata Kelola Arsip Jadi Tantangan Open Data di Indonesia

download

KebebasanInformasi.org – Sebelum ada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) tahun 2008, akses masyarakat terhadap segala macam informasi sangat terbatas. Informasi hanya diberikan jika diminta. Segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dianggap sebagai hak institusi dan bersifat rahasia, kecuali yang dipublikasikan.

Setelah UU KIP disahkan, setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan informasi. Dengan demikian, publik bisa optimal menjalankan pengawasan terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik. Pengawasan ini penting untuk terciptanya tata pemerintahan yang lebih akuntabel dan transparan.

Hak publik atas informasi ini mendapat dukungan dari Presiden RI Joko Widodo. Melalui berbagai kesempatan, ia mengintruksikan seluruh instansi publik melaksanakan keterbukaan. Presiden menyadari betul bahwa masyarkat saat ini telah berubah. Masyarakat lebih tahu dan kritis akan haknya, serta memiliki kemauan tinggi untuk berpartisipasi aktif dalam proses tata kelola pemerintahan. Oleh karena itu, institusi-instansi publik harus siap melakukan open data.

Ada beberapa hal yang menjadi tantangan besar dalam pelaksanaan open data ini. Tenaga Ahli Kebijakan Publik, Sekretariat Nasional Open Government Indonesia (OGI), Danardono Siradjudin, mengungkapkan, tantangan tersebut salah satunya berkaitan sistem kearsipan yang buruk.

“Sebenarnya open data itu cuma teknis. Jadi, menyediakan data yang memang sudah terbuka untuk publik dengan format data terbuka, yang tadinya orang harus baca di jpg, pdf, sekarang orang bisa buka di excel dan format data terbuka lain. Sehingga dalam menggunakannya lebih mudah. Itu kalau open data,” papar Danar.

Namun masih buruknya tata kelola arsip di Indonesia menjadi persoalan tersendiri dalam penerapan open data ini. Hal itu tidak terjadi di negara lain yang memiliki tradisi kearsipan sejak lama. “Di negara lain, mereka tradisi arsipnya sudah sekian ratus tahun berjalan. Jadi ketika internet ditemukan, itu hanya mempercepat proses arsip dan kemudian sharing informasi,” kata Danar.

“Arsip kita sudah lama tidak diurus. Jadi kita kayak jumping. (Sistem tatakelola) arsip belum jalan, kemudian ada internet, lalu seolah-olah kita dipaksa sampai ke level open data,” tambahnya.

Ego Sektoral Lembaga

Di samping itu, ego sektoral dari masing-masing lembaga juga menjadi tantangan yang harus dilewati. “Di kementrian/lembaga sekarang, tantangannya itu, antar lembaga atau bahkan di dalamnya sendiri, sharing informasi dan data bukan perkara yang mudah,” ujar Danar.

Ia menekankan, open data hanya bisa berjalan dengan baik apabila UU KIP dan UU Arsip dijalankan secara maksimal. Di sinilah OGI berperan dalam melakukan inisiatif untuk membuat eksperimentasi untuk mengurai masalah-masalah tersebut.

Secara kelembagaan, posisi OGI sangat memungkinkan melakukan hal itu karena Sekretariat OGI diampu beberapa kementerian/lembaga, salah satunya KSP. “Jadi kita bisa minta tolong kepada KSP, misalnya ada koordinasi yang kurang bagus dengan kementerian/lembaga. Kemudian ada Bappenas, kita bisa minta tolong untuk memastikan apa-apa yang menjadi inisiatif itu masuk rencana kerja Bappenas,” jelasnya.

“Misalnya ada inisiatif satu data, kita mencoba membuat akselerasi-akselerasi , inisiatif-inisiatif yang harus dilakukan kementerian/lembaga,” tambahnya. (BOW)

Peringati Hari Pers, Wartawan Eks Madiun Usung Tema Keterbukaan Informasi Publik

Peringati Hari Pers, Wartawan Eks Madiun Usung Tema Keterbukaan Informasi Publik

Madiun, Kebebasaninformasi.org – Memperingati Hari Pers Nasional yang jatuh pada tanggal 9 Februari, Forum Wartawan se-Eks Karesidenan Madiun (FWM), memperingati Hari Pers Nasional (HPN), dengan melaksanakan sarasehan bertema “Keterbukaan Informasi Publik dan Peran Pers” Kamis(12/2/2015).

Sarasehan yang digelar di Gedung kantor Camat Taman tersebut, dihadiri forpimda maupun Satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD) kota/kabupaten Madiun serta wartawan se eks karesidenan Madiun, meliputi madiun, ponorogo, pacitan, ngawi, dan magetan.

Salah seorang pegiat pers setempat, Bambang H Irwanto menyatakan, untuk memberikan pemberitaan yang sehat dan informasi yang berkualitas tidak dapat dilakukan oleh insan pers sendiri. Melainkan perlu melibatkan unsur pemerintah maupun forpimda. Selama akses informasi publik belum maksimal, maka informasi yang disajikan pers juga tidak maksimal, tegasnya.

Pegiat hukum FWM, Mas Sri Mulyono, menilai, peran pers dalam mengakses informasi publik belum maksimal, sebab masih banyak pejabat di lingkup pemerintahan enggan memberikan informasi. Padahal, sesuai mekanisme yang berlaku, kebuntuan memperoleh informasi dapat diadukan ke Komisi Informasi hingga lembaga tertinggi ke Mahkamah Agung.

Sementara itu, Asisten II Bidang Administrasi Umum Pemkot Madiun, Agung Marsudi, menyatakan, pelayanan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) di Kota Madiun menggunakan sistem satu pintu. Hal tersebut berdasarkan instruksi dari walikota setempat. Hal tersebut dilakukan karena walikota masih belum mempercayai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk langsung memberikan informasi. Dikhawatirkan akan salah memberikan statemen, tegasnya.

“Yang dikeluhkan teman-teman ya kebijakan itu mungin, bahwa semua informasi harus melalui pak wali. Tapi itu kemauan bekiau memang seperti itu. Jadi kita yakinkan bersama, bahwa elemen-elemen dibawah, kalau diberi kepercayaan dan tanggungjawab saya rasa bisa untuk dipercaya. Saya harapankan nanti ada kegiatan seperti ini, biar kita saling terbuka, sehingga kita sama-sama untung, saling memberi dan saling menerima,”Ujar Agung seperti dilansir Radio Republik Indonesia, Kamis(12/2/2015).

Dalam sarasehan juga disuguhkan film dokumenter bertajuk Garis Putih Sang Wartawan karya FWM, berisi dokumentasi hasil liputan fenomena, tragedi, human interest dan sebagainya.