Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) diharapkan mampu untuk membuka ruang yang lebih luas terhadap warga Negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik.

Cita-cita membangun tata kelola pemerintahan yang lebih baik tidak bisa dilepaskan begitu saja dengan partisipasi aktif dan daya kritis masyarakat dalam setiap proses pengambilan kebijakan publik. Di samping itu, lahirnya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) juga diharapkan  mampu mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik melalui penegelolaan dan pelayanan informasi yang mudah diakses oleh mayarakat luas.

Dalam keputusan walikota Semarang tanggal 19 Juli 2011 dengan no 480/219/2011, pemerintah kota Semarang telah menunjuk dan menetapkan PPID. Dalam peraturan tersebut walikota menunjuk Asisten Administrasi Informasi dan Kerjasama sebagai kepala PPID. Ini merupakan angin segar keterbukaan informasi bagi warga Semarang. Tetapi dalam perjalanan tugas pokok dan fungsinya, Pattiro menilai PPID tidak berjalan optimal. hal ini berdasarkan pengalaman pattiro melakukan sejumlah permintaan informasi public yang sebagian besar berakhir dengan Sengketa di komisi Informasi jawa tengah.

PATTIRO Semarang dalam kurun waktu April-November 2011 melakukan permintaan informasi publik sebanyak 44 permintaan. Dari 44 permintaan tersebut, 40 diantaranya selesai, dan 4 diantaranya masih pengajuan keberatan ke Walikota dan Sengketa di Informasi Publik. Dari 40 Permintaan yang selesai diakses, 73 % diantanya selesai dalam sengketa di komisi informasi. Hanya 17 % yang selesai tanpa melalui keberatan kepada Walikota. Selebihnya 10 % selesai setelah PATTIRO Semarang melayangkan surat keberatan kepada Walikota Semarang. Hal ini mengindikasikan bahwa layanan informasi public di kota semarang belum berkualitas, mengingat banyaknya informasi yang disengketakan bersifat terbuka.
Adapun lama hari dalam mengakses permintaan informasi adalah 56 Hari Kerja. Hal ini sangat ironis, mengingat asas yang ada dalam UU KIP Pasal 2 ayat 3 bahwa “Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana”. Waktu yang lama dalam mengakses informasi tidak sesuai semangat diberlakukannya UU KIP.

Selain melakukan studi mengenai jangka waktu dalam memperoleh informasi, PATTIRO Semarang mendapatkan temuan-temuan lapangan yang menghambat terwujudnya layanan publik yang berkualitas.

Adapun temuan-temuan lapangan PATTIRO Semarang dalam melakukan permintaan informasi publik sebagai berikut :

•         Badan Publik tidak menyediakan tanda terima resmi.

•         Petugas penerima surat tidak mau melegalisasi tanda terima surat.

•         Pemahaman yang berbeda antar SKPD menghambat layanan informasi (misal : Antara staf dengan kepala dinas)

•         Tidak ada standarisasi akan status informasi antar SKPD di Pemkot Semarang.

•         Banyak “ketidaktahuan” dari pejabat publik yang belum “ngeh” terhadap keberadaan UU KIP.

•         Akses informasi publik di kota Semarang relatif membutuhkan waktu lama. (Misal periode April- Nov Rata2 54 Hari).

•         “Di pingpong” untuk mendapatkan informasi.

•         Ada instansi yang “terhambat” untuk memberikan informasi yang cepat akibat adanya pemahaman yang berbeda mengenai Keputusan Walikota Semarang tentang PPID.

Berdasarkan temuan lapangan layanan informasi publik di kota semarang tersebut, maka  bisa disimpulkan bahwa : (1) PPID Belum menjadi “alat” efektif untuk mewujudkan layanan informasi yang berkualitas, (2) Belum ada mekanisme memperoleh informasi di kota semarang sehingga menjadikan pemahaman antara PPID, SKPD dan Antar SKPD Berbeda, (3) Belum adanya Klasifikasi Informasi menjadikan petugas teknis “Meraba-Raba” dalam memutuskan informasi publik bersifat terbuka atau tertutup.

Berdasarkan kajian PATTIRO Semarang diatas, maka siaran Pers PATTIRO Semarang menyatakan :

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) belum menjadi alat efektif untuk mewujudkan layanan informasi yang berkualitas sesuai tujuan UU KIP Pasal 3 huruf g

Mendesak pemerintah kota semarang untuk segera membuat mekanisme layanan informasi dan klasifikasi informasi publik sehingga mempermudah akses informasi untuk masyarakat.

Semarang, 20 November 2011

Manager Advokasi

PATTIRO Semarang

Agus Yahya