Bandung, Info Publik Dari 135 pengajuan sengketa informasi kepada Komisi Informasi (KI) Provinsi Jawa Barat, sebanyak 80 pengajuan sengketa adalah perihal transparansi anggaran dan berdasarkan data tersebut, tranparasi anggaran rupanya masih menjadi hal yang cukup konfliktual.

“Sengketa tranparasi informasi mengenai anggaran tersebut sebagian besar berada di ranah lembaga eksekutif,” kata Ketua KI Jawa Barat, Dan Satriana, di Jl. Ehrlich No. 3, Bandung, Rabu (2/2).

Menanggapi banyaknya pengajuan tersebut, KI Jabar akan berusaha mendorong Badan Publik dengan melakukan kerjasama bersama KPK agar keterbukaan informasi mengenai anggaran harus dibuka kepada publik tanpa harus diminta terlebih dahulu. Perlu diketahui, dari 135 pengajuan sengketa informasi selama 2011-2012, baru dua sengketa yang sudah diselesaikan oleh KI Jabar.

Menurut Dan Satriana, lambannya penanganan sengketa informasi, disebabkan oleh dukungan kesekretariatan yang terbatas, di samping anggaran operasional yang diberikan APBD melalui Dinas Komunikasi yang masih terbatas pula.

“Untuk tahun 2012 anggaran yang diberikan kepada KI Jabar sekitar Rp1 miliar, dan anggaran tersebut turun ketimbang 2011 yang mencapai Rp1,7 miliar per tahun,” katanya.

Sementara itu, menurut Anggota DPRD Badan Anggaran Kota Bandung, H.C Hendarwan, keterbukaan informasi mengenai anggaran daerah sudah dibuka kepada masyarakat, namun tentunya tidak semua informasi bisa diberikan kepada masyarakat, ada informasi tertentu yang bersifat rahasia dan itupun mengenai kepentingan masyarakat sendiri.

UU tentunya harus dipatuhi, namun jika ada kendala dalam pelaksanaannya, sebaiknya diperkuat oleh Peraturan Pemerintah (PP), dengan begitu setiap sengketa bisa segera diselesaikan.

Apabila masih ada yang tidak menjalankan amanat tersebut (putusan pengadilan dari KI.Red), bisa dimohonkan ke Pengadilan Negeri (PN) untuk melakukan eksekusi atas setiap putusan sengketa tersebut, tambah H.C Hendarwan.

Sementara itu, ketika dimintai pendapat perihal lambannya penanganan sengketa informasi tersebut, Pakar Hukum Yesmil Anwar, mengatakan bahwa UU ini menjadi dilematik sebab belum dibuatnya Peraturan Pemerintah (PP), padahal dengan adanya PP bisa menguatkan dan mendukung UU ini.

Selain itu, ia berpendapat bahwa pejabat publik ini masih tebang pilih saat pelaksanaan UU yang diamanatkan kepadanya. “Banyak pejabat publik yang tidak taat kepada UU, dan masih tebang pilih saat menangani pengajuan sengketa,” ujar Yesmil. (MC. Kota Bandung/toeb)