Jakarta – Informasi dari badan publik yang seharusnya bisa diakses langsung oleh masyarakat ternyata masih menyisakan banyak tanda tanya. Masih banyaknya informasi yang tersumbat dari badan publik menjadi contoh nyata betapa kebebasan informasi yang didengung-dengungkan pemerintah pusat seakan tak berdaya di tingkat daerah.
Permasalahan tersebut setidaknya terlihat dari beberapa kasus yang muncul di Jawa Timur dan DIY. Di Jawa Timur, berdasarkan laporan Komisi Informasi Jawa Timur sejak Januari hingga September tercatat 157 kasus. Angka ini naik cukup tajam jika dibanding dengan tahun sebelumnya yang hanya terdapat 21 kasus. Seperti yang disampaikan oleh Joko Tetuko, dari 157 kasus tersebut 63 diantaranya telah diselesaikan melalui jalur informasi.
Di Jawa Timur terdapat tiga daerah yang paling banyak mengadukan permasalahan kebebasan informasi, yaitu Bangkalan, Sumenep dan Surabaya. Porsi terbanyak dari aduan di tiga daerah tersebut berkaitan dengan sulitnya akses informasi, terutama masalah anggaran. Menurut Joko, informasi yang harus disampaikan ke publik itu terkait dengan struktur organisasi (lembaga), program dan sumber anggaran, realisasi program dan sistem informasi.
Sementara itu di DIY, Komisi Masyarakat Informasi Publik (KMIP) menilai situs web DPRD DIY (www.dprd-diy.go.id) belum memenuhi standar keterbukaan informasi seperti amanat UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Informasi yang tersaji dalam websitepun cenderung informasi sudah lama. Ini seperti apa yang disampaikan oleh Ahmad Nasir, Koordinator Komisi. Penelusuran sekilas MediaLink juga melihat bahwa website DPRD DIY ini tidak dibuat secara serius dan terkesan acak-acakan. Sehingga informasi yang tersaji kurang begitu menarik.
Menurut Budi Nugroho, Kepala bagian Hukum dan Humas Sekretariat DPRD DIY, kondisi tersebut terjadi lantara yang menggawangi website hanya dua orang. Sementara itu, Siti Roswati, Ketua Komisi KIP DIY menduga masalah yang terjadi di DPRD DIY tersebut karena belum adanya standar operasional prosedur untuk implementasi UU KIP.
Berbeda dengan apa yang terjadi di Jawa Timur dengan angka yang cukup tinggi untuk pengaduan keterbukaan informasi, di DIY bisa dikatakan tidak ada pengaduan sama sekali. Menurut Siti Roswati, ia memperkirakan rendahnya partisipasi masyarakat DIY untuk keterbukaan infomasi ini bisa dikarenakan dua sebab. Pertama, keterbukaan informasi dinilai sudah cukup berjalan dengan baik. Kedua, jangan-jangan masyarakat malah tidak mengetahui sama sekali isu tentang keterbukaan informasi ini dan juga keberadaan KIP.
Sumber: diolah dari Surya Online dan Tempo.co
http://www.medialink.or.id/peristiwa/daerah/50-informasi-masih-bukan-milik-publik.html