“Karena itu BPN adalah badan publik maka wajib menjalankan UU Keterbukaan Informasi Publik,” kata Juniardi menanggapi maraknya kasus sengketa pertanahan di Lampung, belakangan ini.
Menurut Juniardi, jika informasi publik mudah diakses, transparan kepada publik, maka tentunya dapat menjadikan solusi bagi banyak kasus tanah di BPN yang selama ini mencuat. Pihak yang berkepentingan, baik pemegang hak penjual dan pembeli, instansi pemerintah dan penegak hukum tidak lagi kesulitan memahami data-data pertanahan.
“Jika informasinya jelas, data transparan, tentunya tidak aka ada sengketa. Masyarakat akan lebih dulu tahu tentang informasi di badan pertanahan,” kata Juniardi.
Juniardi juga mengatakan, permintaan informasi perihal dokumen pertanahan juga harus dapat diakses sepanjang alasan kepentingannya dan tidak dalam proses sengketa di pengadilan.
Sebab, kata Juniardi, dalam Peraturan Menteri Agraria No 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah pada bagian kesepuluh tentang penyajian informasi data fisik dan yuridis dinyatakan bahwa informasi yang terbuka untuk umum adalah dalam bentuk Surat Keterangan Pendaftaran Tanah.
“Tidak ada ketentuan yang menerangkan secara ekspilsit bahwa dokumen pertanahan adalah dokumen rahasia. Hanya saja terdapat ketentuan BPN yang menguasai dokumen sebagai dasar pendaftaran tanah merupakan dokumen negara yang harus disimpan dan dipelihara,” kata Juniardi.
Juniardi menambahkan, dalam UU KIP terdapat dua alasan untuk menolak memberikan informasi. Pertama yakni penolakan berdasarkan substansi dan kedua berdasarkan prosedural. “Apabila informasi dianggap sebagai informasi yang dikecualikan (bersifat rahasia) maka badan publik wajib melakukan uji konsekuensi terlebih dahulu sebelum menolak memberikan informasi,” kata Juniardi.
(jun/wan/bln)
http://www.bandarlampungnews.com/index.php?k=politik&i=10970