JAKARTA (Suara Karya): LSM Greenpeace Indonesia terkategori sebagai badan publik yang wajib menyediakan informasi kepada masyarakat, termasuk tentang dana sumbangan yang diterimanya. Jadi, Greenpeace wajib buka-bukaan dan membongkar seputar penymbangnya.Saat menerima pengaduan Tim Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing di Jakarta, Kamis (3/5), Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) Dono Prasetyo, mengatakan, merujuk UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), setiap lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, organisasi masyarakat, organisasi nonpemerintah, bahkan parpol yang mendapat dana APBN/APBD, mengumpulkan sumbangan publik, dan mendapat bantuan asing, termasuk kategori badan publik yang wajib menyediakan informasi bagi publik.”Kalau Greenpeace Indonesia mengumpulkan sumbangan publik, dan mendapat bantuan asing, maka Greenpeace termasuk kategori badan publik yang wajib menyediakan informasi bagi publik. Jadi Greenpeace harus tunduk terhadap UU dan KIP siap menindaklanjuti dan mengawal permohonan informasi publik tersebut,” kata Dono.Selain itu, tutur dia, Greenpeace terkena kewajiban itu karena merupakan badan hukum Indonesia yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM. Pasal 16 UU tentang KIP menjabarkan bahwa informasi yang wajib disediakan oleh organisasi non pemerintah itu yakni informasi mengenai asas dan tujuan organisasi, program dan kegiatan organisasi, nama, alamat, susunan kepengurusan.Organisasi tersebut juga harus menjelaskan tentang pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari APBN, APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau sumber luar negeri dan mekanisme pengambilan keputusan organisasi, keputusan organisasi dan informasi lain sesuai ketentuan perundang-undangan.Sementara itu, Koordinator Tim Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing Rudy Gani mengatakan, pihaknya mengajukan permohonan meminta informasi kepada Greenpeace. LSM asing yang bermarkas di Belanda itu diminta proaktif untuk membuka secara transparan tiap rupiah dana masyarakat ataupun luar negeri yang masuk ke dalam rekeningnya.Menurut Rudy, tim aliansi telah mengajukan permohonan itu kepada Greenpeace tentang “rekening gendut” dana masyarakat serta donasi asing yang dikelola LSM tersebut setiap bulannya. Upaya permohonan informasi publik terhadap LSM itu dilakukan untuk mendorong transparansi pengelolaan keuangannya karena selama ini tidak pernah ada laporan terbuka kepada masyarakat mengenai donasi yang telah mereka terima.”Greenpeace harus menjelaskan seputar 30 ribu donatur yang menyumbang Rp 75 ribu per bulan. Kalau dijumlahkan, berarti Greenpeace menerima Rp 2.250.000.000 per bulan atau Rp 27 miliar per tahun,” ujarnya.Namun, ia menambahkan, dalam laporan keuangan 2009 dan 2010 yang dimuat di dua media nasional, edisi Kamis (25/10/2011), Greenpeace menyatakan menerima donasi Rp 6,5 miliar pada 2009 dan Rp 10,2 miliar pada 2010. “Lalu sisanya donasi lainnya ke mana?,” kata Rudy.Masih di laporan yang sama, Greenpeace cabang Indonesia juga menerima dana asing dari Greenpeace Asia Tenggara sebesar Rp 1.768.272.195 dalam kurun waktu 2010 tanpa seizin pemerintah.”Poin ini adalah salah satu data yang kita minta kepada Greenpeace untuk dibuka kepada publik. Selama ini juga tidak dijelaskan Greenpeace menerima dana asing dari lembaga apa saja,” ujar Rudy yang juga Ketua Badko HMI Jabotabek-Banten. Saat ini tercatat ada 30 ribu rakyat Indonesia yang memilih menjadi donatur individu dengan menyisihkan dana Rp 75 ribu-Rp 400 ribu tiap bulannya untuk kepentingan riset dan kampanye pelestarian lingkungan. (Ant)
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=302566