Kediri (beritajatim.com) – Meskipun sudah melalui proses yang panjang dan alot, mediasi tahap kedua sengketa informasi mega proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Gambiran II dan Jembatan Brawijaya Kota Kediri, antara Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Indonesia Justice Society (IJS) dengan Pemerintah Kota Kediri tetap belum final.

Pemkot Kediri, selaku termohon, Selasa (15/05/2012) belum sepenuhnya mengabulkan tiga permintaan informasi yang minta pemohon. Sehingga, pemohon mengancam akan menempuh persidangan ajudikasi non-litigasi di Komisi Informasi.

Tiga poin data yang diminta pemohon antara lain, Rencana Anggara Biaya (RAB) proyek multy years Jembatan Brawijaya yang telah dilegalisir, salinan hard copy surat persetujuan DPRD terkait proyek multy years tersebut yang sudah dilegalisir, dan klarifikasi tertulis atau merupakan dokumen kontrak proyek Jembatan Brawijaya Kota Kediri

“Petemuan kali ini memang ada kesepakatan damai. Pemerintah Kota Kediri menjanjikan tiga poin data itu. Tetapi apabila hingga batas akhir pemberian tanggal 28 Mei 2012 mendatang, data itu belum juga diserahkan oleh pihak walikota, maka kami akan mengadakan ajudikasi non-litigasi,” ujar Mahbuba, koordinator IJS ditemui usai mengikuti mediasi di Hotel Grand Surya, Kota Kediri.

Mediasi sendiri berlangsung secara terbuka di ruang petemuan Hotel Grand Surya Jalan Basuki Rahmat Kota Kediri. Pihak IJS dihadiri oleh empat orang, umumnya aktivis mahasiswa Kediri. Sedangkan dari Pemkot Kediri dihadiri langsung oleh Asisten Walikota Kediri Budi Siswantoro, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Mohammad Ivantoro, Kabag Humas Hariadi, Kepala Inspektorat Hariyono dan sejumlah pegawai Pemkot Kediri lainnya. Proses mediasi dimoderatori oleh petugas dari Komisi Informasi Publik (KPI) Jawa Timur.

Mediasi kali ini adalah yang kedua kalinya. Sebelumnya, mediasi yang berjalan secara tertutup di hotel yang sama tersebut berakhir deadlock. Dengan proses yang alot tersebut imbuh Mahbuba, IJS melihat tidak adanya iktikad baik dari Pemkot Kediri, atau sengaja mempersulit akses permintaan informasi itu.

“Permasalahannya, kenapa tidak dari dulu informasi ini dikasih, karena disini kami melihat ada dugaan penyalahgunaan wewenang. Artinya proses persetujuan ini penuh tanda tanya. Apalagi kita pernah memegang surat yang berisi mosi tidak percayaa anggota DPRD terkait persetujuan proyek itu. Kalau prosesnya sudah menimbulkan kesimpang-siuran, maka dugaan kami pembangunan Jembatan Brawijaya pasti ada polemiknya juga,” terka Mahbuba.

Terpisah, Budi Siswantoro, mewakili Pemkot Kediri menyatakan, pemerintah bersedia memberikan apa yang diminta oleh pemohon yakni, IJS. Tetapi, kekhawatiran data tersebut akan disalah gunakan. Sehingga menimbulkan tafsiran yang berbeda di masyarakat.

“Hasil pertemuan kali ini, adanya saling memahami tentang derajat dan manfaat dari data yang diseraah terimakan. Apa yang diminta kita beri. Tapi ada suatu kedewasaan untuk mengelola itu,” ujar Budi Siswantoro.

Ketika disinggung acaman IJS untuk meneruskan ke persidangan ajudikasi non-litigasi apabila hingga batas waktu yang ditentukan yakni, 28 Mei mendatang serta ancaman mempidanakan pihak-pihak terkait apabila dari enalisa data itu ada dugaan penyelewengan, Budi Siswantoro menjawab, merupakan kewenangan dari IJS.

“Tentunya dia punya hak. Makanya setelah terjadi kedewasaan, memuaskan dari kita untuk menyampaikan. Sebenarnya mengenai proyek rumah sakit ini, sedang ditangani oleh kejaksaan. Masyarakat bisa melihat prosesnya disana, bila menyoroti kinerja pemerintah. Sudah ada lembaganya yang profesional. BPKP juga sudah memerisanya,” tegasnya. [nng/kun]