SERANG – Perdamaian sengketa informasi antara Muhammad HS (MHS) dengan Komari, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Utama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten, tampaknya sulit tercapai. MHS terkesan enggan mencabut laporannya karena menganggap kasus ini telah masuk pidana dan bisa dijadikan yurisprudensi di Indonesia.
Kepada Radar Banten, Kamis (10/5), MHS me­ngakui telah dua kali bertemu dan musya­warah dengan ter­sangka Komari. Ia tidak mengungkapkan waktu pertemuan yang dimediasi penyidik Sub-direktorat IV Fismondev (Fiskal, Moneter, Devisa) Polda Banten. “Tampaknya agak sulit perkara ini dihentikan karena banyak meng­harapkan sampai ke pengadilan,” katanya.
Ia berpendapat, sengketa informasi yang dipidanakan ini bisa dijadikan yurisprudensi lantaran baru pertama di Indonesia. Terlebih, penyidik telah menetapkan Komari sebagai tersangka dalam kasus ini. “Seperti yang saya katakan, kasus ini bisa menjadi yu­ris­prudensi karena belum ada di daerah lain,” ujar MHS.
Soal upaya penyidik Subdit IV menjalankan restoratif justrice, MHS mengaku tidak akan menghalanginya. Karena, kompensasi sebuah per­damaian itu pemenuhan persyaratan yang diajukan. Sedangkan pidana, sebagai upaya advokasi implementasi dari Undang Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keter­bukaan Informasi Publik (KIP).
Kalau perdamaian dipaksakan, lanjut MHS, banyak persyaratan yang harus dipenuhi Pemprov Banten. Terutama, Gubernur Banten harus komitmen mengimplementasikan UU KIP dan menerapkannya di Pemprov Banten serta pemerintah kabupaten/kota. “Fungsi birokrasi dalam pelayanan informasi di Pemprov Banten dan pemerintah kabupaten/kota di Banten harus diperbaiki. Ini kebijakan politik tingkat provinsi. Kalau ada komitmen seperti ini, kita bisa bicara perdamaian. Namun saya kira ini sulit terjadi,” tandasnya.
Komari enggan komentar banyak tentang hasil mediasi yang telah dilakukan.  “Kami ingin berdamai karena kasus ini bisa mengganggu pelayanan birokrasi,” ujarnya. Kata dia, PPID Utama Pemprov Banten masih berupaya melakukan pembicaraan ulang dengan MHS yang dimediasi Polda Banten. “Dalam proses perdamaian nanti, kami ingin MHS mencabut laporannya,” ujar Komari.
Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Khu­sus (Krimsus) Polda Banten Komisaris Besar Purwo Cah­yoko menyatakan, restoratif justice diupayakan bukan karena keinginan penyidik, tetapi keinginan pihak yang bersengketa. Penyelesaian perkara pidana tanpa diproses secara hukum itu memang tengah dikem­bangkan kapolisian. “Penyelesaian seperti ini justru bisa memberikan hak-hak dari korban atau pelapor. Kalau di pengadilan kan tidak,” tuturnya. (run-don/del)

http://www.radarbanten.com/beta/hukum/2235-mhs-komari-sulit-berdamai-