Oleh: Yusnaeni  (Peneliti PATTIRO JEKA – USAID)
Masyarakat telah berubah. Masyarakat kini lebih tahu, responsif, dan kritis akan haknya, serta lebih berkemauan untuk berpartisipasi dalam pemerintahan, lebih dari sebelumnya.  Sebagai akibatnya, pemerintahan sekarang berada di bawah pengawasan yang ketat dan terus-menerus, karena saat ini dunia bukan hanya menginginkan hadirnya akuntabilitas dan partisipasi, melainkan juga keterbukaan.  (Pidato presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada  Pembukaan ASEAN Supreme Audit Institutions Summit di Bali, 16 November 2011).
Pemerintahan Indonesia dengan instrument undang–undang keterbukaan informasi publik nomor 14 tahun 2008 mulai menjalankan Open Goverment  sebagai gerakan bersama yang terpadu antara pemerintah dan masyarakat.Bahkan Indonesia menjadi salah satu pelopor Open Goverment  (OG) dengan menjadi co-founder dari Open Government Partnership (OGP), sebuah prakarsa global untuk membuat pemerintah di banyak negara menjadi lebih baik dengan menginternalisasikan prinsip-prinsip Open Goverment.
Terdapat delapan negara pendiri OGP yang seluruhnya kemudian menjadi Komite Pengarah dari 50 negara anggota OGP. Indonesia, pada September 2012, adalah salah satu dari dua ketua (co-chair) Komite Pengarah OGP.  Open government atau selanjutnya disingkat dengan OG, pada dasarnya adalah pemerintah yang terbuka/transparan, mengundang partisipasi rakyat, dan mengajak berbagai unsur masyarakat untuk berkolaborasi memecahkan berbagai permasalahan untuk kesejahteraan rakyat.
OG mengaktualisasikan secara praktis pengertian pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. OG  diasosiasikan sangat erat dengan transparansi karena memang transparansi/keterbukaan merupakan elemen utama dan menjadi prasyarat untuk bergerak ke arah partisipasi dan kolaborasi dengan unsur-unsur masyarakat. Jadi pada dasarnya, ada tiga pilar dalam OG itu sendiri yakni transparansi, partisipasi, dan inovasi.Transparansi  Dana BOS
Pada tahun 2012 pemerintah telah menganggarkan dana BOS sebesar Rp23.594.800.000 kepada 181.160 sekolah SD dan SMP (Data Kemendiknas). Jumlah ini belum termasuk untuk dana BOS di Kementerian Agama untuk sekolah-sekolah madrasah. Rincian dana BOS yang diterima untuk Sekolah dasar (SD) sebesar   Rp. 580.000,-/siswa dan untuk  SMP Rp. 710.000,-/siswa. Jumlah dana BOS ini mengalami peningkatan di bandingkan tahun 2011.Mekanisme transfer untuk dana BOS tahun 2012 berbeda dengan mekanisme transfer pada tahun sebelumnya yakni dana BOS yang masuk ke rekening sekolah di transfer langsung dari propinsi  atau tidak lagi melalui mekanisme kas  daerah kabupaten.
Jika kita melihat jumlah anggaran untuk dana BOS maka dana yang dikelola tersebut cukup besar sehingga pengelolaan tersebut harus akuntabel karena Anggaran yang tidak akuntabel akan mencerminkan  tingginya tingkat korupsi baik di sisi penerimaan maupun di sisi belanja (global integrity, 2010). Mendorong peningkatan akuntabilitas dapat ditempuh dengan mendorong keterbukaan atas proses dan dokumen anggaran, serta mendorong partisipasi substansial dari warga negara di dalam mengontrol dan memberikan masukan atas penggunaan anggaran tersebut.BOS Dalam Kerangka Open Government
Berdasarkan studi yang di lakukan  oleh Pattiro tentang dana BOS di sepuluh daerah Indonesia (Aceh, Papua, Lombak Barat, Jeneponto, Serang, Solo, Semarang, Pekalongan, Gresik  dan Bandung Barat) dengan menggunakan  instrument integrity monitoring (audit sosial) di ketahui, bahwa berbagai fakta yang muncul menyatakan bahwa transparansi pengelolaan dana BOS masih menjadi persoalan yang besar.Misalnya, kepala sekolah tidak menginformasikan apakah dana BOS-nya sudah sampai atau belum, penggunaan dana BOS  tidak ditempel di papan pengumuman, dan lain-lain. Berbagai fakta yang muncul juga menyatakan bahwa tingkat partisipasi masyarakat rendah, misalnya  komite sekolah tidak dilibatkan dalam perencanaan penyusunan RKAS dan pencairan dana serta pelaporan dana BOS.
Komite sekolah hanya dilibatkan ketika di butuhkan untuk bertanda tangan. Hal ini menunjukkan bahwa transparansi penggunaan dana BOS pada level sekolah masih sangat rendah. Tidak adanya transparansi tentunya akan berkorelasi  dengan pengelolaan dana yang tidak akuntabel.
Pengelolaan pendidikan di banyak sekolah memang terkesan tertutup bagi pihak luar. Masyarakat, orang tua murid seolah olah tidak banyak mengetahui seluk beluk pengelolaan pendidikan di sekolah, tidak mengetahui pendapatan dan belanja sekolah, karena tidak dilibatkan dalam mengevaluasi kekuatan dan kelemahan kinerja sekolah dan sebagainya.Pengelolaan yang dianggap tidak transparan berdampak negatif bagi perkembangan sekolah, karena publik akan meragukan sumbangan pendidikan baik dari pemerintah atau pemerintah yang mereka berikan akan benar-benar dimanfaatkan bagi kepentingan penyelenggaraan pendidikan atau akan terjadi penyimpangan yang tidak diharapkan.Oleh karena itu, dalam kerangka open government, pihak sekolah seharusnya mentransparansikan penggunaan dana BOS sebagaimana yang di mandatkan dalam petunjuk teknis dana BOS 2012 bahwa sekolah wajib mengumumkan penggunaan dana BOS di papan pengumumuman sekolah.
Laporan yang di maksud disini bukanlah laporan secara mendetail tetapi laporan yang singkat dan jelas rincian dananya serta mudah di baca oleh pihak-pihak yang membutuhkan informasi tersebut. Di umumkanya dana BOS ini di maksudkan untuk memudahkan akses informasi bagi pihak yang membutuhkan informasi tentang dana BOS di sekolah.Selain itu, Dalam undang-undang keterbukaan informasi publik di tegaskan bahwa Informasi adalah hak warga Negara,  Semua informasi adalah publik kecuali yang dirahasiakan sehingga  Informasi dipublikasikan secara proaktif dalam rangka institusi tersebut mencapai tujuannya termasuk informasi tentang peggunaan dana BOS di sekolah.  (**)
http://www.fajar.co.id/read-20120522233024-tranparansi-penggunaan-dana-bos