PEKANBARU (RA) - Sebanyak 25 organisasi masyarakat sipil di Riau mendeklarasikan Koalisi Keterbukaan Informasi untuk Rakyat (KoKI Rakyat), Rabu (3/10). Deklarasi dilakukan di Aula RRI Jalan Jenral Sudirman, Pekanbaru. Pendeklarasian ditandai dengan aksi teatrikal pembukaan
belenggu di tangan masing-masing anggota koalisi.
Organisasi masyarakat sipil (civil society organizations) yang tergabung dalam koalisi ini adalah Fitra Riau, Jikalahari, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pekanbaru, Tranparansi International Indonesia (TII), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau, Lembaga Pemberdayaan dan Aksi Demokrasi (LPAD) Riau, Kabut Riau, Institut Sosial and Economic Change (ISEC) Riau, Yayasan Riau Mandiri (YRM), Greenpeace, Pemuda Riau Bersatu (PRB), Yayasan Bunga Bangsa Riau, Rumpun Perempuan dan Anak Riau (Rupari), WWF, Rumah Pohon, Telapak Riau, Riau Corruption Trial (RCT), Siklus, Scale Up, Perkumpulan Elang, Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR), ASPIKOM, AMAN Riau, Yayasan Mitra Insani (YMI), YLBHI LBH Pekanbaru.
Diungkapkan Koordinator Koalisi Keterbukaan Informasi untuk Rakyat (KoKI Rakyat), Triono Hadi, Koalisi ini dibentuk dan dideklarasikan untuk mengupayakan dan mendorong adanya keterbukaan informasi publik di Riau. Keterbukaan itu di antaranya dapat didorong melalui adanya Komisi Informasi Publik (KIP) Riau.
Lebih lanjut disampaikannya, KIP daerah sendiri adalah amanah konstitusi, khususnya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan surat edaran Menteri Dalam Negeri di tahun 2010. Kondisi-kondisi tersebut masih belum terjadi di Riau.
“Karena itu, melalui koalisi ini, kita mendorong agar Komisi Informasi Publik Riau dibentuk. Kita mendesak Pemprov dan DPRD Riau segera membentuk KIP Riau,” kata Triono.
Undang-undang mewajibkan tiap daerah membentuk KIP daerah paling lambat dua tahun setelah
UU diberlakukan. Dua tahun itu, tahun 2010, telah lewat. Namun hingga kini, proses pembentukan itu masih belum berlangsung. Kita memandang penting desakan dibentuknya KIP Riau, karena informasi publik sektor korupsi, anggaran, kehutanan, pertambangan dan hak publik lainnya tidak transparan di Provinsi Riau. Kalau fakta ini dibiarkan, hak asasi manusia dilanggar oleh penyelenggara negara. Ini sungguh ironis, karena hak untuk tahu dan hak mendapatkan informasi adalah hak dasar setiap manusia,” kata Triono Kepada RiauAktual.com.
Data hasil uji akses dokumen yang dilakukan oleh FITRA Riau pada tahun 2010-2011 menunjukkan 65 % satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang berada dalam lingkungan Pemerintah Provinsi Riau tidak terbuka terhadap informasi yang dibutuhkan publik.
Ditambahkannya, Koalisi melihat sejauh ini Pemprov dan DPRD Riau tidak serius membentuk KIP Riau. Ini bukti pejabat publik tak berpihak pada publiknya sendiri.
Ia juga mengungkapkan, keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. Lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik secara historis karena tuntutan reformasi. Reformasi yang sudah berumur lebih satu dasawarsa telah membawa perubahan dalam sistem pemerintahan negara. Reformasi ditandai dengan adanya tuntutan tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance) yang mensyaratkan adanya akuntabilitas, transparasi dan partisipasi masyarakat dalam setiap proses terjadinya kebijakan atau keputusan.
“Keterbukaan informasi publik adalah wujud negara demokratis dan menjunjunjung hak asasi manusia. Juga wujud negara bebas dari korupsi. Ini juga bentuk perlawanan koalisi terhadap korupsi di bidang anggaran publik, kehutanan dan pertambangan di Provinsi Riau,” ujar Triono
Hadi mengingatkan, salah satu perwakilan dalam organisasi ini mendesak kepada pihak pemerintah agar sesegera mungkin membentuk KIP di Provinsi riau. Pasalnya kita sudah terlambat sesuai dengan UUD yang telah di jelaskan.
“kita mendesak kepada pihak pemerintah provinsi khusus infokom, agar sesegera mungkin untuk membentuk KIP di Riau. Jangan sampai UUD yang telah di keluarkan oleh mendagri itu di lecehkan begitu saja, apalagi inikan persoalan Publik untuk masyarakat banyak” kata Irsyadul Halaim, selaku sekjen Jaringan masyarakat Gambut Riau. (RA10)