Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama atau biasa dipanggil Ahok mempublikasikan jalannya rapat dengan Dinas PU DKI Jakarta lewat situs Youtube. Publikasi bukan dilakukan oleh Ahok sendiri, tapi melalui akun Pemprov DKI. Dalam video berdurasi 45:59 menit ini, terlihat Ahok menerima paparan Dinas PU dan meminta agar anggaran diefisienkan.

Dalam rapat itu, Ahok meminta anggaran Dinas PU dipotong 25%. Ahok menganggap dengan pengurangan 25% ruang gerak masih cukup. Ahok juga menyoroti anggaran pembuatan pospol Pluit sebesar Rp 1 miliar dan pembuatan kantor pemadam kebakaran Rp 34 miliar.Fenomena meng-upload (mengunggah) kegiatan Pemprov DKI Jakarta ini bukan pertama. Ada serangkaian video yang sudah diunggah. Meski rapat ini merupakan rapat biasa yang terjadi di seluruh birokrasi, namun cukup menarik ditelaah. Hal itu karena, meng-upload rapat birokrasi kepada publik, bukan cuma lokal Jakarta, tapi karena Youtube adalah media global, informasipun bisa tersebar ke seluruh Indonesia hingga dunia.

Dalam catatan pemanfaatan teknologi informasi di Indonesia, memang belum ada melakukan apa yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta ini. Kalau pun ada pertemuan, misalnya Rapat Kabinet, yang disiarkan di media elektronik hanyalah hasil atau ketika rapat belum dimulai. Sementara jalannya rapat, bagaimana perdebatan dan pembahasan yang terjadi, tidak dapat diikuti publik. Kalau ada, seperti Rapat DPR, memang terbuka tapi diluar kasus-kasus khusus seperti Kasus Bank Century, semua serba tertutup—dalam arti jalannya rapat tidak diikuti secara penuh, paling hanya awal atau akhir.

 

Harusnya, mulai saat ini, semua rapat-rapat di birokrasi dapat direkam dan disiarkan melalui media publik, baik televisi, radio maupun internet—seperti di Youtube ini. Sehingga, publik tahu apa yang dibahas, siapa yang membela kepentingan rakyat, siapa yang mencoba bermain misal dengan anggaran, siapa yang seolah-olah mewakili rakyat tapi ternyata menyuarakan kepentingan pihak tertentu. Kalau hal ini dilakukan, tidak akan terjadi kongkalingkong seperti yang belakangan ini ramai. Tidak ada fitnah maupun dugaan-dugaan seperti yang terjadi dalam kasus grasi Ola, kasus century, kasus pembahasan di Badan Anggaran DPR maupun Komisi-Komisi DPR. Semua serba transparan, laksana melihat rumah kaca. Tidak ada yang bisa disembunyikan. Yang baik, jujur dan memperjuangkan rakyat, akan terlihat seperti apa adanya.

Namun begitu, mungkin UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik bisa juga dijadikan acuan, mana yang memang informasi bisa dibuka dan mana yang bersifat rahasia. Sebab, saat ini, terjadi perubahan paradigma, kalau dulu semua informasi bersifat rahasia dan sedikit yang terbuka, saat ini semua informasi bersifat terbuka dan hanya sedikit yang bersifat rahasia. Adapun kategori informasi yang bisa dikategorikan rahasia, sesuai UU itu pada Pasal 17/2008 adalah Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat, dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia; dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri, dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang, dapat mengungkap rahasia pribadi, memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan serta informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.

 

PENULIS:

Heru Sutadi. Suka mengamati perkembangan teknologi informasi dan cyber crime nya, juga tertarik masalah sosial dan politik. Saya dapat dihubungi melalui email di herusutadi@hotmail.com (Disclaimer: pendapat, ide atau gagasan dalam blog ini bersifat pribadi dan tidak mencerminkan pendapat institusi dimana saya bekerja).

http://birokrasi.kompasiana.com/2012/11/14/ahok-dan-keterbukaan-informasi-birokrasi-lewat-youtube-508173.html