(Jakarta, KI) – Salah satu sektor strategis tumpuan ekonomi nasional adalah  industri ektraktif. Yaitu sektor industri yang bergerak di bidang minyak bumi, gas dan pertambangan. Meski telah dinyatakan oleh konstitusi sebagai sumber kekayaan yang dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sepenuhnya kepentingan rakyat, akan tetapi pengelolaan industri ini masih relatif tertutup dan jauh dari jangkauan publik. Demikian pernyataan anggota koalisi Publish What You Pay Indonesia (PWYP) Sulastio di Jakarta.

Direktur Indonesian Parliamentary Center (IPC) itu berpendapat bahwa undang-undang keterbukaan informasi publik merupakan salah pintu masuk untuk memperkuat keterbukaan informasi di sektor industri ekstraktif. Terlebih munculnya inisiatif transparansi industri ekstraktif (EITI) di Indonesia semakin memperkuat upaya tersebut.

EITI dibentuk oleh Keputusan Presiden Nomor 26 tahun 2010 tentang Transparansi Pendapatan Nasional dan Lokal dari Industri Ekstraktif. EITI bertugas untuk meminta kepada semua perusahaan dari sektor ini untuk melaporkan apa yang mereka bayar kepada pemerintah. Sementara pemerintah melaporkan apa yang telah mereka terima dari perusahaan. Kedua laporan ini kemudian dibandingkan oleh auditor dan validator independen.

Jika laporan tersebut sudah terpenuhi Indonesia akan masuk dalam negara EITI Complient (Pelapor EITI) pada pertengahan 2013 ini. “Dengan adanya EITI, penerimaan negara dari sektor migas dan pertambangan menjadi lebih terbuka, sehingga selisih pendapatan tidak menjadi area abu-abu yang rawan disalahgunakan,” jelas Sulastio.

Selain berdampak pada kepedulian masyarakat sipil terhadap sektor industri ekstraktif, keterbukaan informasi di sektor ini juga bisa menambah pendapatan negara yang dulunya “hilang” dalam selisih tersebut. Status “complient“ juga akan memberikan dampak yang positif pada iklim investasi. Ini merupakan salah satu dampak positif dari keterbukaan informasi.” []