Papua, kebebasaninformasi.org. Mendorong implementasi UU Keterbukaan Informasi Publik di Papua? Bisa dibayangkan bagaimana beratnya. Koordinator Provinsi Papua untuk Program CATI (Community Access to Information – CATI) dari LSM Pattiro (Pusat Telaah Informasi Regional), Rusmawardi mengatakan, saat ini pihaknya sedang mengupayakan pembentukan pusat komunitas warga atau yang biasa dikenal dengan sebutan community center (CC) di empat kabupaten di provinsi Papua, yaitu Kabupaten Keerom, Merauke, Peg. Bintang, Supiori, Jayapura.
Rusmawardi mengatakan pembentukan community center untuk mendorong pemahaman terhadap pentingnya keterbukaan informasi di tingkat masyarakat. Pihaknya akan memfasilitasi community center untuk merumuskan kebutuhan mereka dalam aspek kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur, mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan, dan mendampingi permintaan informasi kepada badan publik yang relevan. Setiap community center, akan diisi sekitar 20 sampai 25 warga. Mereka terdiri para pimpinan organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, dan tokoh masyarakat, dan warga biasa.
Sebenarnya, warga Papua merupakan pihak yang paling berkepentingan dengan keterbukaan informasi. Meski daerah ini kaya raya. Namun angka kemiskinan tetap tinggi. Selain itu, kondisi infrastrukturnya juga sangat memprihatinkan. Untuk infrastruktur kesehatan, misalnya, masih banyak daerah yang mengandalkan rumah sakit bekas peninggalan Belanda. Bahkan hingga kini, belum ada rumah sakit yang bertipe A. Saat meninjau fasilitas kesehatan, Menkokesra mendapati sejumlah peralatan medis yang dikirim dari pusat tetapi tidak terpasang di rumah sakit, dengan alasan terkendala belum adanya operator, listrik yang tidak mencukupi, bahkan ada yang belum memiliki gedung untuk fasilitas tersebut.
Meski demikian, Rusmawardi menjelaskan bahwa menyadarkan warga Papua tentang keterbukaan informasi ini ternyata tidak mudah. “Meskipun apa yang disampaikan penting, kita harus menggunakan bahasan yang dipahami warga dan menghormati kearifan lokal mereka. Kalau gak tepat, kita bisa diusir warga. Selain itu, faktor pendidikan, geografi, komunikasi, dan transportasi juga menambah besarnya tantangan,” ujar Rusmawardi. Pihaknya berharap community center yang akan dibentuk di empat kabupaten tersebut, akan menginsipirasi warga lain di Papua untuk memanfaatkan UU KIP, sebagai pintu masuk untuk menyelesaikan persoalan mereka, persoalan warga Papua pada umumnya, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua.
Berapa APBN Papua saat ini? Sayangnya di website Pemerintah Provinsi Papua, tidak dipublikasikan. Inilah salah satu ketertutupan itu, bukan? Semoga intervensi masyarakat sipil melalui empat community center yang akan dibentuk, akan mendorong keterbukaan di provinsi kaya, Papua. (Arb)