Denpasar (19/2). Tampaknya sengketa Informasi WALHI vs Gubernur Bali semakin rumit. Setelah ada kesepakatan mediasi yang digelar pada Jumat 15 februari 2013 lalu, yang tertuang dalam kesepakatan mediasi ditandatangani oleh Ir. Suratman (wakil Pemprov bali) dan Suriadi Darmoko (Walhi) pada intinya menyepakati bahwa Pemprov Bali hanya akan memberikan informasi/data yang diluar dari 3 (tiga) Informasi yang dikategorikan rahasia oleh Pemprov Bali. data yang siap diberikan oleh Pemprov bali kepada Walhi diantaranya: (1) rekomendasi teknis dari kepala UPT Tahura Ngurah Rai, (2) rekomendasi teknis BKSDA, (3) rekomendasi teknis Kadis Pariwisata Provinsi Bali, (4) keputusan gubernur bali tentang izin prinsip, (5)Keputusan Dirjen PHKA, (6) Keputusan Gubernur Bali tentang izin pengusahaan Pariwisata Alam blok pemanfaatan kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai seluas 102,22 hektar , daengan kesepakatan bahwa seluruh data tersebut akan diserahkan kepada WALHI pada hari ini, selasa 19 februari 2013, sedangkan 3 (tiga) informasi yang diklaim rahasi oleh Pemprov Bali akan dilanjutkan dengan penyelesaian melalui mekanisme Ajudikasi Non Litigasi.
Rupa-rupanya kesepakatan tersebut tidak ditindaklanjuti dengan baik oleh Pemprov bali. berdasarkan kesepakatan mediasi tersebut, Suriadi Darmoko hari ini bergegas meminta data-data dan dokumen tersebut ke pihak Pemprov Bali. sebagaimana kesepakatan mediasi, pemprov yang diwakili Ir. Suratman memberikan data yang dimaksud. Alih-alih mendapatkan data yang lengkap, ternyata Pemprov bali masih tidak bersedia memberikan data-data secara lengkap. Beberapa data yang diberikan tidak disertai dengan lampiran keputusan yang menjadi dasar pertimbangan keputusan tersebut padahal lampiran tersebut merupakan satu kesatuan dokumen yang disepakati diserahkan ke WALHI.
Deputi Direktur Walhi Bali, Suriadi Darmoko menjelaskan: ”keputusan badan publik beserta dokumen pendukungnya tidak diberikan sebagai satu kesatuan keputusan oleh Pemprov Bali, padahal keputusan badan publik beserta dokumen pendukungnya adalah merupakan infomasi publik yang dapat diakses setiap saat.”
“sesuai kesepakatan Pemprov Bali sudah menyatakan siap memberikan informasi yang telah disepakati tapi pada kenyataannya pemprov justru melanggar kesepakatan mediasi di komisi informasi publik provinsi bali pada hari jum’at yang lalu. “seharusnya kan yang menjadi putusan mediasi di berikan lengkap, tidak setengah-setengah begini. Ini sama saja Pemprov bali menjilat ludah sendiri” Suriadi menjelaskan
Tidak lengkapnya keputusan tersebut menurut suriadi Darmoko, dikarenakan keputusan yang “lampiran-lampiran keputusan itu tidak ada yang diberikan oleh pemprov, khususnya lampiran dari keputusan dirjen PHKA yang menjadi yang dalam keputusannya dijelaskan sebagai Buku II dan Buku III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari putusan tersebut, selanjutnya juga ada lampiran berupa site plan yang juga tidak diberikan.” ungkap suriadi.
Atas keadaan ini tentu saja menimbulkan ketidakpuasan pada pihak WALHI selaku pemohon informasi. Para aktifis WALHI Bali sangat kecewa dengan perilaku pemprov bali sebagai lembaga Negara yang seharusnya menjamin keterbukaan informasi sebagai wujud pelaksanaan dari asas transparansi yang selalu digembar gemborkan oleh Gubernur Bali.
I Wayan Adi Sumiarta, SH (divisi Hukum WALHI) protes keras dengan perilaku dari pemprov Bali: “Perilaku Pemprov Bali yang membatalkan secara sepihak pemberian informasi yang telah disepakati tentu saja menunjukan bahwa Pemprov Bali memang ternyata tidak serius dalam melaksanakan asas keterbukaan informasi sesuai amanat undang-undang keterbukaan informasi publik.” Adi Sumiarta menambahkan: “sebelum kami ajukan sengketa informasi ini ke Komisi Informasi, pihak pemprov bali juga memperlakukan kami dengan cara-cara yang tiak baik, kami di pingpong untuk mendapatkan informasi, padahal itu adalah hak hukum setiap warga Negara dan badan hukum publik di Indonesia. Tentu saja ini sangat mengecewakan.”
Suriadi menambahkan kalau informasi sesuai kesapakatan mediasi sudah siap untuk diberikan tapi pada faktanya tidak bisa diberikan, bisa saja diberikan sanksi sesuai undang-undang Keterbukaan Informasi Publik.