Kepala Puskesmas Desa Kuripan Induk Kabupaten Lombok Barat tampak terkejut sesaat setelah menerima surat permohonan informasi dari Kelompok Perempuan Maju Dusun Dua Pelet. Selama menjabat sebagai kepala Puskesmas, baru saat itu dia menerima surat semacam itu. Keterkejutan itu mungkin wajar, mengingat dia belum paham dan akrab dengan keberadaan Undang-Undang Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

Kelompok Perempuan Maju mengajukan permohonan informasi pada 29 Februari 2013 tentang data penerima Jaminan Kesehatan Dearah (Jamkesmasda) di desa tersebut. Dalam surat permohonan informasi yang disampaikannya, kelompok ini juga menanyakan kejelasan warga yang pada bulan Februari kartu Jamkesda-nya masuk masa kadaluarsa.

Meskipun pada awalnya terkejut, namun selanjutnya respon kepala Puskesmas sangat positif. Keesokan harinya, dia menelepon ketua kelompok agar mengambil 300 kartu Jamkesda untuk dibagikan kepada warga yang berhak mendapatkannya. Pada hari itu juga ke-300 kartu tersebut dibagikan.

Berkaitan dengan kartu Jamkesda yang telah habis masa kadaluarsanya, kepada ketua kelompok, kepala Puskesmas menjanjikan secara lisan akan tetap memberlakukannya dan akan tetap melayani jika ada warga yang berobat, hingga diterbitkannya kartu yang baru.

Bukannya tidak percaya dengan janji lisan tersebut, namun demi kepastian kebijakan, ketua kelompok meminta kepada kepala Puskesmas untuk menyatakannya secara tertulis. Selain itu, kepala Puskesmas diharapkan dapat mengeluarkan kebijakan yang memperbolehkan warga yang belum memiliki kartu Jamkesda cukup menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) untuk mendapatkan jaminan kesehatan. Prosedur pengurusan SKTM tidak memerlukan birokrasi yang berbelit, namun cukup sampai tingkat desa saja.

Sumber: pattirocati.wordpress.com