“Wajib ikut seleksi. Apabila tidak mengikuti akan kehilangan jabatan secara struktural,” kata Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, beberapa waktu lalu. Ada yang semangat, ada juga yang pasrah dengan berita ini.

Lelang jabatan ini adalah salah satu gebrakan Joko Widodo, yang sejak kampanye menjanjikan hadirnya Jakarta Baru di bawah kepemimpinannya. Pada Maret lalu, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN dan RB) memberikan penilaian CC atau cukup terhadap pelayanan publik di Jakarta.  “Mayan,” kata Joko Widodo menanggapi. Dia sendiri tidak hadir pada saat acara penganugerahan itu. Entah, apa alasan pastinya.

Mungkin karena nilai CC itu sejatinya merupakan peninggalan dari Gubernur DKI sebelumnya, Fauzi Bowo. Mungkin juga karena nilai itu tidak pantas untuk Jakarta. Maksudnya, mungkin seharusnya di bawah CC. Gubernur Joko Widodo pernah mengatakan buruknya pelayanan publik di Jakarta. Sistem pelayanan dengan loket yang ada di kantor-kantor pemerintahan DKI Jakarta, kata dia, sudah ketinggalan 200 tahun. “Kita bisa lihat di bank-bank sudah tidak ada loket,” katanya. Dia juga sering datang sendiri dengan tiba-tiba di kantor-kantor kelurahan dan kecamatan, sehingga merasakan sendiri bagaimana tidak siapnya pelayanan publik di Jakarta.

Tak hanya itu, camat dan lurah di Jakarta, ternyata dinilai tak cukup serius bekerja. Sederhana menilainya. Mari lihat 9 instruksi kepada RT dan RW se DKI Jakarta. Antara lain kerja bakti dua minggu sekali di RT-RW, membersihkan coretan-coretan liar pada bangunan, jembatan, dan pipa air, menjaga kebersihan sungai dan saluran air, penertiban spanduk liar.  Sebuah instruksi sederhana yang seharusnya lahir dari seorang camat atau lurah. Tapi diambil alih oleh seorang Gubernur.

Padahal hal-hal di atas, diatur dengan jelas dalam Peraturan Guburnur DKI Jakarta nomor 46 tahun 2006 tentang pelimpahan sebagian wewenang dari dinas teknis kepada kecamatan dan kelurahan. Ada tiga kewenangan yang dilimpahkan, yaitu kebersihan, kesehatan, dan keamanan dan ketertiban.

Camat dan lurah juga perlu melek UU. Ada Undang-Undang Pelayanan Publik, Undang-Undang Keterbukaan Informasi, UU Kearsipan, dan lain-lain yang semestinya dimaknai sebagai panduan dalam membangun sistem dan memberikan pelayanan kepada publik.

Di tengah aturan yang jelas, namun camat dan lurah masih saja miskin inisiatif ini terasa aneh. Dari segi pendidikan, mereka umumnya lulusan IPDN. Dari sisi keuangan, total pendapatan camat sekitar Rp 14,9 juta dan lurah Rp 10 juta per bulan. Selain itu, Camat juga mendapatkan fasilitas mobil dinas, rumah dinas, dan jaminan kesehatan. Selain itu, 267 kelurahan yang ada di DKI Jakarta, menerima dana penguatan masing-masing Rp3 milyar per tahun.

Belajar dari kepemimpinan Gubernur periode sebelumnya, satu hal yang kurang, dan kini diisi oleh Jokowi, yaitu keteladanan seorang pemimpin. Lelang jabatan merupakan cara mendapatkan yang terbaik. Karena tak mungkin, Jokowi selalu blusukan. “Capek,” katanya. Nah, mereka yang mendaftar, seharusnya memiliki komitmen yang sama dengan Gubernur. Semoga lelang jabatan ini, melahirkan “Jokowi-Jokowi Baru”  (ARB)