Jakarta – Keterbukaan pada sektor industri ekstraktif sudah diwacanakan di tingkat ASEAN dengan mendorong Extractive Industries Transparency Initiative (EITI). Sejumlah negara telah berkomitmen untuk bergabung. Saat ini, lima negara di Asia Tenggara yang telah mendiskusikan secara intensif mengenai EITI dengan berbagai level. Yaitu, Myanmar, Kamboja, Philiphina dan Vietnam.” Dalam hal ini, Indonesia mengambil langkah kepemimpinan untuk mendorong inisiatif transparansi di tingkat regional” Ujar Fabby Tumiwa, direktur eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) di Jakarta (17/04).
Fabby membagi tiga kategori negara anggota ASEAN dalam isu EITI ini. Pertama negara tidak signifikan dalam menerima pendapatan dari sektor industri ekstraktif karena tidak memiliki sumberdaya (Singapura). Kedua adalah negara yang komiten pemerintahnya rendah dan dukungan dari masyarakat sipil serta perusahaan ekstraktif juga rendah (Burma, Brunei, Laos, Malaysia, Thailand). Ketiga, adalah negara yang memiliki komitem kuat dan didorong oleh masyarakat sipil dan industri ekstraktif yang kuat (Philipina dan Vietnam). “Sementara Indonesia saat ini sedang mempersiapkan laporan pertama EITI. Artinya, Indonesia sudah cukup maju” imbuh Fabby.
Menurut Fabby, EITI ini dirasa sangat penting, mengingat anggaran negara negara-negara di ASEAN masih bergantung terhadap pemasukan dari pengelolaan minyak, gas dan pertambangan. Misalnya, Indonesia 30-35 persen dari total anggaran negara berasal dari sektor ini. Produksi National Bruto (PNB) Brunei, 85 persennya berasal dari minyak dan memberi kontribusi utama dalam anggaran negara. Masyarakat berhak tahu, berapa sesungguhnya pemerintah menerima pendapatan dari sektor industri ekstraktif dan berapa perusahaan minyak menyetor ke pemerintah. Inilah yang hendak disasar EITI. Sehingga dapat mencegah kebocoran.
Diharapkan dengan diwacanakannya EITI ini akan memberi dampak positif terhadap kenaikan pendapatan negara. Salah satu dampak positif lainnya adalah dialog antara pemerintah, sektor bisnis dan organisasi masyarakat sipil dalam pengelolaan sumber daya ekstraktif, seperti yang terjadi di Vietnam dengan The Phlippines. Itu diharapkan bahwa situasi ini terus kondusif di masa depan. “Dukungan dari ASEAN dan mitra-mitranya dapat mempercepat adopsi EITI di antara negara-negara anggota ASEAN” pungkas Fabby.[AH]