Atas ketidakseriusan tersebut, Komisi Informasi (KI) Provinsi Kaltim menyayangkan sikap Pemkot Samarinda yang terkesan kurang gereget serius mengatasi persoalan banjir. Ditambah tidak adanya informasi lengkap mengenai upaya penanggulangan fenomena tersebut.
Menurut Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 mengenai keterbukaan informasi publik, informasi banjir masuk kategori informasi serta-merta yang harus diumumkan. Bahkan, masyarakat bisa memidanakan Pemkot karena tidak mengumumkan informasi dimaksud.
“Ada dua informasi yang wajib diumumkan Pemkot Samarinda. Pertama, menjelaskan secara rinci apa sumber persoalan yang membuat Samarinda semakin sering banjir serta program penanggulangannya seperti apa? Kedua, informasi yang bertujuan agar warga menyiapkan diri menghadapi banjir,” kata Wakil Ketua Komisi Informasi Provinsi Kaltim Eko Satiya Hushada, kepada harian ini, kemarin.
Dalam UU 14/2008 disebutkan, setiap badan publik yang memiliki kewenangan atas suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum dan/atau badan publik yang berwenang memberikan izin dan/atau melakukan perjanjian kerja dengan pihak lain yang kegiatannya berpotensi mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum wajib memiliki standar pengumuman informasi serta-merta.
Informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum di antaranya adalah banjir. Sedangkan standar pengumuman informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum sekurang-kurangnya meliputi potensi bahaya atau besaran dampak yang dapat ditimbulkan, pihak-pihak yang berpotensi terkena dampak, prosedur dan tempat evakuasi apabila keadaan darurat terjadi, cara menghindari bahaya atau dampak yang ditimbulkan, serta cara mendapatkan bantuan dari pihak berwenang.
“Upaya-upaya yang dilakukan oleh badan publik atau pihak yang berwenang dalam menanggulangi bahaya atau dampak yang ditimbulkan juga bagian dari standar informasi yang wajib diumumkan serta-merta,” tegas Eko.
Informasi dimaksud, minimal diumumkan di website resmi Pemkot atau meja informasi di SKPD yang mengurusi persoalan banjir. Sehingga mudah diakses oleh masyarakat.
Terlepas dari ketentuan yang digariskan oleh UU keterbukaan Informasi Publik, menurut mantan wartawan ini, Pemkot seharusnya mengumumkan secara detail hal yang disebutkannya tadi. Ini untuk memberi kepastian kepada masyarakat tentang persoalan yang tengah dihadapi sekarang, yakni banjir. Masyarakat perlu jaminan kepastian dari Pemkot upaya penanggulangan banjir, yang memuat rencana kerja dan waktu penyelesaian program.
Yang terjadi sekarang, tambah Eko, penduduk Samarinda menjadi masyarakat yang apatis karena tidak adanya penjelasan Pemkot mengenai kapan dan bagaimana persoalan banjir ini diatasi. “Masyarakat tidak pernah mendapat gambaran, banjir ini karena apa? Upaya apa yang dilakukan Pemkot untuk mengatasinya? Berapa biayanya? Kapan bisa diatasi?” ujar Eko.
Malah yang terjadi sekarang, Pemkot seakan-akan tidak mau dipersalahkan mengenai penyebab banjir, yang salah satu tudingannya adalah maraknya tambang dalam kota. “Kalau Pemkot mengaku banjir ini bukan karena tambang, lantas apa? Kajian ilmiahnya mana? Sampai detik ini kita tidak pernah diberi gambaran tuntas dan jelas, ini persoalannya seperti apa? Step by step penanggulangannya seperti apa?,” terang Eko lagi.
Secara kasat mata, tambah Eko, wilayah yang terkena banjir semakin meluas. Daerah yang dulunya tidak terkena banjir, sekarang sudah terendam. Bahkan arus banjir semakin deras, seperti di Jalan A Wahab Sjahranie dekat SPBU, yang sempat menyeret pengendara sepeda motor beberapa hari lalu.
“Itu sepeda motor, kebetulan yang mengendarai perempuan, sempat terbawa arus. Itu terjadi di jalan raya, mengerikan. Coba kalau ada informasi dari Pemkot, jangan lewat daerah ini, arus banjir deras, masyarakat pasti tidak lewat di AW Sjahranie. Kalau terjadi apa-apa dengan pengendara sepeda motor tadi, siapa yang bertanggung jawab?” tanya dia.
Dia lantas mengetuk hati Wali Kota Syaharie Jaang untuk lebih peduli dengan persoalan Samarinda, terutama banjir yang semakin menyiksa warga. Masyarakat perlu jaminan dan kepastian, kapan persoalan banjir ini bisa diatasi.
Kembali ke soal ketiadaan informasi mengenai banjir, menurut Eko, masyarakat bisa mengadukan Pemkot Samarinda ke aparat penegak hukum, karena tidak menyediakan informasi yang masuk dalam kategori informasi yang diumumkan serta-merta.
Eko menyebut, jika gugatan mengenai hal tersebut dilayangkan warga Samarinda, maka wali kotanya yang bakal berperkara. Ini lantaran Pemkot belum memiliki Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) hingga sekarang. “Informasi yang kami terima, katanya sedang dibentuk,” ucapnya.
Di Pasal 52 UU 14/2008 disebutkan, badan publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan informasi publik berupa informasi secara berkala, informasi publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau informasi publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan undang-undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain, dikenakan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000.
Kemudian di Pasal 57 juga disebutkan, tuntutan pidana berdasarkan UU ini merupakan delik aduan dan diajukan melalui peradilan umum. “Masyarakat harus mengkritisi persoalan ini. Mengeluh saja tidak cukup. Karena keluhan masyarakat selama ini tidak cukup didengar oleh Pemkot,” kritik Eko.
Selain Samarinda, hal serupa juga belum dipenuhi kabupaten/kota lainnya di Kaltim. Saat ini pihaknya tengah memonitor hal tersebut di 14 Pemkot/Pemkab di Kaltim. Hasil monitoring tersebut bakal diserahkan kepada pemerintah daerah untuk jadi evaluasi. Selain masalah itu, KI juga menyorot website pemerintah daerah yang dinilai belum memenuhi syarat. (*/bby/ibr2/k1)
www.kaltimpost.co.id