Curug dan Walantaka adalah dua kecamatan yang warganya saat itu belum mendapat jatah pembagian kompor gas dari program konversi minyak tanah ke LPG. Padahal, jauh-jauh hari warga telah diminta oleh RT/RW setempat untuk mengumpulkan iuran sebesar lima belas ribu rupiah (Rp. 15.000;-) per Kepala Keluarga.  Namun beberapa bulan berlalu, warga belum juga mendapat jatah kompor gas yang dijanjikan. Seorang warga yang tergabung dalam Community Center Pattiro menanyakan persoalan tersebut dalam sebuah diskusi komunitas di CC. Usut punya usut, ternyata pungutan lima belas ribu yang diminta tersebut tidak ada dalam ketentuan program ini, alias iuran tersebut adalah pungli (pungutan liar).

Warga menanyakan informasi tersebut ke Kepala Desa.  “Saya tidak tahu kalau ada pungutan-pungutan seperti itu, itu inisiatif RT/RW saja dan tidak diwajibkan,” kilah Kepala Desa. Warga juga bertanya ke Kecamatan. Di sana, warga ditemui oleh seorang fasilitator pembagian kompor gas. Berdasarkan penjelasan fasilitator, jatah kompor gas belum turun karena data penduduk miskin penerima kompor gas di dua kecamatan tersebut belum diterima. Informasi ini kemudian diteruskan ke desa-desa lain di kedua kecamatan tersebut. Sepulang dari kecamatan, warga kemudian memutuskan untuk mengumpulkan data penduduk miskin berdasarkan data yang telah ada untuk direkap kembali sesuai dengan kondisi terkini. Melalui koordinasi dengan kepala desa, data-data pun terkumpul dan diserahkan ke fasilitator di kecamatan. Akhirnya, kompor gas nan dinanti pun tiba.

Sumber : Pengalaman masyarakat mengakses informasi” Buku Panduan Masyarakat Mendapatkan Informasi” Program “Penguatan Kapasitas Warga untuk Kebebasan Informasi di Tingkat Lokal” (Hivos) 2009-2010