Korupsi Dana BOS, Kepsek SMPN 1 Lausa Nisel Divonis 2,5 Tahun Penjara

Korupsi Dana BOS, Kepsek SMPN 1 Lausa Nisel Divonis 2,5 Tahun Penjara

Siwaris Budi Kepala Sekolah (Kepsek) SMP Negeri 1 Lausa Kabupaten Nias Selatan (Nisel), divonis bersalah selama 2 tahun 6 bulan (2,5 tahun)penjara, karena melakukan tindak pidana korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di sekolahnya senilai Rp301.371.500, di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (11/12/2013).

Selain kurungan badan, Majelis Hakim yang diketuai Lebanus Sinurat juga memerintahkan terdakwa membayar denda Rp50 juta subsider 1 bulan kurungan. Tambahan biaya lain pun juga dikenakan kepada Siwaris Budi dengan membayar uang pengganti Rp138.877.500.

“Dengan ketentuan  apabila 1 bulan setelah hasil putusan tetap pengadilan, tidak sanggup membayar maka harta benda disita untuk menutupi kerugian negara. Dan jika harta benda tidak mencukupi maka di penjara selama 3 bulan,”ucap hakim Lebanus yang beranggotakan majelis hakim Agus Setiawan dan Achmad Drajat.

Dalam amar putusannya, menilai terdakwa Siwaris Budi bersalah melanggar pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Disebutkan Majelis Hakim, terdakwa sebagai Kepala Sekolah yang diangkat Bupati, dana bantuan tersebut telah melakukan penyimpangan dana bos. Dimana terdakwa dengan wakil kepala sekolah, staff dan guru di SMPN 1 Lausa tidak ada kesepakatan bersama, yang saat itu menjadi peserta rapat.

Kemudian, dalam mengelola dana bos terdakwa tidak transparan kepala Wakil kepala sekolah serta staff dan guru-guru lainnya. Adanya manipulasi data dalam setiap pembelian barang yang tidak melibatkan Kepala Tata Usaha sebagai ketua panitia barang.

Pembelaan terdakwa yang mengatakan tidak ada melakukan pembelanjaan fiktif serta mark-up merupakan akal-akalannya karena  tidak melibatkan wakil kepala sekolah, staff serta guru-guru sekolah tersebut serta keterangan terdakwa yang tidak jujur.

Menurut majelis hakim dana Bos tersebut yang tidak dapat dipertanggungjawabkan menurut BPKP tidak sesuai. Dalam amar putusan tersebut majelis menilai perbuatan terdakwa yang merugikan negara sebesar Rp138.877.500.

Vonis itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Edi Tarigan yang menuntut terdakwa Siwaris Budi selama 6,5 tahun penjara denda Rp50 juta subsider 3 bulan. Serta meminta majelis hakim memberikan pidana tambahan dengan membayar uang pengganti senilai Rp301.371.500 subsider 3 tahun 3 bulan penjara.

Jaksa pun saat itu, menyatakan terdakwa Siwaris Budi bersalah melanggar pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Mendengar putusan majelis hakim, terdakwa yang memakai kemeja berwarna kuning tersebut, mengaku menerima putusan tersebut. Sedangkan JPU mengatakan pikir-pikir.

Diketahui, dalam dakwaan jaksa sebelumnya bahwa  terdakwa selaku pengelola dana BOS yang diterima SMPN 1 Lausa menggunakan sebagian dana BOS tahun 2010-2012 tidak sesuai peruntukkannya. Dana BOS SMPN 1 Lausa yang diselewengkan terdakwa mulai Triwulan IV tahun 2010 sampai Triwulan I tahun 2012 senilai Rp301.371.500 dari total dana BOS yang diterima dalam periode itu senilai Rp800 juta lebih. Sebagian dana BOS yang tidak disalurkan terdakwa itu diduga digunakan terdakwa untuk kepentingan pribadinya.

Sumber : starberita.com

ICW: Korupsi Pendidikan Capai Rp619,0 M di 2003-2013

ICW: Korupsi Pendidikan Capai Rp619,0 M di 2003-2013

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat selama kurun waktu 2003-2013, sebanyak 296 kasus korupsi pendidikan dengan indikasi kerugian negara sebesar Rp619,0 miliar telah ditangani oleh pihak Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Divisi Pengawasan dan Monitoring ICW Febri Hendri mengatakan, dari jumlah tersebut, secara data tidak ada tren peningkatan tindak pidana korupsi setiap tahunnya di dunia pendidikan.

Namun, meskipun data menunjukkan tidak pernah ada tren kenaikan jumlah tindak pidana korupsi setiap tahunnya di dunia pendidikan. Namun tren indikasi kerugian yang diderita oleh negara justru mengalami kenaikan yang luar biasa.

Di 2003 dan 2012 misalnya, jumlah kasus yang terjadi setiap tahunnya hanya delapan kasus. Namun ICW mencatat kerugian yang dialami negara mencapai Rp19,0 miliar di 2003 dan Rp99,2 miliar di 2013.

“Kesimpulan, meskipun jumlah kasus korupsi pendidikan tidak mengalami peningkatan, namun kerugian yang diderita oleh negara selalu meningkat signifikan setiap tahunnya,” papar Febri saat konferensi pers di Solo, Jawa Tengah, Minggu (8/12/2013).

Dari penelusuran ICW, Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan sektor primadona yang paling sering dikorupsi dengan jumlah kasus sebanyak 84 kasus. Dari jumlah tersebut, ungkap Febri, kerugian yang dialami negara terbesar Rp265,1 miliar.

Selain dana DAK yang sering menjadi langganan korupsi di kalangan Pendidikan, dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) menempati posisi terbanyak kedua dengan jumlah kasus sebanyak 48 kasus. Berbeda dengan DAK, kerugian negara dari tindak pidana korupsi dana BOS terlalu kecil, sehingga tidak masuk 10 besar. Termasuk juga kasus korupsi sarana prasarana (Sarpars) di Perguruan Tinggi hanya terjadi sembilan kasus tindak pidana korupsi, namun kerugian negara mencapai Rp57,7 miliar.

“Penggelapan adalah modus korupsi yang paling sering digunakan dengan jumlah 106 kasus dan indikasi kerugian negara sebesar Rp248,5 miliar. Penggelapan sering digunakan untuk menyelewengkan dana BOS dan DAK. Hampir 50 persen dari kasus dengan modus penggelapan terjadi pada dana BOS dan DAK. Dua dana ini merupakan dana yang mudah diselewengkan dengan cara penggelapan,” jelasnya.

Febri menambahkan dalam data yang dihimpun ICW, Dinas Pendidikan merupakan tempat terjadinya korupsi paling banyak terjadi dengan jumlah kasus sebanyak 151 kasus. Dari jumlah tersebut indikasi kerugian negara paling besar Rp356,5 miliar.

Yang menarik, dari tindak pidana korupsi di dunia pendidikan, baik di Kemendikbud maupun di perguruan Tinggi, ungkap Febri, setiap tahunnya jumlah kasus tidak pernah mengalami peningkatan, Namun, kerugian yang diderita negara luar biasa cukup besar.

Seperti halnya Provinsi Jabar meskipun provinsi paling banyak terjadi korupsi pendidikan yaitu 33 kasus namun kerugian negara tidak terbanyak, yaitu Rp22,7 miliar. Berbeda dengan provinsi yang dipimpin oleh Ratu Atut, Banten. Pada 2008, kasus korupsi di Provinsi Banten sebanyak 72 kasus dengan kerugian negara mencapai Rp143,7 miliar. Kerugian negara terbanyak ada pada 2012 dengan jumlah Rp207,5 miliar.

“Untuk 2013, meskipun baru 16 kasus yang ditangani, namun kerugian negaranya sudah mencapai Rp121,2 miliar,” pungkasnya. (ade)

Sumber: http://kampus.okezone.com/read/2013/12/08/373/909104/icw-korupsi-pendidikan-capai-rp619-0-m-di-2003-2013