Lahirnya UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) menjadi era baru keterbukaan informasi di Indonesia, namun tidak untuk Sumatera Barat.Tidak banyak yang peduli dengan isu keterbukaan informasi, padahal keterbukaan informasi publik merupakan bagian terpenting untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Akses terhadap informasi oleh publik adalah pintu untuk mengukur transparansi dan akuntabilitas penyelenggara negara dan badan publik.

Pelayanan informasi yang buruk, masih menjadi wajah badan publik di Sumatera Barat, baik badan publik di tingkat Pemerintah provinsi maupun di 19 Kabupaten dan Kota. Bagian yang sederhana misalnya, salinan APBD dan laporan perjalanan dinas, ataupun laporan keuangan, harusnya disampaikan kepada publik dan tanpa diminta.  Namun bagi sebagian Pemda dokumen tersebut masih dianggap  sebagai ‘dokumen rahasia’.

Dari penelitian yang dilakukan oleh LBH Pers Padang terhadap 19 website Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat dan website Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, tidak ada satu pun yang menyediakan dokumen APBD tahun 2013, maupun ABBD 2012 sekalipun. Padahal, dokumen APBD adalah data dan informasi berkala yang harus disediakan oleh badan publik paling singkat 6 bulan sekali (Pasal 9 UU KIP). Ini adalah salah satu bukti bukti rendahnya keterbukaan informasi publik Pemda di Sumatera Barat.

Kondisi di atas setidaknya mengindikasikan bahwa; pertama, setiap Badan Publik di Pemerintahan Provinsi, Pemerintahan Kabupaten dan Pemerintahan Kota di Sumatera Barat belum memiliki Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No.61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU No.14 Tahun 2008 (bahwa setiap badan publik harus memiliki PPID satu tahun setelah disahkannya PP No.14 Tahun 2008). Kedua, mengindikasikan bahwa lemahnya kemauan badan publik itu sendiri untuk transparan, karena tidak ada alasan bagi setiap badan publik secara norma untuk tidak melaksanakan UU KIP. Ketiga, ketakutan Badan Publik untuk membuka diri, karena kwatir akan membongkar bobroknya badan publik tersebut.

Persoalan buruknya keterbukaan informasi publik di Sumatera Barat tidak hanya sekedar buruknya implementasi UU KIP. Namun kemudian diperburuk dengan tidak adanya Komisi Informasi Provinsi sebagai tonggak pengawasan terhadap implementasi UU KIP. Padahal UU KIP telah memerintahkan bahwa paling lama dua tahun pasca diundangkannya UU KIP masing-masing provinsi harus membentuk Komisi Informasi Provinsi.

Provinsi Sumatera Barat merupakan satu-satunya provinsi di pulau Sumatera yang belum membentuk komisi Informasi sejak tahun 2008. Hal ini tentu sangat disayangkan sekali. Dengan ini patut dipertanyakan kemauan politik pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan dan bersih. Dengan tidak dibentuknya komisi Informasi Provinsi Sumatera barat yang hingga saat ini jelas Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah melanggar UU. Menjadi tanda tanya bagi publik, kenapa harus enggan untuk transparan?

Untuk itu Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat mendesak Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Pemerintah Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat untuk menginstruksikan kepada setiap dinas dan instanasi terkait/ badan publik di bawah pengawasannya untuk segera membentuk PPID, serta Mendesak Pemerintah provinsi Sumatera Barat untuk segera membentuk Komisi Informasi Provinsi sebagai amanat dari UU KIP dan meminta kepada DPRD Provinsi Sumatera Barat untuk melakukan pengawasan terhadap  proses pembentukan tersebut.

Padang, 9 Januari 2014

 

Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat

LBH Pers Padang (Direktur – Rony Saputra, I Arief Paderi, Tasriyal, Ocha Mariadi)

AJI Padang (Sekretaris – Rus Akbar)

Pusako Unand (Charles Simabura, Khairul Fahmi, M. Iksan Alia, Beni Kurnia Illahi)

Walhi Sumbar (Khalid Saifullah)

PBHI Sumbar (Rahmatul Akhir Adi)

Qbar (Armanda. P)

LBH Padang (M. Nurul Fajri)

Aspem Sumbar (Heri Faisal)