Jakarta, Kebebasaninformasi.org – Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo menyatakan akan menghentikan sementara (moratorium) program e-KTP.  Program yang sudah dijalankan semenjak Menteri Dalam Negeri Gamawan fauzi ini dihentikan karena beberapa alasan.

Pertama, menurut Tjahyo, Kemendagri perlu melakukan evaluasi terhadap kualitas dan kuantitas data. Kedua, perlu juga melakukan evaluasi soal sistem dan teknologi kartu e-KTP. Ketiga, evaluasi soal pelaksanaan pelayanan publik dan sistem administrasi induk. Keempat, kemendagri perlu mengevaluasi sistem keamanan dan data e-KTP. Dan kelima, menginventarisasi ulang ketersediaan perangkat dan blanko.

Tjahyo juga mengungkapkan bahwa aplikasi e-KTP masih dikembangkan oleh pihak developer di luar negeri. “Pengembangan aplikasi dilakukan secara remote dari luar sehingga muncul potensi data kependudukan diambil oleh pihak yang tidak berhak,” ujar Tjahjo seperti dilansir detik.com.

Server di Luar Negeri

Tjahyo menyatakan bahwa data e-KTP merupakan data kependudukan dan bagian dari data rahasia negara. “Hak warga yang harus dijamin pemerintah” tegasnya.

Saat ini pihak kementrian dalam negeri sudah menemukan beberapa kejanggalan terkait proyek yang menghabiskan anggaran pemerintah sebanyak 6,7 Triliun Rupiah tersebut. Salah satunya adalah adanya dugaan server seluruh data e-KTP berada di luar negeri.

“Kami masih pastikan di mana server itu berada. Sekarang masih simpang siur,” kata dia.

Ada E-KTP Palsu

Selain itu, pihak Kementrian Dalam Negeri juga telah menemukan e-KTP palsu yang beredar di masyarakat. Belum diketahui secara pasti apa modus pemalsuan e-KTP ini. Pihak Kementrian Dalam Negeri masih mendalami kasus tersebut.

E-KTP palsu tersebut, dinyatakan, sangat mirip dengan yang asli. Mempunyai tampilan dan desain yang sama persis. Bahkan hologram keamanan yang menjadi ciri khas e-KTP pun bisa dibuat sangat mirip.

“Hologramnya asli, bisa terbaca. Tapi itu palsu,” kata Tjahjo.

Tjahyo, menyatakan ada dua pabrik yang diduga menggandakan e-KTP palsu tersebut yang berlokasi di China dan Perancis.

Dukung Moratorium

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi Informasi Pusat, Rumadi Ahmad, meminta Kementerian Dalam Negeri menangguhkan pembuatan Kartu Tanda Penduduk Elektronik alias e-KTP karena server yang dipakai adalah milik negara lain. Rumadi khawatir terjadi kebocoran data penduduk. “Server tersebut rentan diakses pihak lain untuk berbagai kepentingan,” kata Rumadi dalam siaran pers, Sabtu, 15 November 2014.

“Ini mengkhawatirkan, karena mengancam pertahanan bangsa. Data kependudukan merupakan data pribadi. Negara mempunyai kewajiban untuk melindungi kebenaran dan kerahasiaannya,” ujar dia.

Menurut Rumadi, Kementerian Dalam Negeri paling bertanggung jawab melindungi data kependudukan, sebagaimana Undang-Undang Adimistrasi Kependudukan. “Jika benar data kependudukan rentan diakses negara lain, itu artinya Indonesia menyerahkan data kependudukan ke negara lain,” katanya, dikutip tempo.co.